Oleh: Eko Setyo Budi
Banyuwangi sebuah Kabupaten paling timur Pulau Jawa berada di wilayah Provinsi Jawa Timur memiliki aneka ragam budaya. Salah satu yang menarik obyek wisata yaitu Patung Tari Gandrung di Watudodol.Â
Kesenian tari gandrung menjadi ikon Banyuwangi, tak heran wisatawan ingin berfoto dekat patung Tari Gandrung. Obyek patung ini berada di sebelah utara pintu masuk Banyuwangi  dari arah Situbondo.Â
Lokasinya berada di pinggir pantai Watudodol. Tinggi patung ini sekitar 5 meter, terlihat indah dengan latar belakang laut membiru selat Bali dan pulau Bali. Letaknya strategis karena berada dipinggir jalan nasional Surabaya -- Banyuwangi. Â
Saya sudah beberapa kali wisata ke Banyuwangi, namun belum sempat singgah untuk istirahat dan memfoto patung Tari Gandrung di Watudodol yang ikonik itu. Baru akhir tahun lalu, saya bersama silaturahmi ke temanku  di Banyuwangi selama dua hari, jalan-jalan ke obyek wisata sekitar Banyuwangi.Â
Dalam perjalanan pulang itulah saya dan teman-teman singgah  ke patung Penari Gandrung untuk istirahat sebentar di pelataran bangunan patung tersebut sambil menikmati keindahan pantai, makan kue dan minum secukupnya di siang hari itu.Â
Cuaca siang hari yang panas saya ambil HP, buka kamera menjepret patung Penari Gandrung berada di atap lingkaran dari berbagai sudut, agar momen ini tidak terlewatkan begitu saja.
Saya ambil foto di depan (dekat pinggir jalan) mengarahkan kamera smartphone ke  wajah senyum penari Gandrung perempuan yang memang terlihat indah tampilan menari dengan gemulainya. Â
Patung penari itu memperagakan gerakan tari badan agak merendah, lekukan kedua siku sebagian menutup bagian perut badannya, lentikkan jari-jemarinya sedikit terbuka, tangan kanan memegang kipas seakan sang penari gandrung ini sedang menari di pentas pertunjukan.Â
Saya pikir yang mendesain patung ini bisa jadi seorang seniman yang menjiwai seni Tari Gandrung khas Banyuwangi. Saya belum menelusuri siapakah yang punya ide dan pembuatan patung Tari Gandrung yang begitu indah dan memesona.
Tari Gandung Mendunia Berawal Dari Tari Masal Gandrung Sewu
Tari Gandrung yang awalnya hanya ada saat hajatan atau sengaja dihadirkan dengan bayaran, kini semakin berkembang dan banyak diminati. Chosih Sudarminasih menambahkan, tidak hanya intensitas pertunjukan yang hampir selalu menampilkan tari Gandrung, tarian khas Banyuwangi ini juga semakin naik pamornya setelah Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menggelar pertunjukan akbar Gandrung Sewu pada tahun 2011 hingga kini.
Dalam sejarah disebutkan tari gandrung merupakan kesenian tari tradisional asli Banyuwangi. Gandrung pertama kalinya ditarikan oleh para lelaki yang didandani seperti perempuan. Â Pada tahun 1914, tari gandrung laki-laki baru benar-benar lenyap setelah kematian penari terakhirnya, yakni Masran.
Menurut sejumlah sumber, kelahiran Gandrung ditujukan untuk menghibur para pembabat hutan, mengiringi upacara minta selamat, berkaitan dengan pembabatan hutan yang angker.
Pada mulanya gandrung hanya boleh ditarikan oleh para keturunan penari gandrung sebelumnya, namun sejak tahun 1970-an mulai banyak gadis-gadis muda yang bukan keturunan gandrung yang mempelajari tarian ini dan menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian di samping mempertahankan eksistensinya yang makin terdesak sejak akhir abad ke-20.
Tari gandrung juga merupakan sebuah ritual yang ditujukan untuk mengungkapkan kekaguman masyarakat Banyuwangi pada Dewi Sri, seorang dewi yang dalam mitologi Hindu Jawa Kuno dianggap sebagai Dewi Padi atau Dewi kesejahteraan yang telah memberikan hasil panen berlimpah pada masyarakat.
Sekarang ini Tari Gandrung menjadi ikon Banyuwangi dikembangkan terus oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Tari Gandrung awalnya merupakan identitas masyarakat Banyuwangi yang menggambarkan rasa syukur pada musim panen, tetapi kini meluas. Apalagi setelah digelarnya tarian masal yang telah menjadikan Gandrung Sewu acara rutin.Â
Warga Banyuwangi bernama Chosih Sudarminasih mengaku bersyukur atas terpeliharanya identitas budaya Banyuwangi. Kini sanggar-sanggar tari yang mengajarkan tari Gandrung, dan minat anak-anak untuk belajar seni tari juga semakin meningkat. Chosih bertekad memiliki panggung pertunjukan sendiri, untuk mewadahi kreativitas anak-anak di bidang seni tari ini.
"Dulu menari Gandrung itu hanya di gandrung terop, tanggapan-tanggapan (pertunjukkan dibayar) itu, tetapi setelah ada Gandrung Sewu, mulai lagi Gandrung itu benar-benar diminati dan luar biasa antusiasnya, lebih-lebih untuk saya daerah Purwoharjo, kalau di Purwoharjo ini luar biasa untuk penari Gandrung karena apa, mereka itu berlomba-lomba kepingin ikut tampil dalam acara Gandrung Sewu. Saat mereka tampil di Gandrung Sewu, itu suatu kebanggaan," ujar Chosih.
Menurut praktisi dan pengajar seni tari sanggar Qiao Guang di Surabaya, Ong Silvia Ongkowijoyo, tari tradisional harus tetap dilestarikan oleh masyarakat bila tidak ingin masyarakat itu kehilangan identitasnya. Mengajarkan seni tari yang merupakan bagian dari budaya suatu bangsa kepada anak sejak usia dini, untuk memastikan tetap bertahannya identitas suatu bangsa.Â
"Tari tradisional itu menurut saya kan identitas ya, identitas suatu masyarakat, suatu tempat. Memang sebaiknya sih setiap orang, dia hidup dimana ya belajar tari tradisinya yang di situ, itu untuk identitasnya dia ke mana-mana, itu benar-benar identitas banget, identitasnya masyarakat, jangan ditinggalkan," kata Silvia.
Tari Gandrung ke Manca Negara
Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas mengungkapkan, melalui pertunjukan tari Gandrung ini, masyarakat khususnya anak-anak Banyuwangi dapat semakin mengenal dan mencintai budaya dan tradisi yang tumbuh dari dalam diri masyarakat itu sendiri. Pengenalan dan upaya menanamkan kecintaan anak-anak pada tari Gandrung, diwujudkan melalui kegiatan ekstrakurikuler tari Gandrung di seluruh sekolah dasar di Banyuwangi.
"Jadi sebetulnya tari Gandrung bukan hanya soal untuk mengenalkan Banyuwangi, sebenarnya ini instrumen bahwa setiap daerah punya tari khas dalam rangka mengkonsolidasi agar anak-anak kita tahu tradisi yang kuat dan tumbuh dari rakyatnya. Nah, Gandrung kebetulan salah satu tari yang cukup menjadi ikon di Banyuwangi, maka ini anak-anak menjadi kegiatan ekstra (sekolah) dan sekarang sudah menjadi kegiatan yang masif, dari sini kemudian menghasilkan banyak penghargaan. Anak-anak diundang di Frankfrut, di Paris, dan bahkan sudah diakui oleh dunia, salah satunya karena cara yang kita kerjakan misalnya bikin Gandrung Sewu, itu sebagai cara, ada seribu penari Gandrung," kata Azwar Anas.
Sebagai penutup artikel ini, marilah kita melestarikan budaya daerah (kearifan lokal) yang ada sebagai identitas budaya Indonesia merupakan warisan nenek moyang/orang tua kita dahulu. Budaya daerah kita pertahankan dan dikembangkan agar generasi muda mencintai budayanya sendiri, dan tidak terpengaruh budaya asing yang begitu gencar merambah di media sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H