"Apa Mas belum bisa melupakannya?" suaraku terdengar semakin serak. Aku memendam jauh rasa iriku pada Arintya. Meskipun statusku sekarang adalah istri dari Pramudya Wibisono, namun tak pernah kusangka hati suamiku masih tertawan pada seorang wanita.
"Aku selalu berusaha..."
"Tapi?" aku menunggu kelanjutan jawaban suamiku.
"Ya, aku memang masih memikirkannya"
Deg, satu pukulan keras menghantam jantung hatiku.
"Tapi kan dia sudah bersuami" tegurku pelan.
"Ada yang ingin aku tunjukkan padamu" suamiku meraih laptopnyaÂ
Suamiku menunjukkan sebuah tulisan di blog, arintyawardhani.blogspot.com. Judul tulisan itu adalah 'Aku dan Mas Pramudya'. Kubaca perlahan tulisan itu. Cerita tentang pertemuan pertama antara suamiku dan wanita itu. Tampak jelas wanita itu menaruh hati pada suamiku sejak pertemuan pertama. Dan rasa suka itu dibawanya sampai masa kuliah. Lalu mereka bertemu kembali di Jakarta. Rasa suka itu berkembang menjadi harapan, harapan untuk bisa mendampingi hidup seorang Pramudya. Kemudian tanpa sebab Pramudya meninggalkan wanita itu dengan sejuta tanda tanya. Apakah yang menyebabkan Pramudya tiba-tiba saja pergi meninggalkan kehidupannya.
"Aku merasa minder saat dia sudah bisa membeli sebuah rumah di kawasan Tangerang" ucap suamiku. Rupanya aku kini baru tahu mengapa suamiku meninggalkan wanita itu.
"Arintya  terlalu hebat untukku" kata suamiku, sekali lagi menghujamku.
"Mengapa Mas baru cerita kepadaku?" tanyaku.