Parman, nama lelaki tua tersebut. Dia seorang tua yang juga buta. Kemana-mana hanya ditemani tongkat yang ukuran panjangnya hampir sama dengan tinggi lelaki tua tersebut. Parman, tidak memiliki keluarga, bahkan dirinya tidak tahu siapa kedua orangtuanya yang menitipkan dirinya di panti asuhan.
Tak berapa jauh kakiku melangkah, aku melihat Pak Tua tersebut duduk di depan sebuah sekolahan Dasar, menjajakan gorengan. Ya, selama ini dirinya bekerja sebagai tukang penjual gorengan. Mengambilnya di salah satu warung lalu menjualnya kembali di depan Sekolah Dasar tersebut.
"Siapa namamu Nak?" tanya si Pak Tua ketika ada anak berserahgam putih merah membeli gorengannya.
"Mochamad Ali" kata anak kecil tersebut seraya meletakkan uang seribuan di tangan Pak Tua.
"Wah, namamu seperti nama petinju dunia, kalau boleh Kakek tahu apa cita-citamu?"
"Polisi"
"Semoga Tuhan memudahkanmu mencapai cita-citamu Nak" kata Pak Tua tulus.
Bocah lelaki kecil tersebut mengamini seraya berlari kembali ke kelasnya membawa gorengan pisang untuk sarapannya.
Tak berapa lama muncul seorang anak perempuan kepang dua yang membeli gorengannya. Hal yang sama ditanyakan oleh Pak Tua, si anak perempuan menjawab dengan senyum termanis bahwa dirinya ingin menjadi bidan seperti bibinya. Lalu anak perempuan itu membawa dua buah gorengan ke dalam kelasnya.
===
Hari telah menjelang siang, terik sang matahari masih belum mampu mengusirku dari pandangan Pak Tua itu. Setelah istrirahat sekolah, seluruh gorengannya habis terjual. Dengan menggunakan tongkatnya Pak Tua tersebut membawa nampan jualannya menuju ke salah satu warteg yang tak jauh dari tempatnya berjualan. Seorang wanita paruh baya tersenyum menatapnya. Seraya mempersilakan Pak Tua tersebut duduk, wanita paruh baya tersebut menyiapkan segelas teh manis dan sepiring nasi hangat lauk tahu dan tempe dengan sedikit sambal. Kuikuti langkah Pak Tua yang berakhir di sebuah warung makan.