Mohon tunggu...
Eko N Thomas Marbun
Eko N Thomas Marbun Mohon Tunggu... Penulis - I Kerani di Medan Merdeka Utara I

Tertarik pada sepak bola, politik dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Misionaris Dunia Cyber

13 September 2016   11:23 Diperbarui: 18 Oktober 2016   18:07 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perbedaan adalah kodrat setiap umat manusia. Faktanya, manusia itu tidak bisa memilih untuk dilahirkan oleh siapa, lahir dengan agama apa, lahir dimana, dan fitrah lainnya. Fakta lainnya, kita dilahirkan di Indonesia. Negara multikultural yang sejak berdirinya telah disadari para founding fathers sebagai negara yang multi etnis, agama, bahasa, dan kebudayaan. Sebab-sebab itulah yang menguatkan mereka untuk satu keyakinan menetapkan Pancasila sebagai dasar negara dan “bhineka tunggal ika” sebagai semboyannya.

Tentu saja kita harus berpegang teguh kepada agama kita dan menjalankan keyakinan kita sebagai umat beragama. Saat ini, tidak ada alasan untuk tidak “membela agama”. Apalagi dengan adanya medsos, umat beragama bisa share ilmu agama dan melakukan dakwah/penyampaian  kepada teman-teman di dunia maya. Sayangnya, kebanyakan pengguna medsos melakukannya denga cara-cara tidak elegan. Banyak yang lebih suka upload meme atau materi tulisan yang mengomentari/merendahkan agama lain daripada shared nilai-nilai kebenaran yang diajarkan oleh agamanya. Oleh karena itu, cara-cara yang merendahkan agama lain harus dihilangkan.

Pada hakikatnya, yang menjadi pembeda Bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain adalah sikap toleransinya. Gus Mus (Kiyai Ahmad Mustofa Bisri) berpendapat bahwa agama adalah wasilah (jalan) dan Allah adalah ghooyahnya (tujuan akhir). Pada dasarnya, semua umat beragama adalah sama. Semuanya sedang berusaha menuju padaNya. Jadi semua pilihan orang harus dihargai, seperti diri kita ingin dihargai karena memilih agama tertentu sebagai wasilah.

Netizen di dunia maya seringkali tanpa merasa bersalah menyerang cara ibadah agama tertentu dengan menuliskan kalimat-kalimat sadis dan menyebarkan video hoax. Isu-isu SARA sering dijadikan sebagai materi untuk mencari sensasi dan menciptakan kontroversi supaya netizen populer. Social climber seperti ini tidak menyadari bahwa apa yang dilakukannya telah menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan. Seringkali bahkan berujung pada kerusuhan yang diakibatkan informasi negatif yang bersifat provokatif tadi. Pada tingkatan yang ekstrim, netizen mungkin memang sengaja melakukan provokasi sebagai pelampiasan sikap bencinya pada agama tertentu.

Agama yang berbeda tentu saja mengakibat ritual umat yang berbeda-beda pula. Ada yang sujud syukur, ada pula yang tengadah. Ada memanifestasikan Tuhan dalam bentuk-bentuk tertentu sebagai simbol kehadiranNya bagi umat manusia. Ada yang memberikan puja-puji lewat shalawat, ada pula yang lewat tangisan. Pada hakikatnya, cara menyerahkan diri umat manusia kepada sang pencipta berbeda-beda. Saking berbedanya, di dalam satu agama tertentu bisa puluhan sekte dan mungkin lebih. Penghormatan kepada agama lain bukan dengan mengikuti cara hidupnya atau menjadikan agama lain itu menjadi milik kita. Penghormatan paling haikiki adalah penghormatan bagi “unsur manusia” yang ada di dalamnya.

Toleransi di Dunia Maya

Kemanusiaan adalah nilai universal yang menunjukkan kesamaan martabat semua umat manusia tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongannya. Nilai-nilai itu pun berlaku dalam konteks dunia maya. Oleh karena itu, netizen dalam berselancar di dunia maya perlu mendidik diri, dididik dan diawasi agar tetap meghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi intra dan antar umat beragama dengan cara;

  1. Agama adalah hal sensitif,  daripada wall anda dipenuhi quote atau tautan artikel yang menyerang agama tertentu baik secara halus atau  vulgar di media sosial. Lebih baik, sebarlah nilai-nilai kebenaran umum, sebab kebenaran umum itu berlaku di setiap agama.
  2. Stop membicarakan hal-hal kotroversial, terutama yang menimbulkan gesekan dengan orang yang tidak sepaham dengan anda, jangan menjadi tenar dengan menambah musuh atau melecehkan agama lain. Anda boleh membicarakannya secara private.
  3. Anda mungkin menemukan seorang beragama tertentu melakukan kesalahan dengan menyerang agama tertentu tetapi anda harus mendidik diri bahwa tidak semua orang yang seagama dengannya seperti itu. Jangan sampai anda berpikir negatif tentang semua orang dengan agama tertentu.
  4. Teman medsos anda mungkin menyebar status/komentar yang menyerang agama tertentu. Sebisa mungkin ingatkan dia karena bisa merupakan api yang membakar toleransi antar-umat yang sudah lama terjaga.
  5. Anda mungkin sudah cukup dewasa ketika berbicara tentang dialog lintas agama tetapi sadarlah bahwa tidak semua netizen sedewasa anda, jadi anda harus cerdas dalam memilih forum yang tepat untuk menyampaikan wawasan anda.
  6. Berusahalah menjadi "pemadam kebakaran" ketika telah terjadi saling serang dalam comment-comment di media sosial yang anda ikuti, daripada suasana makin keruh lebih baik anda “menjernihkan”.
  7. Anda harus memulai dari diri anda untuk melakukan “blokir” terhadap medsos-medsos penyebar kekerasan, radikalisme, fitnah, hujat, dan lainnya. Setidaknya, anda sudah menyelematkan satu orang dari hal tidak penting itu.
  8. Anda mungkin ingin teman medsos anda memahami kebaikan-kebaikan dalam agama anda. Sebarlah nilai kebaikan itu! Jika dulu Sunan Kalijaga dengan lagu lir ilir mengajarkan nilai kebaikan atau Paus Fransiskus dengan membasuh kaki pengungsi muslim di tengah-tengah berkembangnya sentimen anti muslim di eropa. Anda juga boleh melakukannya.
  9. Pahamilah bahwa negara tidak akan mampu menciptakan polisi yang menjaga ketentraman dan ketertiban di dunia maya. Oleh karena itu, hanya kedewasaan netizenlah yang akan mampu menjaganya dengan menjaga toleransi antar netizen.

Respect, Love and Peace!

https://www.facebook.com/eko.nthomasmarbun

https://twitter.com/EkoMarbun

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun