Perempuan Batak Yang Kupanggil Ibu
Apa yang terbersit dalam pikiranmu tentang seorang perempuan batak? Keras kepala? Galak? Ceplas-ceplos? Itu perkiraan relatif. Aku ingin mengenalkan padamu tentang seorang perempuan batak. Saya memanggilnya ibu. Seorang janda dengan 7 anak, 2 menantu dan 1 cucu.
Perempuan itu namanya Nurmala boru Siagian. Setelah memiliki cucu, orang-orang memanggilkan Oppung Lionel boru. Pendidikannya cukup rendah, hanya pernah mengecap pedidikan sekolah menengah pertama. Satu yang terendah di antara kakak-kakaknya. Itu pun izajahnya tidak ada.
Ibu berjodoh dengan seorang lelaki biasa-biasa kalau tidak bisa disebut miskin. Seorang honorer di balai pembibitan pertanian. Setelah mengalami jatuh-bangun, dia mengantarkan bapak menjadi pejabat di daerah. Yah, dibalik lelaki yang sukses, ada perempuan yang banting tulang! Perjuangan ibu tidak sampai di situ. Dia juga berhasil mengantarkan 6 anak menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi negeri dan 1 anak menjadi imam katolik (Pastor).
Bagi saya, tuntas sudah tanggung jawabnya sebagai seorang istri dan ibu. Tapi, ternyata tidak! Sebagai seorang perempuan batak yang sudah menjanda, dia masih merasa memiliki tanggung jawab untuk menikahkan 4 anak yang masih lajang! Ibu melanjutkan tanggung jawab adat dari bapak yang sudah berpulang.
Tulisan ini adalah hadiah buat hari ibu, untuk ibuku dan untuk para ibu yang berjuang tak lekang oleh berbagai rintangan. Secara khusus, ini untuk hadiah ulang tahun ke-62 ibuku yang jatuh 18 Desember lalu. Sekaligus permintaan maaf terdalam karena lupa mengucapkan, "Selamat Ulang Tahun, bagimu yang cintanya abadi untukku!"
Hidup Itu Perjuang Tanpa Henti
Saya tidak tahu harus memulainya darimana. Banyak hal yang ingin saya sampaikan. Semua berharga dan penting. Tetapi karena ini untuk hari spesial bagi para ibu, aku memulai dari satu ingatanku tentang ibu di ladang kopi arabika.
Ibuku karena tidak bersekolah tinggi nasibnya berakhir jadi petani. Hari-harinya dihabiskan di sawah dan kebun kopi. Di sela-sela musim tanam dan panen padi, dia menanami berbagai tanaman yang usia panennya tidak terlalu panjang di sela-sela tanaman kopi. Seingatku kadang ditanami cabai, jagung, kentang, dan singkong. Di samping itu, dia memelihara beberapa kerbau dan ayam.
Setelah dewasa, saya berpikir bagaimana ibu melakukannya? darimana tenaga untuk melakukannya? Bayangkan saja, setelah mengurus anak dan suami, dia harus turun ke sawah atau kebun. Lalu, di sela-sela itu harus merawat ayam, babi dan kerbaunya. Kami memang membantu tapi sedikit. Bapak harus ke kantor dan kami anak-anaknya bersekolah.