Mohon tunggu...
Eka putriana Himayatul lutfa
Eka putriana Himayatul lutfa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa uin Surakarta

Kepribadin INFP

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pernikahan Wanita Hamil: Penyebab, Pandangan Menurut Ulama, Tinjauan Secara Sosiologis, Religius, dan yuridis

29 Februari 2024   18:40 Diperbarui: 29 Februari 2024   18:47 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

1.mengapa pernikahan wanita hamil terjadi dalam masyarakat?

Pernikahan wanita hamil yang terjadi di masyarakat merupakan fenomena kompleks yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, budaya, ekonomi, dan individu. Salah satu alasan utama mengapa pernikahan wanita hamil masih terjadi di masyarakat adalah karena adanya tekanan sosial dan norma-norma yang berlaku di lingkungan tempat tinggalnya.
Faktor pertama, yakni dalam beberapa budaya terutama di masyarakat yang konservatif atau yang masih memegang teguh nilai-nilai tradisional, kehamilan di luar nikah dianggap sebagai suatu kehinaan atau pelanggaran terhadap norma sosial. Untuk menghindari stigma dan rasa malu, wanita yang hamil di luar nikah atau keluarganya mungkin merasa terdorong untuk segera menikah, terlepas dari status hubungan mereka sebelumnya.
Selain itu, tekanan dari keluarga dan masyarakat juga dapat memainkan peran penting dalam mempengaruhi keputusan untuk menikah ketika seorang wanita hamil. Keluarga yang konservatif atau yang memegang teguh nilai-nilai tradisional seringkali menuntut agar pernikahan segera dilangsungkan untuk "menyelamatkan" kehormatan keluarga dan menghindari rasa malu di mata masyarakat.
Aspek ekonomi juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi keputusan untuk menikah ketika seorang wanita hamil. Dalam situasi di mana wanita hamil mungkin tidak memiliki sumber pendapatan yang stabil atau dukungan finansial yang memadai, menikah dapat dianggap sebagai solusi praktis untuk mengatasi masalah keuangan yang timbul akibat kehamilan.
Terlepas dari faktor eksternal seperti tekanan sosial atau ekonomi, ada juga faktor internal yang dapat memengaruhi keputusan untuk menikah ketika seorang wanita hamil. Misalnya, adanya dorongan untuk membentuk keluarga yang utuh atau rasa tanggung jawab terhadap anak yang akan dilahirkan dapat mendorong pasangan untuk segera menikah, meskipun kehamilan mungkin terjadi di luar rencana.
Secara keseluruhan, pernikahan wanita hamil adalah hasil dari interaksi yang kompleks antara faktor-faktor sosial, budaya, ekonomi, dan individu yang saling berhubungan. Meskipun dalam beberapa kasus pernikahan ini dapat dipandang sebagai solusi terbaik dalam menghadapi situasi yang kompleks, namun demikian, penting untuk memahami dan mengatasi akar penyebab yang lebih dalam yang mungkin memicu terjadinya kehamilan di luar nikah di masyarakat.

2.   Apa yang menjadi penyebab terjadi pernikahan wanita hamil?

Salah satu faktor yang mempengaruhi fenomena ini adalah kurangnya edukasi seksual atau edukasi tentang bahayanya seks bebas. Ditambah dengan semakin majunya teknologi, remaja mampu dengan mudah mengakses banyak hal-hal yang berbau pornografi. Hal ini juga menjadi faktor yang mempengaruhi fenomena menikah dalam keadaan hamil. Selain itu ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi bagaimana bisa terjadinya pernikahan wanita hamil seperti pola asuh orang tua yang terlalu bebas, pergaulan bebas, lingkungan, dan masih banyak hal lainnya. Ada faktor lain yang mendorong terjadinya perkawinan wanita hamil tersebut, yaitu faktor psikologis. Faktor ini keluar dari dalam diri wanita yang mana hal tersebut membuat dirinya melakukan perkawinan. Pertama, agar dirinya atau sang wanita ataupun keluarga terhindar dari aib serta rasa malu karena dirinya melakukan perbuatan tersebut serta melahirkan seorang anak yang tidak diketahui siapa bapak sahnya atau suami sang wanita. Adapun hal lain yang bisa mempengarusi psikis dari wanita tersebut adalah agar tidak merasa dirinya tertekan oleh situasinya pada saat itu dan akhirnya melakukan aborsi ataupun bunuh diri karena depresi. Kedua, agar sang wanita mendapatkan status yang sah untuk dirinya dengan cara melakukan perkawinan. Ketiga, agar memperbaiki nama keluarga, karena bila perkawinan tersebut tidak dilakukan maka akan berdampak tidak hanya pada sang wanita tetapi juga pada keluarga. Hal ini karena akan merusak nama keluarga dan dianggap aib bagi keluarga. Keempat, memberikan kepastian hukum kepada anak nantinya, agar anak tersebut terlahir sebagai anak yang sah.

3.bagaiman argumen pandangan para ulama tentang pernikahan wanita hamil?

Sebagian ulama mengatakan tidak dibenarkan (haram) menikahi wanita dalam keadaan hamil karena ada ayat Al-Quran yang sudah jelas menerangkan hukumnya serta beberapa pendapat ulama mazhab, ada sebagain mengatakan boleh pernikahan wanita dalam keadaan hamil tersebut disebabkan hukum pernikahan wanita dalam keadaan hamil sudah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 53 serta telah diatur ayat Al-Quran.pandangan dan argumentasi ulama NU (Nahdlatul Ulama) ada tiga pendapat. Pertama hukumnya sah menikahi wanita hamil baik yang menikahi itu pria yang menghamilinya maupun bukan yang menghamilinya, sesuai dengan pendapat ulama Syafi'iyah. Kedua wanita hamil diluar nikah boleh dinikahkan harus dengan pria yang menghamilinya, sesuai dengan pendapat ulama Hanafi'yah. Ketiga wanita hamil diluar nikah tidak boleh melangsungkan pernikahan sampai ia melahirkan kandungannya, sesuai dengan Q.S At-Talaq ayat 4. Sedangkan ulama Muhammadiyah berpendapat bahwa hukumnya sah menikahi wanita hamil diluar nikah dapat dinikahkan dengan pria yang menghamilinya tanpa menunggu kelahiran anak yang ada dalam kandungannya terlebih dahulu, sesuai dengan pasal 53 Kompilasi Hukum Islam.

4.  Bagaimana tinjauan secara sosiologis, yuridis dan religius pernikahan wanita hamil?

Secara sosiologis, pernikahan wanita hamil dapat dilihat sebagai respons terhadap norma-norma sosial yang mengatur hubungan seksual dan pernikahan. Beberapa masyarakat mungkin melihat pernikahan sebagai cara untuk mengurangi stigma dan merestrukturisasi hubungan dalam keluarga. Namun, di sisi lain, pernikahan wanita hamil juga dapat dilihat sebagai hasil dari tekanan sosial atau ekonomi.

Secara religius, pandangan terhadap pernikahan wanita hamil dapat bervariasi tergantung pada agama yang dianut. Beberapa agama mungkin melihat pernikahan sebagai jalan yang tepat untuk memperbaiki kesalahan moral, sementara agama lain mungkin lebih menekankan pentingnya kesucian dalam hubungan pernikahan.

Secara yuridis, pernikahan wanita hamil sering kali diatur oleh hukum pernikahan dan keluarga di masing-masing negara. Beberapa negara mungkin memiliki peraturan yang menentang pernikahan di bawah umur atau pernikahan yang diakibatkan oleh kehamilan, sementara negara lain mungkin memiliki aturan yang memungkinkan pernikahan dalam situasi-situasi tertentu.

Dalam semua tinjauan ini, penting untuk mengakui bahwa setiap situasi pernikahan wanita hamil memiliki konteks sosial, agama, dan hukum yang unik, dan bahwa tanggapan terhadap pernikahan tersebut dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor tersebut.

5.  Apa yang seharusnya dilakukan generasi muda atau pasangan muda dalam membangun keluarga yang sesuai dengan regulasi dan hukum agama islam?

Sebagai umat muslim yang baik tentu kita mendambakan memiliki sebuah keluarga yang islami penuh kebahagiaan,aman dan sejahtra yaitu keluarga yang di dalamnya terdapat penegakan adab-adab mulia yang nantinya dapat menciptakan keluarga bahagia,aman tentram, Sakinah Mawaddah Wa Rahmah. Tentunya masing-masing suami dan istri harus mamahami kedudukan, fungsi dan kedudukannya. Suami harus membiayai kebutuhan materi keluarganya, karena itu salah satu tugas utamanya. Seperti yang tercantum dalam Al-Qur'an surat Al Baqarah 233: "... Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf".

Allah memberikan rizki pada setiap keluarga, terutama pada keluarga yang pandai bersyukur maka seorang istri harus bisa mensyukurinya dan merasa cukup. Tidak berkeluh kesah dan menggerutu, menikmati apapun kenikmatan yang mereka dapat. Mereka percaya bahwa Allah akan menambahkan nikmat pada hamba-Nya yang pandai bersyukur dan merasa cukup.

Untuk mewujudkan keluarga bahagian, aman, tentram sakinah, mawaddah warohmah. Berikut ini 9 cara mewujudkannya.

1. Terima Kelebihan dan Kekurangan Pasangan

Tidak ada manusia yang sempurna, begitu pun diri kita dan pasangan kita. Alangkah tidak adilnya bila kita hanya menerima sisi positif pasangan dan menolak sisi negatifnya. Penerimaan kita terhadap kekurangan pasangan akan meredakan ketegangan yang sering muncul dalam pernikahan. Sering-seringlah mengingat kelebihan pasangan, agar kita bisa selalu menghidupkan rasa cinta dalam hati dan meminimalisir konflik.

2. Memaafkan dan Melupakan Kesalahan Pasangan di Masa Lalu

Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan, baik kesalahan kecil maupun besar. Memaafkan dan melupakan kesalahan pasangan di masa lalu bukanlah hal yang mudah. Namun bila kita telah berkomitmen untuk mempertahankan pernikahan, maka memaafkan dan memaafkan kesalahan pasangan merupakan salah satu jalan untuk membina keluarga bahagia, sejahtera dan harmonis.

3. Jalin Komunikasi

Banyak sekali pernikahan yang berakhir hanya karena kita lalai menjaga kehangatan komunikasi. Di masa sekarang, fasilitas internet memudahkan kita berinteraksi dengan berbagai orang, termasuk dengan orang-orang di masa lalu. Akibatnya, kita sering lupa menjalin komunikasi dengan pasangan. Tanpa komunikasi kita tak mungkin bisa memahami pasangan dengan baik. Akhirnya hubungan kita semakin renggang, bahkan menjadi asing satu sama lain. Maka bila ingin membangun keluarga bahagia,aman dan harmonis, redamlah ego, selalu bertegur sapa. Ini memang berat pada mulanya, tapi efektif untuk menyatukan hati. Tanpa komunikasi kita tak akan bisa menyentuh hatinya dan memahami persoalan yang membelenggu dirinya.

4. Meminta Maaf Terlebih Dahulu

Merasa diri paling benar dan sikap menyalahkan pasangan adalah jalan termudah untuk mengakhiri sebuah pernikahan. Kita bisa merancang semua alasan untuk membenarkan sikap kita. Namun tahukah, si Dia pun memiliki sejuta alasan untuk mempertahankan egonya. Oleh karena itu, demi komitmen untuk menciptakan keluarga yang harmonis, mengapa tidak jika kita yang meminta maaf terlebih dahulu. Meminta maaf tidak membuat kedudukan kita menjadi rendah di mata, sebaliknya, akan memecahkan kebekuan yang telah terbentuk sebelumnya.

5. Hindari Berburuk Sangka

Tuduhan yang tidak mendasar sering kali menjadi pemicu sebuah konflik dalam rumah tangga. Menghindari berburuk sangka pada pasangan akan membuat kita rileks dalam menjalani kehidupan dan membuat kita fokus untuk membina keluarga yang harmonis.

6. Memperbaiki Diri

Kita tidak bisa mengharapkan orang lain berubah, tanpa terlebih dahulu kita mengubah diri sendiri. sama dengan pasangan kita yang tak sempurna, sesungguhnya kita pun jauh dari sempurna. Boleh jadi sikap dan kebiasaan buruk yang kita miliki -- dan sering tidak kita sadari-merupakan satu sebab yang memicu timbulnya kemunduran.

7. Jangan Menutup Diri

Tidak ada pernikahan yang sempurna dan tanpa pernikahan. Ada kalanya pertengkaran itu berakhir pada konflik-pertengkaran hebat yang membuat kita berpikir untuk mengakhiri pernikahan. Jika hal itu terjadi pada pernikahan, tak ada salahnya membicarakan masalah yang kita hadapi pada pihak ketiga. Bicaralah pada orang yang kita percaya mampu berpura-pura adil dan bisa memberi solusi atas kondisi yang kita hadapi. Kita bisa menceritakan pada sahabat terdekat, atau konsultan pernikahan. Dengan melakukannya, beban yang kita rasakan akan terasa lebih ringan.

8. Utamakan Kebahagiaan Anak

Anak bisa menjadi sumber kebahagiaan, tetapi bisa juga menjadi sumber percekcokan bagi orangtuanya. Meskipun demikian, sudah menjadi tanggung jawab dan kewajiban orang tua untuk memberikan kehidupan yang tenang, tentram dan menyenangkan bagi buah hatinya. Bila kata cerai sudah di ujung lidah, ada baiknya kita berpikir ulang demi masa depan anak-anak. Bukankah anak selalu menjadi korban dalam sebuah perceraian? Ingatlah dampak perceraian yang kerap menimbulkan masalah dalam proses tumbuh kembang anak.

9. Berdoa

Mendekatkan diri pada Sang Pencipta serta berdoa, merupakan salah satu cara untuk menyelamatkan sebuah pernikahan dan membentuk keluarga harmonis. Hanya dengan memiliki keyakinan dan bersandar pada kekuatan Tuhan, kita mampu bertahan dan menjalani kehidupan pernikahan dengan baik. Nah, itulah beberapa langkah yang bisa kita lakukan untuk menciptakan keluarga yang bahagia, aman, tentram dan harmonis. 

Kelompok 3:

Rafidah  Rahmatunnisa_222121112
Eka putriana himayatul lutfa_ 222121092
Muhammad Dewayana Abrori_222121094
Hafid Salafudin _222121096

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun