Mohon tunggu...
Eka Nawa Dwi Sapta
Eka Nawa Dwi Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penulis lepas, pelahap buku, pencinta dongeng. Menulis apa pun yang sedang ingin ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Tips Menulis: Jangan Mundur Sebelum Tamat

25 Maret 2023   14:20 Diperbarui: 25 Maret 2023   17:07 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini saya mendapatkan pertanyaan dari seseorang di situs tanya-jawab Quora, "bagaimana cara mengatasi stuck saat sedang menulis sebuah novel atau karya tulis?"

Tadinya saya hendak menjawab tips yang sering diulang-ulang artikel-artikel tersebar di Google. Rasanya saya sudah hafal metode 'pengalihan' atau 'penyegaran' otak yang disarankan artikel-artikel itu. Jika tidak meminta kita jeda dalam beberapa waktu dengan melakukan aktivitas lain, paling-paling menyuruh kita banyak-banyak membaca buku. Sejujurnya tips itu tidak salah. Memangnya apa lagi yang seharusnya dilakukan seorang penulis kalau bukan membaca buku atau mengumpulkan berbagai informasi untuk tulisannya?

Satu-satunya yang kurang dari sekian saran itu adalah "semua penulis pun tahu" bahwa membaca buku dan melakukan tetek bengek urusan lainnya adalah sebatas usaha mengalihkan perhatian kita dari proyek tulisan.

Tidak ada batasan waktu yang jelas kapan mood kita membaik. Tidak ada jaminan setelah melakukan itu kita akan mendadak menelurkan ide cemerlang lalu berhasil menulis masterpiece dalam sekali duduk. Bisa jadi setelah kembali dari liburan panjang situasinya masih sama. Perasaan terombang-ambing, kritik diri berlebihan, dan keinginan menghapus tulisan masih saja kembali.
Jadi, nasihat apa paling jujur yang bisa saya berikan daripada mengulang-ulang saran klise itu?
Paksakan diri untuk tetap menulis

Entah hari ini kamu merasa tulisanmu jelek atau buruk, pokoknya tulis saja ide-ide yang terapung di kepalamu. 

Babak pertama dan paling krusial dalam penulisan novel adalah menyelesaikan draft pertama. Novel meskipun prosa panjang yang punya banyak konflik, tetap harus saling berkelindan di satu titik bernama 'ending'. 

Jika kamu saat ini belum berada di titik akhir cerita, jangan berpikir untuk mundur atau berhasrat menghapus tulisanmu.

"Tapi aku merasa ini sangat buruk ... aku tidak sanggup melanjutkan tulisanku."

Tenanglah, namanya draft kasar segalanya masih mentah. Tokoh yang flat, adanya rumpang alur, repetisi kata yang mengganggu, narasi yang kelewat gendut atau terlalu kurus, salah ketik, tata bahasa yang kacau, dialog remeh, itu semua masih bisa diperbaiki. 

Bahkan bab demi bab yang sudah kita selesaikan pun bisa kita bongkar kembali kalau memang perlu. Jadi, tidak usah berekspektasi berlebihan saat sedang menulis. Tugasmu kali ini cukup menulis. 

Ingat! Menulis adalah seni menuangkan ide menjadi gagasan dalam bentuk tulisan. Perihal bagus tidaknya dapat kita lanjutkan dalam proses lain bernama 'penyuntingan'.

"Bagaimana kalau saya kehilangan mood melanjutkan tulisan saya?"

Itu biasa. Setiap penulis pasti pernah merasakan kehilangan minat dengan proyek yang sedang ia kerjakan. Bagaimana tidak, bayangkan setiap hari menghabiskan waktu di depan monitor, mengetik kata demi kata, menyusun kalimat yang enak dibaca, membangun karakter, mengatur jalannya cerita. Singkatnya, membangun dunia dengan segala rinciannya rumit dan akan membosankan.

Memang pada awalnya sungguh terasa menyenangkan, apalagi jika ide yang hendak dituangkan sudah dipersiapkan jauh-jauh hari. Atau letupan ide itu muncul dalam semalam sehingga jemari begitu bertenaga menekan tuts keyboard sampai lupa waktu. Tapi layaknya minum air putih demi melenyapkan dahaga, di awal-awal mungkin benar terasa segar, tapi jika diminum berkali-kali, berkali-kali, lama-kelamaan bukanlah lagi perasaan segar yang didapatkan, melainkan hambar dan mual.

Demikianlah dalam hal menulis novel, semangat kita dapat pudar seiring berjalannya waktu. Apalagi jika kita tidak lihai memanajemen waktu kita dengan baik. Misalnya, ketika ide proyek itu direncanakan, alih-alih membagi waktu dalam beberapa hari atau bulan, kita justru mematok tenggat yang tidak masuk akal sehingga memaksakan diri harus menyelesaikannya selekas-lekasnya.

Jadi sama halnya dengan minum terlalu banyak. Menulis terlalu banyak pun dapat menimbulkan kejenuhan. Kalau sudah begitu, maka kita perlu mencari akal agar mood kita segera membaik kembali. Mungkin bisa dimulai dengan mengurangi tegukan-tegukan air dalam sekali jalan. 

Sederhananya, membagi waktu menulis dalam beberapa periode sehingga 'keinginan' meneruskan cerita masih tersisa untuk keesokan harinya.

Saya teringat nasihat yang sering diulang-ulang mentor saya dua tahun silam. Beliau berkata pada kami, murid bimbingannya, "Hentikan menulis meskipun kamu sedang memiliki banyak ide. Cukup catat ide-ide itu untuk keesokan harinya."

Pertama kali mendengar nasihat itu saya kurang senang. Mengapa saya perlu berhenti menulis, padahal ide sedang menggelembung di kepala? Bukankah itu waktu-waktu berharga buat kita mewujudkannya? Bukankah nasihat konyol itu justru menutup keran ide?

Maka saya memilih melawan arus. Menentang nasihat itu dan berkutat dengan proyek sampai saya benar-benar merasa bosan. Tak perlu ditebak, sejak kebosanan menjangkiti saya, maka proyek novel saya resmi terbengkalai. Saya bermalas-malasan. Berlindung di balik mood dari hari ke hari. Menolak menjelaskan kendala saya secara jujur pada mentor menulis saya, kecuali berjanji pada mereka bahwa besok lusa saya akan segera menuntaskan tulisan saya.

Tapi hari esok tetap seperti hari yang lalu. Mood adalah perangkap yang diciptakan oleh saya sendiri.

Setiap kali melihat monitor masih 'blank' putih di depan muka, tangan saya sudah lebih dahulu keram. Pikiran saya berlarian ke mana-mana. Gagasan baru memanggil-manggil. Singkat cerita, saya muak dengan ide dalam proyek lama dan ingin cepat-cepat memulai proyek baru.

Jangan Mundur Sebelum Selesai

Ingatlah nasihat saya ini, meninggalkan tulisan lama dan menggantinya dengan proyek baru bukanlah masalah besar. Kamu sebetulnya bisa berganti-ganti proyek novel sesukamu. 

Beberapa penulis sering menggunakan metode ini sebagai sarana pelarian, sebelum mereka benar-benar menemukan ide untuk melanjutkan proyek lama mereka.

Sayangnya, dalam kasus penulis pemula, metode ini menyesatkan. Alih-alih mereka akhirnya bisa menyelesaikan satu draft kasar, sebaliknya mereka justru tidak pernah berhasil menamatkan satu naskah pun usai berpindah-pindah proyek. Yang terjadi mereka menumpuk puluhan atau mungkin ratusan draft yang gantung. Draft yang barangkali tak dapat diteruskan lagi.

Maka pesan saya singkat saja, "jangan pernah mundur sebelum tamat". Jangan berpindah ke naskah yang baru kalau yang lama belum berhasil kamu tamatkan. Kalau kamu bosan, tidak ada jalan keluar selain tetap dilanjutkan. Entah kamu merasa ide kamu konyol, buruk, atau aneh, pokoknya kamu tulis saja dahulu. Tulis, tulis, dan tulis. Jiwa editormu mesti dibungkam sementara waktu. Yang sekarang dibutuhkanmu hanyalah draft novel yang tamat. Titik. Lain-lain hal masih dapat dibenahi kapan-kapan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun