Mohon tunggu...
Eka Sulistiyowati
Eka Sulistiyowati Mohon Tunggu... Administrasi - karyawan

aku tahu rezekiku takkan diambil orang lain, karenanya hatiku tenang. aku tahu amal-amalku takkan dikerjakan orang lain, karenanya kusibukkan diri dengan beramal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan yang Meneguk Luka

30 November 2018   08:24 Diperbarui: 30 November 2018   11:20 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan dan Bintang menjadi saksi genapnya luka yang kurasa.

Keperihan yang terkira menusuk langsung di ulu hati.

Meninggalkan kisah yang tak ingin kuceritakan.

Aku, hanyalah perempuan biasa,

Yang tak ingin menjadi kupu-kupu malam.

Gelap...

Entah mengapa sekujur tubuhku rasanya sakit  yang tak terkira. Perasaanku sudah hancur lebur sejak lelaki yang seharusnya menjadi Bapak bagiku malah menjamahku. Mengaduk aduk tubuh dan hatiku. Meleburkan segala mimpiku tentang masa depan.

Namaku Aluna, nama yang indah. Namun kisah hidupku dan cintaku tak seindah namaku. Kekasihku telah mati. Orang-orang yang menginginkanku juga akan mati, tanpa kecuali. Aku tahu, aku yakin mereka tidak pernah tulus menyayangiku. Mereka hanya menginginkan tubuhku.

Kumencoba membuka mata, terasa begitu pening di kepalaku. Kulihat lelaki yang kukenal semalam menatapku seraya tersenyum.

"Selamat datang kembali tuan puteri Aluna" sahutnya.

"Aku bukan puteri" sahutku mencoba mengembalikan kesadaranku.

"Anda harus istirahat dulu" rupanya tidak dia seorang yang ada di ruangan bertembok warna putih ini. Ada seorang lelaki lagi di kamar ini, seorang yang memakai jas putih.

"Ini Dokter Anaf, dia yang mengobatimu. Kupikir semalam dirimu telah keracunan, syukurnya daya tahan tubuhmu baik dan kamu bisa diselamatkan" kata lelaki itu.

Entah mengapa sekalipun aku merasa kesal terhadap lelaki itu, aku masih juga rapuh dibuatnya. Aku bahkan tidak sanggup membunuhnya seperti aku membunuh lelaki lain sebelum mereka menjamah dan menikmati tubuhku.

Dr Anaf tersenyum padaku seraya pamit akan undur diri. Kugerakkan tangan kiriku yang ngilu tapi ada jarum infus menempel di sana. Lelaki yang kukenal semalam menatapku lembut seraya menyuntikkan sesuatu di lubang cairan  infusku.

"Apa yang kau inginkan?" tanyaku dengan nada tinggi.

"Aku masih membutuhkanmu" kata lelaki yang kukenal semalam sambil tertawa lebar. Lelaki yang telah memuaskan nafsunya menjamahku, yang tak bisa kupungkiri telah memberikan kenikmatan tak terkira. Ah, harusnya aku mendengarkan bisikan  Gelas Kristal itu. Harusnya aku menegukkan isi gelas itu pada lelaki 'Brengsek' ini. Harusnya....

Tiba-tiba kurasakan gelap (lagi)

Bersambung...

Cerita sebelumnya :

1. Cintai Dia Untukku

2. Kupu-Kupu di Sudut Kota

3. Aku Aluna, Bukan Pembunuh

4. Malam yang Tak Terlupakan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun