Mohon tunggu...
Eka Risky Nuradila
Eka Risky Nuradila Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Mahasiswi Perencanaan Wilayah dan Kota

Selanjutnya

Tutup

Money

Apa Kabar Pekerja di Tengah Omnibus Law? UU Cipta Lapangan Kerja (CILAKA)

19 Mei 2020   19:30 Diperbarui: 19 Mei 2020   19:33 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini Omnibus Law ramai menjadi perbincangan ditanah air. Tidak lain karena Omnibus Law kerap menuai banyak kontroversi. Khususnya pada sektor ketenagakerjaan, yakni UU Cipta Lapangan Kerja.

Dikutip dari tulisan Paulus Aluk Fajar Dwi Santo, Dosen di Program Studi Business Law, Binus University, Omnibus law adalah regulasi atau Undang-Undang (UU) yang mencakup berbagai isu atau topik. Omnibus law dapat juga didefinisikan sebagai hukum untuk semua. Istilah ini berasal dari bahasa latin, yaitu omnis yang berarti untuk semua atau banyak.maksimal kata da

Menurut Kamus Hukum Merriam-Webster, istilah Omnibus Law berasal dari Omnibus Bill, yaitu Undang-Undang yang mencakup berbagai isu atau topik.

Di Indonesia sendiri terdapat 2 Undang-Undang yang masuk ke dalam proyek Omnibus Law yaitu Undang-Undang Perpajakan dan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja.

Ini artinya Omnibus Law merupakan metode pembuatan pengaturan yang menggabungkan beberapa aturan dengan pengaturan yang berbeda, menjadi satu peraturan besar yang berfungsi menjadi payung hukum, sehingga itulah sebabnya Omnibus Law disebut sebagai Undang-Undang “Sapu Jagat”.

Omnibus Law adalah proyek Pemerintah terbaru untuk membuat suatu Undang-Undang. Tujuan Omnibus Law yaitu untuk mengamandemen Undang-Undang yang tumpang tindih agar investasi dan pembangunan dapat berjalan lancar.

Didalam Omnibus Law membahas tentang tata cara investasi di Indonesia yang digadang-gadang dapat menaikkan minat investor luar untuk pemasukkan kas negara, dan juga pembangunan dapat berjalan sebagai mana mestinya khususnya dalam menghadapi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global. Oleh sebab itu,  Pemerintah harus menjaga keseimbangan antara kebutuhan Perluasan Lapangan Kerja yang memerlukan Investasi, dan upaya Perlindungan Pekerja (existing). Sehingga penciptaan lapangan kerja baru, dan peningkatan perlindungan bagi pekerja, diperlukan reformasi regulasi secara menyeluruh, termasuk sektor ketenagakerjaan. 

Namun sayangnya Undang-Undang yang sebelumnya diharapkan akan membawa perubahan kearah yang lebih baik bagi pekerja, kini bak bumerang yang mengenai para petinggi negeri.

Dilansir dari KOMPAS.com RUU Cipta Lapangan Kerja ini di sinyalir akan merugikan pekerja Indonesia karena berpotensi menurunkan kesejahteraan bagi buruh/pekerja seluruh Indonesia. Istilah Omnibus law di Indonesia pertama kali disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada pelantikannya sebagai Presiden Oktober 2019 lalu.

Hal tersebut didasarkan pada adanya beberapa pasal dalam Undang-Undang ini yang dapat merugikan pekerja kelas menengah kebawah, dan lebih memberikan keuntungan kepada para pengusaha. Mulai dari penghapusan umpah minimum, pesangon, jaminan sosial, sanksi pidana bagi pengusaha, perluasan jenis pekerjaan yang bisa di-outsourcing, hingga masuknya TKA yang tidak memiliki keterampilan.

Dikutip dari Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, Omnibus Law rencananya akan menghilangkan upah minimum dan menggantinya dengan penerapan upah per jam. 

Berdasarkan pernyataan tersebut, ini artinya apabila pekerja sakit, menjalankan ibadah sesuai agamanya dan cuti melahirkan, maka upahnya tidak akan dibayar karena dianggap tidak bekerja. Tentu saja ini sangat merugikan, karena dengan upah yang dibayarkan tiap satuan waktu mengakibatkan jaminan kesehatan dan pensiun akan hilang.

Tidak hanya itu, yang lebih menohok lagi adanya regulasi untu menghilangkan pesangon. Dimana pada UU No.3 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengatur besaran pesangon maksimal 9 bulan dan dapat dikalikan 2 untuk Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Tentunya perubahan yang terjadi mengenai ketentuan pesangon dapat mengakibatkan terciptanya banyak PHK massal, karena pesangon yang diberikan tidak sebesar peraturan lama yang terdapat pada Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Lalu ada fleksibilitas pasar outsourcing. Menurut Iqbal Omnibus Law akan memperkenalkan istilah baru yaitu fleksibilitas pasar kerja. Dimana tidak ada kepastian kerja dan pengangkatan status menjadi karyawan tetap atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

Iqbal juga mengatakan bahwa Omnibus Law akan membuka ruang untuk tenaga kerja asing (TKA) tidak berketerampilan (unskill).

Pada awalnya UU Ketenagakerjaan membeir batas waktu 5 tahun untuk TKA yang berketerampilan  tertentu yang bekerja di Indonesia dan harus didampingi oleh pekerja lokal guna untuk adanya transfer knowledge.

Selanjutnya Omnibus Law juga dikhawatirkan akan menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha yang tidak memenuhi hak-hak buruh/pekerja.

Hal ini tentunya dapat semakin merugikan para pekerja kecil, dimana apabila para pengusaha melakukan hal yang tidak semestinya, contohnya hak-hak pekerja/ buruh tidak diberikan sepenuhnya dan buruh mencoba menuntut hak yang seharusnya mereka dapatkan. Namun sudah tidak ada lagi perlindungan hukum untuk menjaga hak-hak mereka agar tetap terpenuhi. Para pengusaha pun akan semakin meraja lela dan bertindak sewenang-wenang terhadap para pekerja/buruh.

Dengan tetap di berlakukannya Undang-Undang ini tanpa adanya revisi atau peninjauan kembali terhadap beberapa pasal yang dianggap merugikan sebagian masyarakat Indonesia, bisa saja investor akan banyak berdatangan dan menambah pemasukkan kas negara, namun hal itu akan sangat berdampak pada para pekerja seperti karyawan menengah sampai tingkat bawah seperti buruh.

Itulah mengapa banyak buruh yang menolak dengan tegas pasal-pasal ketenagakerjaan yang ada pada Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (cilaka). Tentunya jika ini tetap berlanjut, banyak para pekerja kecil/buruh yang akan kehilangan pekerjaan atau PHK dan kesejahteraan masyarakat juga akan menurun. Secara tidak langsung banyak masyarakat yang akan kehilangan pekerjaan dan angka pengangguran pun akan semakin tinggi.

Oleh sebab itu, jika hak-hak pekerja disesuaikan dan diatur sebagaimana mestinya, sehingga terkesan tidak ada yang dirugikan dalam kasus ini. Proyek Omnibus Law merupakan jalan yang tepat untuk memangkas angka pengangguran yang terlampau tinggi. Dimana akan adanya perluasan lapangan kerja dan perlindungan pekerja. 

Salah satu upaya Pemerintah dalam mengatasi peningkatan kesejahteraan tenaga kerja antara lain melalui berbagai program Kartu Prakerja, Peningkatan manfaat jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian, dan  Penyediaan perumahan pekerja. 

Sumber :

Restuaji, Gumiwang. 2020. Efek Omnibus Law untuk Ketenagakerjaan dan Pendidikan Diakses pada tanggal 16 Mei 2020

Rudiana, Pito Agustin. 2020. Tak Hanya Buruh, Omnibus Law Memeberi Dampak Bagi Semua Diakses pada tanggal 16 Mei 2020

Idris, Muhammad. 2020. Masih Bingung Apa Itu Omnibus Law. Diakses pada tanggal 16 Mei 2020

Thea, Ady. 2020. Kalangan Buruh Sebut Enam Dampak Buruk Omnibus Law Bagi Buruh. Diakses pada tanggal 16 Mei 2020

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun