Jika didalami, sesungguhnya falsafah Jawa memberikan banyak sekali petuah-petuah hidup yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, sayang sekali banyak peninggalan yang berupa ajaran leluhur atau ajaran kasepuhan tersebut terkikis dan lambat laun hilang diterpa zaman.
Meski begitu, masih ada banyak orang-orang terpilih yang memilih untuk memilah, melestarikan dan meng-up kan kembali hal-hal tersebut. Salah satu yang saya ketahui adalah Ardian Kresna.
Dalam bukunya, Punakawan Menggugat: Kisah Heroik dari Para Abdi Sejati, kita akan disuguhkan beberapa adegan para Punakawan yang terdiri dari Kiai Semar, Petruk, Gareng dan Bagong. Tidak lupa, di dalam buku ini, Ardian Kresna memaparkannya dengan sangat hidup dan menarik.
Lelucon konyol yang diutarakan oleh para putra Ki Semar tampak sangat renyah. Belum lagi nasihat-nasihat Ki Semar yang begitu mengena, terasa sekali cas-ces-nya. Seketika, saya pribadi setelah membaca petuah yang disampaikan oleh Ki Semar langsung merasa tercerahkan. Ternyata, saya sering tersesat dalam menjalani hidup.
Alhamdulillah, Allah Sang Pencipta masih berkenan mengingatkan, melalui jalan yang tidak disangka, seperti membaca kisah para Punakawan seperti ini.
Salah satu kisah yang saya sangat takjub adalah kisah Petruk. Di dalam buku ini, pada bab Kekeruhan Hati Abimanyu (p. 7), kita akan disuguhi kisah Petruk di halaman hampir akhir (p. 21-25). Memang sebelumnya saya pernah mendengar bahwa dahulu, wujud Petruk tidaklah sedemikian buruk.
Ardian Kresna menggambarkan Petruk yang sekarang lebih spesifik, yakni memiliki hidung yang menjadi kelewat panjang, lengan yang menjulur ke bawah melampaui lutut, badan kurus tapi perut buncit, wajah tirus, dan mulut lebar hampir menyentuh telinga (p. 21).
Wujud yang kini seperti itu, sebelumnya sangatlah berbalikan. Bahkan dia termasuk seorang raja yang tampan, bagus, gagah dan sakti mandraguna di negara Kembangsore. Lantas mengapa dia berwujud aneh?
Ardian Kresna memaparkan bahwa dahulu, Petruk bernama Prabu Mercukilan. Prabu Mercukilan jatuh cinta kepada Dewi Utari di Kahyangan Jonggring Saloka. Karena permintaan baik-baik beliau yang ditolak, akhirnya beliau marah dan mengobrak-abrik Kahyangan. Raja yang sedang kasmaran dan ditolak itu marah bukan main.
Semua Batara bahkan termasuk di dalamnya, Batara Guru babak belur. Keributan tersebut akhirnya reda setelah Kiai Semar yang turun tangan. Kiai Semar mampu mengalahkan Prabu Mercukilan dan menyisakan cacat fisik yang kemudian mengubah fisik beliau menjadi Petruk yang kita kenal. Benar-benar, bukan main. Sedahsyat itu cinta mengubah hidup seseorang. Aih.
Tidak hanya demikian, Petruk juga pernah ngamuk kedua kalinya ketika dia melihat ketidakadilan di marcapada. Baginya, raja-raja sekarang ini sudah sangat gila dan hilang akal. Banyak ratu yang hanya percaya ketika mendengar abdinya melapor tentang kondisi rakyat, tanpa mau melihat kondisi yang sebenarnya berkebalikan dari apa yang dilaporkan.
Sebab tidak tahan, Petruk akhirnya memilih untuk membuat ontran-ontran. Tidak ada raja di marcapada yang bisa menandingi kesaktian raja jin tersebut. Akhirnya, Ki Semarlah yang turun tangan. Beliau menasehati Petruk.
“Thole Petruk, anakku. Berhentilah, Cah Bagus!” Semar membentak dengan suara keras penuh kewibawaan di depan Petruk yang sedang kalap.
“Jangan kau kira aku tidak mengenali sifatmu, Ngger!” Tangan Semar mengacung-acun membuat Petruk segan sehingga tidak mau menatap mata sipitnya.
“Apa yang sudah kau lakukan ini, Thole? Apa yang kau inginkan? Apakah kamu merasa hina menjadi kawula alit? Apakah kamu ingin menjadi raja dan merasa lebih mulia bila menjadi seorang raja, heh? Sadarlah, Ngger, jadilah dirimu sendiri.” (p. 24)
Setelah mendapatkan nasihat tersebut, Petruk akhirnya luruh. Dia diam dan kembali pulang dengan Ki Semar ke Desa Karang Kabolotan.
Dari peristiwa tersebut, kita bisa melihat bahwa Ki Semar merupakan seorang yang sangat sakti. Karena kesaktian beliau, beliau bahkan mampu mengingatkan Petruk dengan ajian yang juga sakti untuk luruh dan bahkan mampu meredam amarah yang sedang bergejolak di dalam hati Petruk.
Tidak banyak kita temui seseorang seperti Ki Semar, yang berwibawa, tenang ketika mendapati masalah, dan berusaha mencari akar permasalahan untuk kemudian menyelesaikannya. Selain itu, ajaran kebijaksanaan Ki Semar juga patut untuk diingat. Bahwa menjadi Kawula Alit bukanlah hal yang hina.
Dalam ajaran Islam juga disampaikan bahwa Allah akan menilai kita berdasarkan kadar ketakwaan kita, berdasarkan iman kita kepada-Nya, bukan berdasarkan status sosial. Jika kita mengamalkan ajaran tersebut dengan baik, rasa bahagia tentu tidak akan pergi dari hati melainkan senantiasa nangkring di sana.
Justru yang pergi adalah rasa was-was, sedih, dan khawatir. Sebab hati senantiasa mengimani, bahwa yang mencukupi hidup kita ya Allah. Asalkan tidak berhenti bekerja yang diniatkan untuk beribadah.
Selain itu, Gus Baha menyampaikan untuk tidak membuat apa yang dikatakan manusia kepada kita ini penting. Jika kita menganggap perkataan manusia penting dan menggantungkan kebahagiaan kita kepadanya, maka bersiaplah untuk kecewa dan hidup dalam kegundahan.
Selain hikmah yang bisa dipetik dari Ki Semar, kita juga bisa belajar dari kehidupan Petruk. Beliau dulunya good looking. Kemudian tiba-tiba berwujud cacat. Adakah beliau mengeluh? Beliau, ex-Prabu Mercukilan yang ganteng maksimal lebih memilih untuk menerima keadaannya, tanpa pamrih.
Beliau juga sangat tawadhu kepada bopo angkatnya, Ki Semar. Selain nilai tersebut, kita lihat, betapa Petruk bukanlah orang yang pendendam. Beliau memilih memaafkan Ki Semar dan bahkan meminta Ki Semar mengangkatnya sebagai anak.
Padahal jika kita tahu, Ki Semarlah yang menjadi wasilah cacatnya fisik beliau dan hilangnya tahta raja dari beliau untuk kemudian hidup sebagai abdi. Hal yang dilakukan Petruk bukanlah hal mudah. Namun Petruk melakukannya.
Dari kisah tersebut, banyak sekali petuah yang bisa kita ambil dan praktikkan dalam hidup. Jika kita mengikuti bagaimana para Punakawan tersebut menyelesaikan masalah dalam hidup, yang berurusan dengan hablumminallah dan hablumminannas, sungguh, hidup kita akan terasa lebih tenang dan bahagia.
Namun, sudah dinaskan dalam Alquran, bahkan manusia memang tempat salah dan lupa. Kita sering sekali lupa siapa kita, dari mana kita, akan ke mana kita. Oleh karenanya, tidak salah jika kita ada untuk saling ingat-mengingatkan. Semoga catatan ini bermanfaat. So long and have a nice day.
Tulungagung, 12 Juli 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H