Mohon tunggu...
Eko N Thomas Marbun
Eko N Thomas Marbun Mohon Tunggu... Penulis - I Kerani di Medan Merdeka Utara I

Tertarik pada sepak bola, politik dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menjadi Mantan

20 Februari 2017   22:46 Diperbarui: 21 Februari 2017   12:37 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ya, sudah. Bungkus, bang”. Kata wanita itu.

Aku segera membungkus gaun itu memberikannya pada wanita berjas putih yang wajahnya tidak asing bagiku. Sambil menyerahkan bungkusan baju, aku lirik nametag yang menempel di dadanya, dr. Tiur S. Mereka bergegas meninggalkan kios kecilku sementara mataku menatap punggungnya yang perlahan lenyap ditelan ramainya pengunjung Pasar Tanah Abang. Sebegitu mudahnya dia melupakanku setelah semua yang telah kami lewati di kampung dulu. Dia begitu hebat. Sementara bagiku dia masih tetap terkenang. Seperti tertancap di lubuk hati.

 Jonathan tampak melongo. Kehilangan kata-kata. Entah setan apa yang merasuki tubuh anak Samosir ini. Tiba-tiba dia seperti tersadar.

“Bang, itu kan Tiur sama anaknya namboru Tiar”,tegasnya.

“Kalau iya, terus kenapa?”,jawabku.

“Begitu aja, bang?”,tanyanya.

“Jo, apa lagi yang harus aku lakukan?, setiap hari aku menunggu 15 menit di Stasiun Manggarai berharap dia turun dan kami bertemu mengembalikan semuanya seperti semula. Tapi, tidak bisa seperti itu. Dia bahkan tidak pernah turun di Stasiun Manggarai. Apakah aku harus melupakan semua yang sudah kami lewati? Tidak bisa juga seperti itu, apa yang sudah kami lalui adalah perjalanan yang banyak pelajarannya. Dia sudah memberikan warna yang indah dalam hidupku dulu. Itu sangat-sangat tidak pantas untuk dilupakan. Meskipun jika terkenang tidak lagi sebagai sesuatu yang indah. Tetapi menjadi sesuatu yang biasa-biasa saja. Hidup harus kembali menjadi normal ketika yang kita harapkan ternyata memilih bersama orang lain. Lalu kalau dia datang, aku bersua dengan mantan seperti tadi, ya, aku harus seperti dia berjalan dengan percaya diri ke depan”,kali ini aku bijak menjelaskan panjang lebar. Jonathan tampak mengangkuk tanda sepaham denganku.

Ah, nanti aku tidak akan menunggu lagi di Stasiun Manggarai. Lebih baik ak memilih jalan memutar lalu turun di Stasiun Jatinegara. Jauh, memang perjalanannya. Tetapi terkadang begitulah hidup. Ada yang berjalan begitu jauh mencari cinta ke ujung bumi tetapi ternyata cinta itu adalah tetangganya sendiri. Ada yang tidak mau kemana-mana tetapi sekali waktu cinta yang datang dari ujung dunia mengunjunginya. Lalu, cinta pun membawanya berkelana ke ujung-ujung dunia. Ada yang menunggu lama tapi yang ditunggu tidak pernah datang. Ada yang tidak menunggu siapa pun tapi didatangi seseorang. Begitulah hidup.

Tuuuuuttt. Kereta berhenti di Jatinegara. Aku berhenti sejenak, menghirup udara bebas. Lalu aku berjalan buru-buru karena kereta Bekasi telah menunggu di Jalur II. Segera aku masuk ke dalam gerbong kereta. Tempat duduk masih kosong. Aku duduk di sebelah wanita berparas Jawa. Aku julurkan tanganku mengajak berkenalan.

“Marbun”

“Martha”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun