Mohon tunggu...
Eki
Eki Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penulis lepas, pelahap buku, pencinta dongeng. Menulis apa pun yang sedang ingin ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Utang Bangsa Demi Kedaulatan

28 Desember 2019   10:12 Diperbarui: 28 Desember 2019   10:30 1554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konferensi Meja Bundar (sumber: kompas.com)

Kemarin, bertepatan tanggal 27 Desember mengingatkan kita pada peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia. Hari di mana Belanda resmi mengakui kemerdekaan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949. 

Kesepakatan ini  ditanda tangani langsung oleh Ratu Belanda Juliana di Paleis op de Dam, disaksikan oleh Perdana Menteri Republik Indonesia Serikat (RIS), Mohammad Hatta dan perwakilan lainnya.

Dalam buku-buku sejarah yang pernah saya baca, peristiwa Nederlands Indonesische Rondetafelconferentie ini dijelaskan hanya sebatas hasil perjanjian dan proses deklarasi itu berlangsung. Ada satu hal yang tak kalah penting yang tidak dijabarkan, yaitu mengenai alasan di balik alotnya perundingan antara RIS-Belanda yang berlangsung sejak tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949.

Ini mengenai permintaan pihak Belanda agar RIS membayar utang kepada mereka. Tidak tanggung-tanggung, negara penjajah yang bercokol di tanah air selama berabad-abad itu menghitung periode utang mulai sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda sampai penyerahan kedaulatan. Sedangkan Indonesia sendiri saat itu cuma bersedia membayar utang terhitung sejak Maret 1942.

Setelahnya  perundingan terus berlanjut, akhirnya tercapai kesepakatan. Di mana Belanda bersedia menyerahkan kedaulatan Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949 dengan catatan Indonesia harus membayar utang pada Belanda sebesar 6,5 miliar Gulden.  

Merle Cochran, seorang utusan Komite PBB untuk Indonesia (UNCI) menyadari angka ini terlalu tinggi untuk dibayar oleh Indonesia yang baru saja merdeka. Hasil tawar menawar pun akhirnya Belanda memberikan penurunan menjadi sebesar 4,5 miliar Gulden.

Kedaulatan yang dijanjikan Belanda sebenarnya tidak penuh, karena wilayah Irian Barat tidak diikut sertakan dalam perjanjian itu. Menurut  Ringo Rahata (2019) dalam 'Perjuangan Diplomasi Indonesia Mempertahankan Kemerdekaan', isi perjanjiannya ialah sebagai berikut,

1. Belanda mengakui keberadaan RIS (Republik Indonesia Serikat) sebagai negara merdeka dan berdaulat. RIS terdiri atas Republik Indonesia dan lima belas negara bagian yang dibentuk Belanda.

2. Masalah Irian Barat akan diselesaikan setahun kemudian setelah pengakuan kedaulatan.

3. Corak pemerintah RIS akan diatur melalui konstitusi yang dibuat oleh delegasi Republik Indonesia dan BFO selama KMB berlangsung.

4. Akan dibentuk Uni Indonesia--Belanda yang bersifat lebih longgar berdasarkan kerja sama secara sukarela dan sederajat.

Perjanjian yang berdasarkan kesepakatan ini dijabarkan secara rinci oleh Prof. Dr. Boediono dalam Ekonomi Indonesia (2017). Dilansir dari Tirto (27/12/2017) empat kesepakatan yang dimaksud yaitu,

Pertama, perusahaan-perusahaan milik Belanda diperbolehkan kembali beroperasi sama seperti sebelum terjadinya perang dan bebas mentransfer keuntungannya.

Kedua, Indonesia membayar utang Pemerintah Hindia Belanda sebesar 1,13 milyar dolar AS.

Ketiga, Indonesia perlu berkonsultasi dan meminta persetujuan kepada Belanda dalam pengambilan kebijakan tertentu.

Keempat, pihak Indonesia bersedia menanggung pembiayaan 17 ribu karyawan bekas Belanda selama 2 tahun. Dan menampung 26 ribu tentara mantan KNIL.

Soekarno pada masa pemerintahannya hingga tahun 1956 sudah membayar sekitar 4 milyar gulden, tersisa sekitar 650 juta gulden  lagi yang tak ia lanjutkan. Meskipun demikian, berkat kesepakatan poin (1) maka sebenarnya Belanda sudah mendapat hampir 1 milyar gulden lainnya dari perusahaan-perusahaannya yang ada di Indonesia.

Presiden Soekarno menolak membayar sisa-sisa utang itu, bahkan ia menyatakan bahwa Irian Barat sebagai bagian dari Indonesia. Dalam pidatonya (1942) yang berjudul  "Seluruh Rakyat dari Sabang sampai Merauke Bertekad Membebaskan Irian Barat dalam Tahun ini juga" di Palembang, Soekarno secara terang-terangan berniat membebaskan Irian Barat. Menuntut kedaulatan yang tidak tercantum dalam perjanjian KMB sebelumnya.

Betapa mahal harga yang harus dibayar bangsa ini kepada penjajah saat itu demi mencapai kemerdekaan penuh. Tidak heran bila Presiden Soekarno akhirnya mewariskan kembali utang kepada Soeharto, baik hutang perjanjian Hindia Belanda maupun utang dari Blok Timur.

Sebagai warga negara Indonesia, saya memahami bagaimana keputusan terberat yang harus diambil pemerintah kala itu. Baik dengan perang maupun diplomasi dengan pihak Belanda. Semata-mata demi mendapatkan kedaulatan utuh melalui pengakuan secara internasional.

Sejak berdirinya Boedi Oetomo (1908)  sampai Konggres Pemuda ke-II (1928) yang mengukuhkan Sumpah Pemuda, maka menjadi semangat juang bagi para bapak pendiri Indonesia (the founding fathers) untuk merancang kemerdekaan sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 (Piagam Jakarta/Jakarta Charter) alinea ke-2 yang berbunyi,

"Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur."

Tanggal 17 Agustus 1945 sudah sepantasnya secara mutlak kita anggap sebagai hari lahirnya Indonesia. Negara yang awal mulanya terbentuk dari penyatuan daerah-daerah jajahan kolonial (atas dasar kesamaan nasib) dan juga berdasarkan sejarah lampau (kenangan kejayaan masa kerajaan).

Belanda setelah 60 tahun kemerdekaan Indonesia, baru bisa move on pada tahun 2005 dengan mau mengakui secara tidak langsung kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Pernyataan tanpa disertai kata maaf dan penyesalan itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Belanda Bernard Bot pada pidatonya sehari menjelang hadir dalam peringatan kemerdekaan di Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun