Mohon tunggu...
Eka Nawa Dwi Sapta
Eka Nawa Dwi Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penulis lepas, pelahap buku, pencinta dongeng. Menulis apa pun yang sedang ingin ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menggugat Beauty Privilege yang Menyakiti Orang Jelek

5 Februari 2020   20:36 Diperbarui: 6 Februari 2022   11:00 1214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menolak Beauty privilege via hipwee.com

Bukannya mendapatkan respons positif atau dukungan , tindakannya justru jadi sasaran kemarahan warganet yang merasa tersinggung.

Orang-orang yang merasa dirinya 'jelek' pun beramai-ramai membagikan pengalaman mereka sehari-hari ketika mendapatkan perlakuan tidak adil lantaran fisik tak memenuhi standar ideal di lingkungannya. Menurut mereka Jefri semakin memperjelas adanya dinding pembatas di antara orang jelek dan tidak jelek. (Baca juga artikel Memahami Derita jadi Orang Jelek)

Ia tampaknya lupa mengenai "beauty privilege". Tidak bisa dipungkiri, seseorang yang dianggap cantik/tampan sesuai standar yang dianut orang-orang tentu akan mendapatkan keistimewaan atau keunggulan tersendiri. Selain kesalahan mereka kerap dimaklumi, ada juga keistimewaan lainnya seperti lebih diunggulkan dan diperhatikan.

Walaupun demikian, keistimewaan ini tidak bisa didapatkan semata-mata hanya bermodalkan wajah. Tentu saja harus didukung oleh kemampuan lain seperti kecerdasan, bakat, penampilan, dan sikap. Namun, keberadaan fisik ideal itu biasanya lebih mudah menarik perhatian orang lain.

Beauty Previlege memang sudah lama ada. Kita sadar, beberapa lowongan kerja perbankan menulis secara gamblang mengenai syarat harus berpenampilan 'menarik'. Kata 'menarik' tidak cukup diartikan sebagai bersih, rapi, dan sopan saja.

Menurut KBBI (2020),  menarik berarti menyenangkan (menggirangkan, menyukakan hati karena indahnya, cantiknya, bagusnya). Dari kata 'menarik' saja kita sudah paham adanya hak-hak istimewa bagi mereka yang rupawan.

Ironisnya, jika orang berparas menarik dicitrakan sebagai sosok cerdas dan baik-baik, kebalikannya orang-orang yang dicap jelek (tak memenuhi standar lingkungannya). 

Mereka sering mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari orang sekitar, sering dinomor duakan, dan mendapat stigma negatif. Bahkan ada yang sampai di-bully.

Jefri sepatutnya tidak reaktif menanggapi sindiran-sindiran yang orang lain layangkan padanya. Sebab, mau tidak mau, suka tidak suka,  dia sudah menikmati keistimewaan itu tanpa ia sadari atau diminta.

Kalau ada pihak-pihak merasa cemburu dan tidak terima, toh itu sesuatu yang wajar. Tidak mungkin keistimewaan itu hanya membawa hal baik dan enak saja, pasti juga menimbulkan sisi buruk, yaa salah satunya pandangan skeptis dan sentimen di pihak kontra.

Kalau dia berusaha menghapus standar yang ada? Untuk apa? Memangnya saat ini daya tarik apa yang membuat ia bisa unggul dibandingkan aktor lainnya (yang notabene lebih jago bermain film)?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun