Mohon tunggu...
Eko N Thomas Marbun
Eko N Thomas Marbun Mohon Tunggu... Penulis - I Kerani di Medan Merdeka Utara I

Tertarik pada sepak bola, politik dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Razia Pelajar Satpol PP Tobasa Dikritik, Mari Berpikir Jernih

9 Februari 2020   15:16 Diperbarui: 9 Februari 2020   15:39 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: radarcirebon.com

Baru-baru ini, ada informasi yang menghebohkan di grub medsos kampung saya (Toba Samosir) yakni kejadian Satpol PP melakukan razia kepada siswa/pelajar yang bolos/cabut dari sekolah. Razia itu mengakibatkan pro dan kontra. Banyak yang menyayangkan. Sebab ada yang berpendapat bahwa tindakan itu kurang mendidik. Mungkin juga heboh karena ada bakal calon Bupati yang "nimbrung". Tapi mari letakkan persoalan ini dengan proporsional.

Beda Zaman Bapak dan Anak!

"Dulu zaman saya masih sekolah. Jika guru memukul saya di sekolah. Saya tidak pernah mengadukan ke orang tua. Kalau sampai orang tua tahu, hukumannya pasti ditambah." Kata-kata defensi seringkali kita dengar, terutama dari generasi old. Pola didik yang jika dihadapkan pada generasi now cenderung ekstrem atau bisa jadi masuk kategori kekerasan.

Dalam konteks hari ini, tantangan dunia pendidikan semakin berkembang. Hal ini seiring dengan masuknya nilai-nilai demokrasi ke dalamnya. Anak menjadi subjek yang harus didengarkan suara. Di sisi lain, kita semua sepakat bahwa anak belum matang cara berpikirnya.

Guru ditempatkan pada posisi yang dilematis. Mereka menjadi gamang dalam menghukum siswa, takut dihukum balik oleh negara. Batasan hukuman menjadi kabur. Akibatnya, siswa-siswi ada yang tumbuh menjadi anak yang melanggar norma dan aturan. Mereka merasa dibela!

Mengenal Lebih Dekat

Saya mengenal betul karakter daerah itu. Sebab, sebelum saya kuliah S1 di UGM lalu melanjutkan S2 di UI. Saya menyelesaikan SD terlebih dahulu di Toba Samosir, SMP dan SMA di Tapanuli Utara. Dalam pemahaman saya, ada pengaruh ekonomi georafi dengan pola mendidik anak.

Kedua daerah itu cenderung sama. Daerahnya berbukit-bukit, jarak antar rumah jauh. Masyarakat hidup dengan bertani pada sebidang tanah yang tidak terlalu subur (jika dibandingkan dengan Tanah Karo misalnya). Karakteristik itu membuat keluarga harus bekerja keras untuk hidup dan menyekolahkan anak.

Anak terutama yang tinggal di daerah pedesaan ikut membantu orang tua. Sehingga dapat dipastikan mereka kurang (tidak) memiliki waktu bermain. Soal mengeyam pendidikan di sekolah, tuntutan berprestasi kepada anak juga tinggi karena sudah menginvestasikan waktu dan uang untuk itu.

Anak yang tumbuh di lingkungan keluarga batak. Umumnya dimotivasi untuk bersekolah yang tinggi dengan harapan memperoleh kehidupan yang lebih baik. Orang tua zaman dulu (mungkin yang sekarang juga) tahu betul peliknya bertani. Pagi berangkat ke sawah. Sepanjang hari bergelut dengan tanah, panas dan hujan. Sore menjelang malam pulang, istirahat. Begitulah sepanjang hari. Kesannya memang hidup begitu berat. Jadi anak dituntut dengan keras untuk bersekolah dengan baik.

Tantangan Pelajar Kekinian

Apakah bolos/cabut dari sekolah persoalan baru? Apakah anak main judi (kartu atau tuo) persoalan baru? Apakah main game (sekarang game online, dulu play station juga persoalan baru? Jika kita berkaca pada masa lalu, ya, sebenarnya tidak juga. Saya yakin anda akan senyum-senyum mengingat perilaku anda atau teman anda pada zaman itu! Anak-anak mencari pelarian bisa jadi karena sekolah tidak menyenangkan, bisa jadi juga karena hal lain.

Jadi persoalan cenderung sama saja mungkin ada sedikit varian, dengan perkembangan teknologi yang massif. Kenapa dulu kita meninggalkan bangku sekolah ketika jam pelajaran? 

Mungkin itu juga yang dialami anak-anak kita. Kalau saya dulu. Sekolah itu tidak enak, di luar lebih menyenangkan. Tapi, kalau dibuat enak belum tentu sama antara satu anak dengan anak yang lain. Jadi enak tidak enak mesti ditelan. Kalau tidak enak, ya, ditinggal. Itu saya. Tentu kalian berbeda.

Razia Boleh Dilakukan Pemerintah!

Pemerintah pada dasarnya menyadari betul. Tidak mungkin ada sekolah yang benar bisa memastikan anak mengikuti pelajaran. Sekolah dan guru pada khususnya juga punya kekurangannya! 

Satu hal yang paling penting, sekolah telah memberi pelayanan minimal. Jadi tidak perlu menuntut terlalu tinggi, sumber dayanya saja terbatas. Sisanya mari kita garap sama-sama. Sebab anak adalah tanggung jawab kita bersama.

Soal Satpol PP didukung Polisi atau TNI melakukan razia, sebenarnya bisa saja. Peraturan Pemerintah (PP 16 Tahun 2018 tentang Satpol PP) menjaminnya. Asalkan hal itu dilakukan dalam menegakkan peraturan daerah atau peraturan kepala daerah, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman dan menyelenggarakan perlindungan masyarakat.

Hukuman yang Mendidik?

Zaman saya masih sekolah, hukuman itu lebih ke fisik. Misalnya disabet lidi, di jemur di halaman, berdiri di depan kelas, dicubit, dicukur marbakka-bakka dan lain-lain. 

Kalau menilainya berdasarkan zamannya, cara itu mungkin pas. Teman-teman yang seumuran saya pun berpikir demikian. Soal hukuman ini, saya tidak bisa berpendapat terlalu jauh. 

Sebab hukuman itu tidak dapat dilepas dari konteks waktu, tempat dan budaya. Mungkin cara yang efektif di satu tempat, tidak efektif di tempat lain.

Menurut Profesor Andreas Eder dari Institut Psikologi Umum Universitas Wrzburg bahwa anak-anak cenderung berhenti melakukan kesalahan jika diberi pilihan, bukan sekedar hukuman atau kritik. 

Artinya, hukuman tidak lantas menaklukan perilaku tidak baik seorang anak, meski ia mengetahui risikonya. Untuk mendisiplinkan anak, jauh lebih baik jika hukuman yang diberikan disertai dengan perbincangan antara orang tua dan anak untuk mengetahui alasan mengapa anak melakukan suatu hal yang dianggap tidak benar oleh orang tua. 

Rangkul mereka untuk berani mengungkapkan alasan saat melakukan suatu hal. Alasan itulah yang harus kita jawab, unang langsung digimbali eh digunduli. Apakah kita mampu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun