“Agama mengajarkan pesan-pesan damai dan ekstremis memutarbalikannya” (Gus Dur)
Di era cyber saat ini, sangat sulit mengatakan kalau hidup manusia bisa terlepas dari pengaruh media sosial (medsos). Sebab sebagian besar manusia memanfaatkan teknologi ini, motifnya pun beragam baik dari sekedar untuk berkomunikasi sampai mencari penghidupan. Ada pula yang memanfaatkannya untuk menyebar kebaikan tetapi tidak sedikit yang menyebar fitnah dan keburukan.
Medsos pada dasarnya netral sifatnya, tidak buruk dan tidak pula baik, dia sangat tergantung dengan tangan yang memegangnya. Apabila tangan manusia yang memegangnya menuntaskan maksud buruknya maka buruklah dia, tetapi sebaliknya jika tangan yang memegangnya baik maka baik pulalah dia.
Data yang dirilis Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia atau APJII (2015), akses penggunaan internet rata-rata mencapai 10-20 jam perhari. Dari data itu pengguna internet usia 18-31 tahun sebanyak 82 persen. Sementara itu, kelompok terorisme memanfaatkan media internet untuk menyebarkan pesan penuh hasutan dan kebencian serta mengajak aksi kekerasan. Jumlah situs dan akun medsos yang mereka manfaatkan sangat banyak dengan ragam bahasa dan bentuk, diantaranya dalam bentuk tulisan ataupun video berisi hasutan, kebencian, ancaman, dan ajakan kekerasan, juga terdapat pesan instan dengan memprovokasi untuk menyebarkan kebencian terhadap kelompok dan golongan. Maka tidak mengherankan jika rilis data tim riset (2012) dari Kementerian Luar Negeri, INSEP, dan Densus 88 menyebutkan bahwa 47,3 persen pelaku teroris adalah generasi muda dengan kisaran umur 21-30 tahun.
Saat ini, apabila seseorang ingin menjadi pelaku teror tidak perlu harus jauh-jauh belajar ke Suriah, Afghanistan, Irak atau ke tempat lain seperti pola-pola lama perekrutan para ekstrimis. Perkembangan teknologi informasi yang cukup pesat, telah memungkinkan generasi baru teroris dapat secara intensif dilatih melalui medsos. Kegiatan membaiat seseorang cukup dilakukan melalui chatting saja. Seperti kejadian di Medan baru-baru ini. Pelaku yang masih muda dicuci otaknya melalui dunia maya.
Anonimitas
Medsos adalah sarana mengekspresikan diri di dunia maya secara umum. Anak muda khususnya, akan tampil eksis di akun facebook, instagram, path, twitter, google+ dan media sosial lainnya. Media-media mainstream tersebut menjadi tempat upload foto dan menyampaikan gagasan atau kritik secara gratis dan bebas. Faktor anonimitas menjadi hal penting yang mendorong netizen lebih bebas dalam berinteraksi di medsos.
Kerahasiaan identitas diri atau anonimitas sebenarnya bisa menjadi sarana bagi netizen yang memiliki kesulitan untuk mengekspresikan diri tanpa rasa takut identitasnya diketahui oleh orang lain. Oleh karena itu, kerahasiaan itu bisa bermanfaat bagi orang-orang yang menjadi korban kekerasan dan pelecehan. Di lain pihak, kerahasiaan diri memiliki dampak negatif. Kekaburan identitas bisa mendorong netizen bersikap agresif dan tidak bertanggung jawab. Netizen bisa melakukan apa saja tanpa harus takut identitasnya diketahui orang lain.
Insiden cyberbully dan penyemaian kekerasan di medsos (internet) adalah akibat dari cara-cara penyampaian ekspresi diri yang berlebihan karena merasa tidak ada pengawasan . Dalam konteks beragama, hal ini bisa juga melahirkan misi penyebaran agama yang kelewat ekspansif dan agresif. Misi penyebaran agama yang seharusnya beradab kemudian cenderung menjadi bar-bar dan penuh hasutan. Ada tendensi mengesampingkan cara-cara yang beradab lalu diselesaikan dengan cara-cara menistakan agama lain. Bahkan dalam beberapa kasus, kegiatan di dunia maya menembus batas dan mengakibatkan terjadinya kekerasan di dunia nyata. Medsos sering dijadikan sebagai sarana provokasi massa untuk melakukan kekerasan di dunia nyata.
Dakwah Cyber
Pada dasarnya, pemanfaatan medsos sebagai sarana misi mulia agama tidak dapat dihindari, tetapi perlu untuk mengatur dan mendorong misi yang kompetitif dan sehat, bukan kelewat ekspansif dan agresif, sehingga kehidupan beragama di masa datang lebih menyejukkan. Agama tidak bisa dipungkiri di dalamnya ada perintah suci untuk menjadikan manusia hidup dalam dan dengan cara agama tersebut. Oleh karena itu, para netizen tidak ubahnya sebagai misionaris dan pendakwah yang menyebar nilai-nilai agama. Akan tetapi, jika dibiarkan dengan cara-cara yang jauh dari keadaban manusia maka yang akan terjadi adalah kekerasan. Para netizen pun tidak ubahnya teroris yang menyebar teror dengan bertopeng misi mulia agama, padahal agama mana pun di dunia ini tidak pernah menghendaki kekerasan apalagi sampai menghilangkan nyawa manusia. Lantas bagaimana kita merawat kerukunan di era media sosial saat ini?
Perbedaan adalah kodrat setiap umat manusia. Faktanya, manusia itu tidak bisa memilih untuk dilahirkan oleh siapa, lahir dengan agama apa, lahir dimana, dan fitrah lainnya. Fakta lainnya, kita dilahirkan di Indonesia. Negara multikultural yang sejak berdirinya telah disadari para founding fathers sebagai negara yang multi etnis, agama, bahasa, dan kebudayaan. Sebab-sebab itulah yang menguatkan mereka untuk satu keyakinan menetapkan Pancasila sebagai dasar negara dan “bhineka tunggal ika” sebagai semboyannya.
Tentu saja kita harus berpegang teguh kepada agama kita dan menjalankan keyakinan kita sebagai umat beragama. Saat ini, tidak ada alasan untuk tidak “membela agama”. Apalagi dengan adanya medsos, umat beragama bisa share ilmu agama dan melakukan dakwah/penyampaian kepada teman-teman di dunia maya. Sayangnya, kebanyakan pengguna medsos melakukannya denga cara-cara tidak elegan. Banyak yang lebih suka upload meme atau materi tulisan yang mengomentari/merendahkan agama lain daripada shared nilai-nilai kebenaran yang diajarkan oleh agamanya. Oleh karena itu, cara-cara yang merendahkan agama lain harus dihilangkan.
Pada hakikatnya, yang menjadi pembeda Bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain adalah sikap toleransinya. Gus Mus (Kiyai Ahmad Mustofa Bisri) berpendapat bahwa agama adalah wasilah (jalan) dan Allah adalah ghooyahnya (tujuan akhir). Pada dasarnya, semua umat beragama adalah sama. Semuanya sedang berusaha menuju padaNya. Jadi semua pilihan orang harus dihargai, seperti diri kita ingin dihargai karena memilih agama tertentu sebagai wasilah.
Netizen di dunia maya seringkali tanpa merasa bersalah menyerang cara ibadah agama tertentu dengan menuliskan kalimat-kalimat sadis dan menyebarkan video hoax. Isu-isu SARA sering dijadikan sebagai materi untuk mencari sensasi dan menciptakan kontroversi supaya netizen populer. Social climber seperti ini tidak menyadari bahwa apa yang dilakukannya telah menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan. Seringkali bahkan berujung pada kerusuhan yang diakibatkan informasi negatif yang bersifat provokatif tadi. Pada tingkatan yang ekstrim, netizen mungkin memang sengaja melakukan provokasi sebagai pelampiasan sikap bencinya pada agama tertentu.
Agama yang berbeda tentu saja mengakibat ritual umat yang berbeda-beda pula. Ada yang sujud syukur, ada pula yang tengadah. Ada memanifestasikan Tuhan dalam bentuk-bentuk tertentu sebagai simbol kehadiranNya bagi umat manusia. Ada yang memberikan puja-puji lewat shalawat, ada pula yang lewat tangisan. Pada hakikatnya, cara menyerahkan diri umat manusia kepada sang pencipta berbeda-beda. Saking berbedanya, di dalam satu agama tertentu bisa puluhan sekte dan mungkin lebih. Penghormatan kepada agama lain bukan dengan mengikuti cara hidupnya atau menjadikan agama lain itu menjadi milik kita. Penghormatan paling haikiki adalah penghormatan bagi “unsur manusia” yang ada di dalamnya.
Toleransi di Dunia Maya
Kemanusiaan adalah nilai universal yang menunjukkan kesamaan martabat semua umat manusia tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongannya. Nilai-nilai itu pun berlaku dalam konteks dunia maya. Oleh karena itu, netizen dalam berselancar di dunia maya perlu mendidik diri, dididik dan diawasi agar tetap meghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi intra dan antar umat beragama dengan cara;
- Agama adalah hal sensitif, daripada wall anda dipenuhi quote atau tautan artikel yang menyerang agama tertentu baik secara halus atau vulgar di media sosial. Lebih baik, sebarlah nilai-nilai kebenaran umum, sebab kebenaran umum itu berlaku di setiap agama.
- Stop membicarakan hal-hal kotroversial, terutama yang menimbulkan gesekan dengan orang yang tidak sepaham dengan anda, jangan menjadi tenar dengan menambah musuh atau melecehkan agama lain. Anda boleh membicarakannya secara private.
- Anda mungkin menemukan seorang beragama tertentu melakukan kesalahan dengan menyerang agama tertentu tetapi anda harus mendidik diri bahwa tidak semua orang yang seagama dengannya seperti itu. Jangan sampai anda berpikir negatif tentang semua orang dengan agama tertentu.
- Teman medsos anda mungkin menyebar status/komentar yang menyerang agama tertentu. Sebisa mungkin ingatkan dia karena bisa merupakan api yang membakar toleransi antar-umat yang sudah lama terjaga.
- Anda mungkin sudah cukup dewasa ketika berbicara tentang dialog lintas agama tetapi sadarlah bahwa tidak semua netizen sedewasa anda, jadi anda harus cerdas dalam memilih forum yang tepat untuk menyampaikan wawasan anda.
- Berusahalah menjadi "pemadam kebakaran" ketika telah terjadi saling serang dalam comment-comment di media sosial yang anda ikuti, daripada suasana makin keruh lebih baik anda “menjernihkan”.
- Anda harus memulai dari diri anda untuk melakukan “blokir” terhadap medsos-medsos penyebar kekerasan, radikalisme, fitnah, hujat, dan lainnya. Setidaknya, anda sudah menyelematkan satu orang dari hal tidak penting itu.
- Anda mungkin ingin teman medsos anda memahami kebaikan-kebaikan dalam agama anda. Sebarlah nilai kebaikan itu! Jika dulu Sunan Kalijaga dengan lagu lir ilir mengajarkan nilai kebaikan atau Paus Fransiskus dengan membasuh kaki pengungsi muslim di tengah-tengah berkembangnya sentimen anti muslim di eropa. Anda juga boleh melakukannya.
- Pahamilah bahwa negara tidak akan mampu menciptakan polisi yang menjaga ketentraman dan ketertiban di dunia maya. Oleh karena itu, hanya kedewasaan netizenlah yang akan mampu menjaganya dengan menjaga toleransi antar netizen.
Respect, Love and Peace!
https://www.facebook.com/eko.nthomasmarbun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H