"Wuihh, enak ya, makan-makan gratis, enggak perlu bayar!"
Siapa yang enggak senang bisa makan-makan gratis! Makan kenyang dengan hanya cukup bayar pakai exposure di media sosial. Citra ini kerap melekat pada food vlogger yang punya privillage makan gratis dibayar dengan posting konten.
Begitupun, dengan berita yang tengah viral saat ini. Seorang food vlogger menyayangkan pelayanan sebuah restoran ketika sedang mereview makanannya. Pernyataan ini kemudian jadi bahan diskusi  netizen.Â
Apakah benar seorang food vlogger bebas untuk makan gratisan hanya dengan bayar pakai exposure dan bagaimana jika ia tetap harus membayar?Â
Sah-sah saja untuk seorang food vlogger membayar makanan yang dikonsumsi. Seorang food vlogger tidak selamanya dapat menggunakan privillage makan gratisan di rumah makan.Â
Loh, tapi kan bayar pakai exposure punya dampak yang cukup besar! Memang benar, exposure media sosial punya ketertarikan dalam bidang digital marketing. Selain itu, jangkauan konsumen juga jadi lebih luas.
Hanya saja, apa enggak kasihan kalau rumah makan yang direview adalah kelas kaki lima?. Umumnya, pedagang ini mengandalkan pendapatan harian dari produk yang terjual.
Misalnya, jika si pedangang kaki lima (PKL) ini menggunakan modal usaha Rp 500.000, kemudian dapat memproduksi barang yang modal dan keuntunganya  hanya didapat Rp 700.000. Keuntungan yang didapat sangat tipis bukan?
Lantas, kalau diminta gratisan dimana untungnya si PKL ini? Hati nurani juga mesti tergerak saat ingin minta gratisan. Namun, beda cerita jika yang diminta makan bayar pakai exposure ini adalah pelaku usaha yang pendapatanya sudah jauh lebih besar.