Mohon tunggu...
Eko Setyo Budi
Eko Setyo Budi Mohon Tunggu... Lainnya - Pensiunan PNS

Suka traveling, kuliner, baca buku/menulis dan jogging..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tari Gandrung: Daya Tarik Pariwisata Dunia

26 Agustus 2024   15:58 Diperbarui: 28 Agustus 2024   12:02 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumen pribadi

Tari Gandung Mendunia Berawal Dari Tari Masal Gandrung Sewu

Penari Gandrung Sewu  (Sumber: goodnewsfromindonesia.id)
Penari Gandrung Sewu  (Sumber: goodnewsfromindonesia.id)

Tari Gandrung yang awalnya hanya ada saat hajatan atau sengaja dihadirkan dengan bayaran, kini semakin berkembang dan banyak diminati. Chosih Sudarminasih menambahkan, tidak hanya intensitas pertunjukan yang hampir selalu menampilkan tari Gandrung, tarian khas Banyuwangi ini juga semakin naik pamornya setelah Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menggelar pertunjukan akbar Gandrung Sewu pada tahun 2011 hingga kini.

Dalam sejarah disebutkan tari gandrung merupakan kesenian tari tradisional asli Banyuwangi. Gandrung pertama kalinya ditarikan oleh para lelaki yang didandani seperti perempuan.  Pada tahun 1914, tari gandrung laki-laki baru benar-benar lenyap setelah kematian penari terakhirnya, yakni Masran.

Menurut sejumlah sumber, kelahiran Gandrung ditujukan untuk menghibur para pembabat hutan, mengiringi upacara minta selamat, berkaitan dengan pembabatan hutan yang angker.

Pada mulanya gandrung hanya boleh ditarikan oleh para keturunan penari gandrung sebelumnya, namun sejak tahun 1970-an mulai banyak gadis-gadis muda yang bukan keturunan gandrung yang mempelajari tarian ini dan menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian di samping mempertahankan eksistensinya yang makin terdesak sejak akhir abad ke-20.

Tari gandrung juga merupakan sebuah ritual yang ditujukan untuk mengungkapkan kekaguman masyarakat Banyuwangi pada Dewi Sri, seorang dewi yang dalam mitologi Hindu Jawa Kuno dianggap sebagai Dewi Padi atau Dewi kesejahteraan yang telah memberikan hasil panen berlimpah pada masyarakat.

Sekarang ini Tari Gandrung menjadi ikon Banyuwangi dikembangkan terus oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Tari Gandrung awalnya merupakan identitas masyarakat Banyuwangi yang menggambarkan rasa syukur pada musim panen, tetapi kini meluas. Apalagi setelah digelarnya tarian masal yang telah menjadikan Gandrung Sewu acara rutin. 

Warga Banyuwangi bernama Chosih Sudarminasih mengaku bersyukur atas terpeliharanya identitas budaya Banyuwangi. Kini sanggar-sanggar tari yang mengajarkan tari Gandrung, dan minat anak-anak untuk belajar seni tari juga semakin meningkat. Chosih bertekad memiliki panggung pertunjukan sendiri, untuk mewadahi kreativitas anak-anak di bidang seni tari ini.

"Dulu menari Gandrung itu hanya di gandrung terop, tanggapan-tanggapan (pertunjukkan dibayar) itu, tetapi setelah ada Gandrung Sewu, mulai lagi Gandrung itu benar-benar diminati dan luar biasa antusiasnya, lebih-lebih untuk saya daerah Purwoharjo, kalau di Purwoharjo ini luar biasa untuk penari Gandrung karena apa, mereka itu berlomba-lomba kepingin ikut tampil dalam acara Gandrung Sewu. Saat mereka tampil di Gandrung Sewu, itu suatu kebanggaan," ujar Chosih.

Menurut praktisi dan pengajar seni tari sanggar Qiao Guang di Surabaya, Ong Silvia Ongkowijoyo, tari tradisional harus tetap dilestarikan oleh masyarakat bila tidak ingin masyarakat itu kehilangan identitasnya. Mengajarkan seni tari yang merupakan bagian dari budaya suatu bangsa kepada anak sejak usia dini, untuk memastikan tetap bertahannya identitas suatu bangsa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun