Berdasarkan pernyataan tersebut, ini artinya apabila pekerja sakit, menjalankan ibadah sesuai agamanya dan cuti melahirkan, maka upahnya tidak akan dibayar karena dianggap tidak bekerja. Tentu saja ini sangat merugikan, karena dengan upah yang dibayarkan tiap satuan waktu mengakibatkan jaminan kesehatan dan pensiun akan hilang.
Tidak hanya itu, yang lebih menohok lagi adanya regulasi untu menghilangkan pesangon. Dimana pada UU No.3 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengatur besaran pesangon maksimal 9 bulan dan dapat dikalikan 2 untuk Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Tentunya perubahan yang terjadi mengenai ketentuan pesangon dapat mengakibatkan terciptanya banyak PHK massal, karena pesangon yang diberikan tidak sebesar peraturan lama yang terdapat pada Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Lalu ada fleksibilitas pasar outsourcing. Menurut Iqbal Omnibus Law akan memperkenalkan istilah baru yaitu fleksibilitas pasar kerja. Dimana tidak ada kepastian kerja dan pengangkatan status menjadi karyawan tetap atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
Iqbal juga mengatakan bahwa Omnibus Law akan membuka ruang untuk tenaga kerja asing (TKA) tidak berketerampilan (unskill).
Pada awalnya UU Ketenagakerjaan membeir batas waktu 5 tahun untuk TKA yang berketerampilan  tertentu yang bekerja di Indonesia dan harus didampingi oleh pekerja lokal guna untuk adanya transfer knowledge.
Selanjutnya Omnibus Law juga dikhawatirkan akan menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha yang tidak memenuhi hak-hak buruh/pekerja.
Hal ini tentunya dapat semakin merugikan para pekerja kecil, dimana apabila para pengusaha melakukan hal yang tidak semestinya, contohnya hak-hak pekerja/ buruh tidak diberikan sepenuhnya dan buruh mencoba menuntut hak yang seharusnya mereka dapatkan. Namun sudah tidak ada lagi perlindungan hukum untuk menjaga hak-hak mereka agar tetap terpenuhi. Para pengusaha pun akan semakin meraja lela dan bertindak sewenang-wenang terhadap para pekerja/buruh.
Dengan tetap di berlakukannya Undang-Undang ini tanpa adanya revisi atau peninjauan kembali terhadap beberapa pasal yang dianggap merugikan sebagian masyarakat Indonesia, bisa saja investor akan banyak berdatangan dan menambah pemasukkan kas negara, namun hal itu akan sangat berdampak pada para pekerja seperti karyawan menengah sampai tingkat bawah seperti buruh.
Itulah mengapa banyak buruh yang menolak dengan tegas pasal-pasal ketenagakerjaan yang ada pada Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (cilaka). Tentunya jika ini tetap berlanjut, banyak para pekerja kecil/buruh yang akan kehilangan pekerjaan atau PHK dan kesejahteraan masyarakat juga akan menurun. Secara tidak langsung banyak masyarakat yang akan kehilangan pekerjaan dan angka pengangguran pun akan semakin tinggi.
Oleh sebab itu, jika hak-hak pekerja disesuaikan dan diatur sebagaimana mestinya, sehingga terkesan tidak ada yang dirugikan dalam kasus ini. Proyek Omnibus Law merupakan jalan yang tepat untuk memangkas angka pengangguran yang terlampau tinggi. Dimana akan adanya perluasan lapangan kerja dan perlindungan pekerja.Â