Mohon tunggu...
Eka Nawa Dwi Sapta
Eka Nawa Dwi Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penulis lepas, pelahap buku, pencinta dongeng. Menulis apa pun yang sedang ingin ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Utang Bangsa Demi Kedaulatan

28 Desember 2019   10:12 Diperbarui: 28 Desember 2019   10:30 1554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konferensi Meja Bundar (sumber: kompas.com)

Perjanjian yang berdasarkan kesepakatan ini dijabarkan secara rinci oleh Prof. Dr. Boediono dalam Ekonomi Indonesia (2017). Dilansir dari Tirto (27/12/2017) empat kesepakatan yang dimaksud yaitu,

Pertama, perusahaan-perusahaan milik Belanda diperbolehkan kembali beroperasi sama seperti sebelum terjadinya perang dan bebas mentransfer keuntungannya.

Kedua, Indonesia membayar utang Pemerintah Hindia Belanda sebesar 1,13 milyar dolar AS.

Ketiga, Indonesia perlu berkonsultasi dan meminta persetujuan kepada Belanda dalam pengambilan kebijakan tertentu.

Keempat, pihak Indonesia bersedia menanggung pembiayaan 17 ribu karyawan bekas Belanda selama 2 tahun. Dan menampung 26 ribu tentara mantan KNIL.

Soekarno pada masa pemerintahannya hingga tahun 1956 sudah membayar sekitar 4 milyar gulden, tersisa sekitar 650 juta gulden  lagi yang tak ia lanjutkan. Meskipun demikian, berkat kesepakatan poin (1) maka sebenarnya Belanda sudah mendapat hampir 1 milyar gulden lainnya dari perusahaan-perusahaannya yang ada di Indonesia.

Presiden Soekarno menolak membayar sisa-sisa utang itu, bahkan ia menyatakan bahwa Irian Barat sebagai bagian dari Indonesia. Dalam pidatonya (1942) yang berjudul  "Seluruh Rakyat dari Sabang sampai Merauke Bertekad Membebaskan Irian Barat dalam Tahun ini juga" di Palembang, Soekarno secara terang-terangan berniat membebaskan Irian Barat. Menuntut kedaulatan yang tidak tercantum dalam perjanjian KMB sebelumnya.

Betapa mahal harga yang harus dibayar bangsa ini kepada penjajah saat itu demi mencapai kemerdekaan penuh. Tidak heran bila Presiden Soekarno akhirnya mewariskan kembali utang kepada Soeharto, baik hutang perjanjian Hindia Belanda maupun utang dari Blok Timur.

Sebagai warga negara Indonesia, saya memahami bagaimana keputusan terberat yang harus diambil pemerintah kala itu. Baik dengan perang maupun diplomasi dengan pihak Belanda. Semata-mata demi mendapatkan kedaulatan utuh melalui pengakuan secara internasional.

Sejak berdirinya Boedi Oetomo (1908)  sampai Konggres Pemuda ke-II (1928) yang mengukuhkan Sumpah Pemuda, maka menjadi semangat juang bagi para bapak pendiri Indonesia (the founding fathers) untuk merancang kemerdekaan sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 (Piagam Jakarta/Jakarta Charter) alinea ke-2 yang berbunyi,

"Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun