Mohon tunggu...
Ekel Sadsuitubun
Ekel Sadsuitubun Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Elektronika dan Komputer, Filsafat Serta Musik

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sumbangan Filsafat Bagi Kebudayaan - Berfilsafat Indonesia: Sebuah Pencarian dari "Dolo" Hingga Larwul Ngabal Dalam Suku Kei

23 November 2022   06:42 Diperbarui: 23 November 2022   09:18 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sumbangan Filsafat bagi Kebudayaan

Berfilsafat Indonesia: 

Sebuah Pencarian dari "Dolo" hingga Larwul Ngabal dalam Suku Kei  

(Mikael Ekel Sadsuitubun - Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng Manado)

Pendahuluan 

            Dalam tulisan ini, penulis hendak menguraikan secara singkat filsafat dalam kebudayaan suku Kei dan dari filsafat suku Kei inilah penulis mengarahkan perhatian pada aktifitas berfilsafat dalam keseharian hidup masyarakat tersebut. Tesis utama dari tulisan ini adalah berfilsafat Indonesia. Maka tulisan ini akan mengikuti alur pemikiran sebagai berikut. Pertama, apa perbedaan antara filsafat-Indonesia dan berfilsafat-Indonesia? Kedua, siapakah Ditsakmas dalam suku Kei? Ketiga, hukum Dolo ke hukum Larwul Ngabal? Dan akhirnya bagian keempat, berfilsafat dalam suku Kei.

1. Apa Perbedaan Filsafat Indonesia dan Berfilsafat Indonesia?

    Berfilsafat Indonesia sesungguhnya adalah sebuah pencarian terus-menerus. Berfilsafat Indoensia merupakan aktifitas berpikir masyarakat suku Kei, sebab disana diawali dengan aktifitas budi menggali, mencari, mengembara dan menjelajah. Sementara filsafat Indonesia adalah sebuah ide, sistem, pemikiran dan pandangan hidup. Filsafat Indonesia punya konotasi doctrinal-ideologal-tradisional (ajaran, ide yang mentradisi) dalam suku Kei seperti hukum Larwul Ngabal. Filsuf Martin Heidegger berkata, yang kita bisa kerjakan ialah belajar berfilsafat (philosophizing), bukan mempelajari filsafat semata. Sebab mempelajari filsafat mempunyai konotasi mengulang-ulang ide, pemikiran, teori. Tentu saja ide, pemikiran world-View Indonesia sebagai sebuah filsafat tetap perlu digali dan dieksplorasi. Berfilsafat-Indonesia pada giliranya memaksudkan aktivitas pencarian dan penggalian secara mendalam aktivitas berpikir yang terjadi itu harusnya menjadi milik masyarakat Indonesia khususnya dalam masyarakat suku kei. Ini merupakan bentuk berfilsafat yang mengeksplor lokalitas atau kebijaksanaan milik masyarakat suku Kei.[1] Setelah memahami perbedaan filsafat Indonesia dan berfilsafat Indonesia maka selanjutnya bagaimana asal-usul suku Kei itu?

2. Siapakah Ditsakmas dalam Suku Kei?

     Menurut legenda, ada seorang musafir yang dipercaya berasal dari Bali bernama Kasdew, ia mendarat di teluk Sorbay (bagian barat kepuluan Kei). Di Kei, Kasdew kawin dan kemudian mempunyai empat orang anak, tiga laki-laki dan satu anak perempuan. Tebtut adalah putra sulung yang kemudian hari akan menjadi raja di Ohoivur, sedangkan anak perempuan yang paling bungsu bernama Ditsakmas. Putri bungsu inilah yang kemudian kawin dengan seorang tokoh ternama dan pembuat perahu piawi, yaitu Arnuhu dari desa Danar di ujung selatan bagain timur pulau Kei Kecil. Dalam legenda dikisahkan bahwa, dalam perjalanannya menjumpai Arnuhu, Ditsakamas dirampok ditengah jalan akibat "Dolo" (sejenis hukum rimba) pada waktu itu. Barulah pada perjalanannya yang kedua, Ditsakmas berjalan melalui desa Wain di pesisir Timur dan berhasil menjumpai Arnuhu suaminya. Mengapa bisa bertemu suaminya dalam perjalanan kedua ini tanpa ada halangan seperti perjalanan pertama? Hal ini karena dalam perjalanan kedua ini, Ditsakmas menaruh daun kelapa muda putih (pucuk daun atau tombak kelapa) dalam yavar (bakul atau keranjang bertali yang dipikul pada tubuh bagian belakang) barang-barang perbekalannya sebagai tanda larangan bagi orang lain untuk mengambilnya. Diantara barang-barang perbekalan Ditsakmas terdapat seekor kerbau yang dinamakan kerbau Siuw. Kerbau ini kemudian disembelih di desa Elar-Ngursoin antara desa Wain dan desa Danar yang dibagi menjadi Sembilan bagian untuk Sembilan perwakilan desa (ur siuw) yang hadir saat itu.[2]        

        Nah dari perbekalan yang dibawakan oleh Ditsakmas inilah kelak menjadi latar belakang hukum adat yang dianut atau dipegang oleh masyarkat suku Kei hingga saat ini.

3. Hukum "Dolo" ke Hukum "Larwul Ngabal"

     Akibat "Dolo" yang meresahkan dikarenakan tindakan-tindakan tidak berperikemanusiaan dalam suku Kei, maka lewat apa yang dialami oleh Ditsakmas dan dalam proses pembagian daging kerbau  kepada Sembilan desa yang dilakasanakan di desa Elar-Ngursoin inilah kemudian lahir kesepakatan yang kemudian menjadi dictum hukum Larwul.[1] Sedangkan hukum Ngabal bermula dengan mendaratnya saudara Kasdew bernama Jangra (paman dari Ditsakmas) di Ler Ohoilim. Di tempat inilah Jangra memotong ikan paus (ler) dan dibagikan kepada warga Lorlim di Pulau Kei Besar. Dalam pertemuan inilah lahir kesepakatan yang menjadi hukum Ngabal (tombak Bali). Selanjutnya hukum adat Larwul Ngabal terdiri dari tujuh pasal (sasa sor fit) sebagai berikut:

  • Uud entauk advunaad               : kepala bersatu bertumpuh pada pundak.
  • Lelad ain fo mahiling                 : leher bersifat mulia, murni, luhur.
  • Uknit envil atummud                 : kulit membungkus tulang.
  • Lar nakmot ivud                           : darah terkumpul dalam perut
  • Rek fo kelmutun                           : sekatan atau batasan harus di hormati, diluhurkan.
  • Oryain fo mahiling                      : tempat tidur orang berumah tangga murni, tak bernoda, agung.
  • Hira ni fo ini, it did fo it did      : milik orang tetap milik orang dan milik kita tetap milik kita.

      Sasa sor fit merupakan daftar kesalahan yang dilarang karena melanggar hukum Larwul Ngabal "Sasa" atau disingkat "sa" berarti kesalahan, "sor" berarti helai, bagian, lapisan. "fit" berarti tujuh. Sehingga harafiahnya berarti kesalahan berlapis tujuh atau kesalahan yang tersdiri dari tujuh bagian. Sasa sor fit kemudian disusun menjadi hukum Navnev, Hanilit dan Hawear Balwirin (terbuat dari daun kelapa muda putih atau pucuk daun atau tombak kelapa). Dari lapisan atau tingkat kesalahan tersebut kita dapat mengetahui secara konkrit jenis pelanggaran terhadap hukum Larwul Ngabal. [3]

     Setelah memahami hukum Larwul Ngabal secara singkat sekaligus mengetahui filsafat suku Kei, selanjutnya bagaimana berfilsafat dalam suku Kei dengan hukum Larwul Ngabal sebagai dasar filsafatnya? Pertanyaan ini mengarahkan perhatian penulis untuk melakukan analisis filosofis dan melihat sumbangan filsafat melalui aktifitas berfilsafat terhadap budaya suku Kei.

4. Berfilsafat dalam Suku Kei

      Dalam uraian point kedua di atas terlihat adanya tindakan kekerasan, ketidak-adilan dan tindakan-tindakan berbahaya lainnya dalam masyarakat secara social dan individual. Itulah latar belakang kemunculan hukum Larwul Ngabal sebagai filsafat (doctrinal-ideologal-tradisional) dalam masyarakat suku Kei. Dengan adanya sasa sor fit masyarakat suku wajib dan harus menjalankan semuanya itu tanpa terkecuali. Masyarakat suku dalam hidup hariannya sangat taat pada hukum Larwul Ngabal dengan sasa sor fit nya, hukum ini pulah yang membentuk karakteristik dan kekhasan pemikiran masyarakat suku Kei. Proses menjalankan hukum ini menunjukan adanya pergumulan hati nurani sekaligus rasionalitas atau dengan kata lain hati yang menalar. Sebab di sana masyarakat secara tidak sadar menjalankan aktifitas budi menggali, mencari, mengembara dan menjelajah nilai-nilai dari hukum Larwul Ngabal. Kekayaan seperti maren (kerjasama), melindungi harkat dan martabat kaum perempuan, kerja keras, jujur serta saling menghormati menghargai, itdok itdid kuwat dokwain itmifnon itdid mimiir (kita menempati tempat kita dan tetap menjinjit bagian kita), itwait teblo uban ruran (kita hidup sejujur-jujurnya dan tetap berjalan tegak lurus) sehingga secara sadar atau tidak sadar (menjadi habitus) nilai-nilai itu hidup dan mempengaruhi masyarakat, disana pula keyakinan bahwa ikbo hukum adat enfangnan, anbatang haraang (dengan demikian barulah hukum adat menyayangi atau melindungi kita), nit yamad ubudtaran, nusid teod erhoverbatang fangnan (sehingga seluruh leluhurpun ikut menjaga dan menyayangi kita), duad enfangnan wuk (dan Allah pun melindungi kita) itu dihidupi, diyakini dan dilaksanakan dalam kehidupan harian secara individual baik di dalam daerah Kei atau saat berada di tempat perantauan. Nilai-nilai ini merupakan lokalitas Suku Kei yang merupakan bagian dari kekayaan Keindonesiaan. Contoh maren dalam skala nasional, dalam berita CNN Selasa 31 Maret 2020, ketika tim medis mengalihkan anggaran besar ke pengadaan perlengkapan pakaian medis dll, itu mengurai anggaran konsumsi mereka. Nah karena tergerak oleh keadaan itu maka salah satu usaha katring makanan tergerak untuk membantu pasokan makanan bagi tim medis di rumah-rumah sakit. Ini menunjukan adanya peran aktifitas berfilasafat oleh masyarakat secara lokal ataupun secara luas melalui nilai-nilai kebudayaan yang mereka hidupi.        

5. Penutup

     Peran atau sumbangan filsafat bagi kebudayaan melalui filsafat yang ada dalam masyarakat setempat filsafat itu masyarakat kemudian berfilsafat dalam kesehariannya secara sadar dan secara tidak sadar. Secara tidak sadar karena nilai-nilai kebudayaan itu telah hidup didalam diri dan tindakan harian mereka.

Daftar pustaka 

Riyanto F.X. Eko Armada. Berfilafat Indonesia: Sebuah Pencarian dari Bima Suci hingga Kentut Semar. Artikel dalam: Simposium Internasional Filsafat Indonesia - Kebijaksanaan Lokal. Jakarta: Kompas Media Nusantara. 2019.

Babaubun Petrus dkk. Larwul Ngabal. Dalam Paper: Multicultural; Proses Pembinaan. Pranovisiat MSC Pineleng. 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun