Mohon tunggu...
Kisemarmendem
Kisemarmendem Mohon Tunggu... -

simple

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Inilah Penjelasan Resmi Tentang Tim Khusus yang Dibentuk Kantor Andi Arief

14 Februari 2012   13:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:39 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama  10 tahun terakhir, Indonesia dilanda oleh berbagai macam bencana alam yang mengakibatkan korban jiwa mencapai ratusan ribu dan kerugian material yang sangat banyak.  Tragedi fenomenal dari tsunami besar di Aceh tahun 2004 misalnya, adalah contoh konkret masa kini tentang bagaimana suatu bencana alam dapat menghancurkan sebagian besar peradaban di Banda Aceh hanya dalam tempo sekejap saja.

Sebelumnya masyarakat,  khususnya di wilayah Aceh, hampir tidak mengenal kata tsunami sehingga sama sekali tidak siap menghadapi bencana tsunami. Padahal dalam perbendaharaan di Aceh ada kata Ieu beuna yang artinya air bah besar.

Di tempat lain, pulau Simelue misalnya, masyarakat masih ingat akan peristiwa bencana besar  tsunami di masa lalu, karena kejadiannya belum begitu lama, yaitu tahun 1907. Sehingga orang Simelue yang masih mengenal tsunami atau smong bisa menjadi lebih siap dan banyak yang selamat ketika peristiwa tsunami Aceh tahun 2004 terjadi.

Penelitian yang dilakukan oleh Tim Bencana Katastropik Purba bersama peneliti gempa dan tsunami dari Earth Observatory of Singapore (EOS) dan LIPI bekerjasama dengan Arkenas berhasil menguak fakta bahwa ternyata banyak  sisa bangunan kota kuno yang berada beberapa meter di dasar laut di lepas pantai Ujong Batee, Aceh Besar.

Data eskavasi geologi dan radiometric dating diketahui bahwa kota kuno tersebut musnah diterjang tsunami besar pada abad 14.

Pembelajaran mengenai sejarah bencana alam di masa lalu, dan upaya untuk mengurangi dampaknya menjadi hal yang penting guna meningkatkan ketahanan masyarakat dalam menghadapi bencana dimasa mendatang. Jadi seharusnya masyarakat di sana dapat belajar dari sejarah bencana alam di masa lalu sehingga bisa bersiap diri.

Kurangnya data sejarah dari kejadian bencana alam di masa lalu, di bumi Nusantara menyebabkan masyarakat tidak berdaya dan kehilangan memori akan pengalaman dan kearifan dari masa lalu.

Rentetan kejadian gempa besar dan tsunami kemudian terjadi secara berantai setelah tahun 2004, termasuk kejadian gempa Nias tahun 2005, gempa Jogya tahun 2006, gempa-tsunami Pangandaran tahun 2006, gempa-tsunami  Bengkulu tahun 2007, dan terakhir gempa-tsunami Mentawai yang terjadi pada bulan September 2010.

Pada tahun 2006, masyarakat Jogja juga tidak siaga terhadap ancaman bencana gempabumi, karena sebagian besar masyarakat menganggap wilayah ini aman dari bencana gempa.  Padahal,  bencana gempa serupa dengan kekuatan lebih besar, pernah terjadi pada tahun 1857 menewaskan sekitar 500 orang.

Kita menyaksikan bagaimana letusan gunung merapi tahun 2010 yang dahsyat tersebut kembali memporakporandakan wilayah Jogyakarta setelah gempa tahun 2006.  Semburan awan panas gunung api atau piro-klastika atau dikenal sebagai wedus gembel menewaskan banyak jiwa dalam sekejap.  Demikian juga muntahan abu dan limpahan lahar dingin mengancan jiwa dan kesehatan penduduk setempat.

Candi Borobudur yang sekarang menjadi kebanggaan nasional dan termasuk kedalam salah satu keajaiban dunia sebelum ditemukan pada abad 18, tertimbun oleh endapan gunung api muntahan dari Gunung Merapi yang sudah menjadi hutan sehingga sukar dikenali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun