Mohon tunggu...
Eka Swardhana
Eka Swardhana Mohon Tunggu... -

Sweet seventen telah berlalu hihi :) blog: ekaswardhana.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[My Deary] Berakhir di Landasan Pacu Bandara

13 April 2016   10:28 Diperbarui: 13 April 2016   10:55 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="www.kompasiana.com"][/caption]Dear Diary,,

Biarpun merdunya pekikan burung itu lenyap, tak mengapa jika akan ada siulan baru burung pipit yang hinggap di dahan sebelah. Nun jauh disana sebuah bintang menjelma bagai bongkahan ilusi yang tak lekang oleh waktu. Gemericik gerimis menyiratkan, tak ada lagi waktu yang tersisa. Dapatkah ia kembali seperti sediakala?

Siuuuuuuuuuuuuu, suara bergemuruh…

Sudah mesti tak ada lagi episode baru yang sejatinya tak harus ada, bukan maksud menutupi. Namun sebagian inti dari semua ini adalah kamu.

 

“Jadi gitu tho Bi?” aku hanya bisa mengiyakan perkataan Bibi,

“Berarti udah lama ya dia digituin. Pantesan aja ada yang beda dari sikap dia, suka cari perhatian. Ternyata dia punya luka di masa lalu?” tambahku.

 

Hay Dear,,,

Kala itu aku masih tak percaya jika Ia seperti itu. Tapi aku pun merasa ada hal aneh darinya, feelingku mengatakan bahwa ia punya dunia lain. Pikirku mungkin dunia ciptaanyanya itu adalah hasil dari pemberontakannya dari luka hatinya yang sudah lama yang mungkin saja mengeras.

Dalam-dalam ku hirup udara segar menyegarkan hidung, menarik semua energy positif dari sekitar. Dengan sabar aku menunggu bersama ia yang ku anggap lara hatinya itu. Tapi Dear bila diperhatikan lebih sekasama nyaris tak ada yang salah. Senyumnya merekah, matanya sedikit sayu dan sedikit muka lelah yang tertera. Entah apa yang ku rasa, melihatnya dengan enggel seperti ini membuat ia tampak lebih karismatik. Begitulah pikirku, padahal ia punya setumpuk beban yang tak berkesudahan.

Yah, aku terpukau melihat benda besar itu secara nyata. Lucu memangDear hehe, namun seperti itulah adanya, ia hanya geleng-geleng kepala melihatku yang aneh sekaligus katro.

“Ayo pulang, beneran ni mau nunggu pesawatnya?” tanyanya berkali-kali,

“Sebentar loh, aku masih betah disini!”pintaku agak merengek

“Aduh, beneran ini mau nunggu pesawatnya?” Tanyanya sekali lagi,

“Harusnya kita liat jadwal terbangnya ya, sebentar lagi deh! Aku suka disini,” rayuku untuk terakhir kali.

Berada dalam situasi seperti ini aku teringat salah satu adegan di film Meteor Garden saat Tho Ming Se dan pacarnya melihat pesawat lepas landas Dear hehe. Saat teringat itu, sebenarnya dalam hati aku tertawa geli. Suasana ini begitu romantic. Walau banyak waktu yang terlewat dengan kesunyian.

tak lama apa yang kutunggu tiba jua, sedikit demi sedikit seonggok badan besar itu perlahan berjalan. Setelah itu deru suara kencangnya bergemuruh kian cepat berlari..

aku lantas menutup telinga, sementara ia masih saja beradu dengan emosi yang ada dalam benaknya tanpa menghiraukan deru kencang suara pesawat take off yang memekakkan telinga. Aku sungguh terpukau Dear..

Di sore yang sayu, mega merah mulai tampak. Bermandikan cahaya orange kuputuskan untuk pulang dan pergi meninggalkan beranda lapangan pacu Bandara yang hanya di batasi pagar kawat itu,, ku akhiri kisah sendu hari ini. Terimakasih sudah membawaku ke tempat yang indah itu dan terimakasih sudah membuatku berfikir ulang tentang kamu..

Begitulah, jika dipikir-pikir mungkin aku salah Dear, namun terkadang akupun merasa benar. Apakah ini hanya sebatas simpati atau yang lainnya? yang jelas aku baru merasakan hal seperti ini. Kamu pasti ingatkan kisah lalu yang sempat aku ceritakan Dear? Teringat tempo hari ia menyatakan perasannya sementara aku hanya bisa mengalihkan arah pembicaraan. Di sisi lain mungkin ada rasa yang sama tapi dilain sisi mungkin ini hanya rasa simpatik saja. Sebelumnya aku duluan yang merasakan rasa yang ia rasakan padaku tentu kamu tahu kan

Dear akan Hal ini, tapi kini rasa itu mulai meredup. Aku juga tak bisa menerima kenyataan dengan kondisi ia yang sedikit berbeda dalam hal emosi, luka hatinya itu membuat sifatnya sedikit keliru. Bukan hanya itu, aku juga tak bisa menjadi seperti yang ia mau.

Darinya aku menyimpulkan banyak hal Dear, tak ada yang sempurna di dunia ini. Tuhan menguji setiap hambanya dengan kekurangan harta, kekurangan makanan, kekurangan ilmu, pun kekurangan kasih sayang. Bahkan saat kita kelebihan harta pun bisa saja Tuhan sedang menguji kita. Sudah semestinya kita sebagai mahluk ciptaannya bersyukur dan ikhlas menerima takdir yang ada Dear. Seperti yang sering diucapkan dosenku “Kita tidak bisa memilih takdir, yang bisa kita lakukan hanya mengisi takdir itu dengan sebaik-baiknya. Sebab takdir itu rahasia tuhan.”

Dear, muara hidup ini yaitu sekeping hati, jika hati tersebut rusak maka rusaklah semua anggota badannya.

Baiklah Dear, aku akan berhenti menuduh iya sebagai Skizofren, depresi, atau disorder lainnya. Aku sungguh akan menghilangkan pikiran buruk itu, aku sungguh amat menyesal Dear..  

 

 

Lampung, 10 April 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun