Mohon tunggu...
Eka PutriS
Eka PutriS Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Etika Profesi Akuntansi: Praktik Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

7 Mei 2022   23:53 Diperbarui: 11 Juni 2022   20:52 3770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Keterangan:
Artikel untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Etika Bisnis dan Profesi
Nama:
1.Eka Putri S 191011202096
2.Renisa Halimah 191011202087
Kelas: 06SAKP013
Dosen Pengampu: Meta Nursita S.E., M.Ak.
Universitas Pamulang
2022

Tax Avoidance

Dalam struktur APBN Indonesia, sumber utama pendapatan kas negara berasal dari pajak. Menurut Rochmat Soemitro yang di kutip oleh Madiasmo, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat di paksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Karena pemungutan pajak ini bersifat memaksa dan adanya perbedaan kepentingan antara negara dengan wajib pajak, dimana bagi negara pajak merupakan sumber pendapatan sedangkan bagi wajib pajak atau perusahaan pungutan pajak merupakan beban yang dapat mengurangi jumlah pendapatan yang diterima nya, maka tidak sedikit para wajib pajak akan melakukan berbagai cara untuk dapat mengurangi dan menekan jumlah pajak yang harus dibayarnya. Salah satu nya adalah dengan melakukan praktik tak avoidance atau penghindaran pajak.

Tax avoidance itu sendiri adalah salah satu praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak untuk dapat mengurangi beban pajak dengan cara memanfaatkan celah peraturan perpajakan dengan tujuan untuk menekan atau meminimalisasi jumlah pajak yang harus dibayar. Secara harfiah, praktik tax avoidance atau penghindaran pajak ini tidak melanggar aturan perundangan-undangan perpajakan yang berlaku, jadi bisa dikatakan praktik ini legal atau sah. Meskipun dikatakan legal, tetapi para ahli telah sepakat bahwa praktik penghindaran pajak ini sangat tidak dapat diterima karena jika praktik ini dilakukan dapat mengurangi sumber pendapatan kas negara. Hal ini sama seperti yang dikatakan oleh The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), dimana ia  mendefinisikan tax avoidance sebagai upaya yang dilakukan Wajib Pajak untuk mengurangi kewajiban perpajakannya tanpa melanggar hukum namun sebenarnya bertentangan dengan tujuan yang diatur dalam perundang-undangan perpajakan.

Jenis-jenis dan karakteristik Tax Avoidance

Dalam penerapan nya, James Kessler menyebutkan bahwa tax avoidance ini ada 2 jenis, yaitu penghindaran pajak yang diperbolehkan dan penghindaran pajak yang tidak diberbolehkan. Menurutnya, suatu praktik penghindaran pajak dapat dikatakan diperbolehkan apabila mempunyai tujuan yang baik, tidak digunakan untuk menghindari pajak, sesuai dengan spirit dan intention of parliament, serta tidak melakukan tranksaksi yang direkayasa. Dan sebaliknya, suatu praktik penghindaran pajak dikategorikan tidak diperbolehkan jika mempunyai tujuan yang tidak baik, bermaksud untuk melakukan penghindaran pajak, tidak sesuai dengan spirit dan intention of parliament, serta adanya transaksi yang direkayasa agar menimbulkan biaya-biaya atau kerugian.

Lebih lanjut, Ronen Palan (2008) menyebutkan bahwa suatu transaksi dapat dikategorikan sebagai tax avoidance apabila memenuhi salah satu dari karakteristik berikut: Wajib pajak berusaha untuk membayar pajak lebih sedikit dari yang seharusnya terutang; Wajib pajak berusaha agar pajak dikenakan atas keuntungan yang di declare; serta Wajib pajak mengusahakan penundaan pembayaran pajak.

Faktor penyebab dan Dampak Tax Avoidance

Permasalahan atau fenomena terkait tax avoidance ini semakin banyak dilakukan sejak diberlakukannya sistem self assessment dalam pemungutan pajak, dimana wajib pajak diberikan kebebasan untuk secara mandiri melakukan perhitungan, penyetoran dan pelaporan kewajiban perpajakannya. Karena hal inilah akhirnya menyebabkan para wajib pajak bisa dengan bebas melakukan aktivitas manajemen perpajakan untuk meminimalkan pembayaran pajak. Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Novrianty et al, 2020) mengatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara Profitabilitas terhadap penghindaran pajak. Artinya semakin tinggi profit sebuah perusahaan maka cenderung melakukan praktik penghindaran pajak. 

Selain profitabilitas, transfer pricing juga memiliki pengaruh yang positif terhadap penghindaran pajak. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rifai & Atiningsih, (2019), N. Putri & Mulyani, (2020) dan Hidayat & Wijaya, (2021) yang menyimpulkan bahwa transfer pricing memiliki pengaruh positif signifikan terhadap penghindaran pajak. Hasil ini dapat diartikan bahwa perusahaan pada sektor pertanian menggunakan metode transfer pricing untuk secara aktif mengurangi jumlah pajak yang harus ditanggung perusahaan. Selanjutnya wardani et al (2020) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penghindaran pajak memiliki pengaruh negatif terhadap struktur modal, dimana perusahaan yang melakukan penghindaran pajak tinggi akan memiliki struktur modal yang rendah.

Dampak paling jelas yang akan timbul akibat dari adanya praktik penghindaran pajak adalah menurunnya tingkat pendapatan negara dari sektor pajak. Selain berdampak bagi negara, penghindaran pajak juga akan berdampak pada perusahaan, yaitu antara lain: menurunkan nilai perusahaan, meningkatnya biaya modal, meningkatnya cash holding, serta turunnya struktur modal.

Pengukuran Tax Avoidance

Untuk mengukur adanya praktik tax avoidance atau tidak, bisa menggunakan cara berikut:
1. Menggunakan Cash Effective Tax Rate (CETR), metode ini merupakan sala satu cara yang digunakan sebagai rumus untuk mengukur penghindaran pajak dikarenakan CETR dapat menilai pembayaran pajak dari laporan arus kas, sehingga dapat mengetahui berapa jumlah kas yang sesungguhnya dikeluarkan oleh perusahaan. Rumus perhitungan Cash ETR adalah Cash Tax Paid (Beban pajak yang dibayar oleh perusahaan) dibagi dengan Pretax Income (Laba perusahaan sebelum pajak).
2. Menggunakan Effective Tax Rate (ETR), penggunaan metode ini dalam pengukuran Tax avoidance mampu memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai beban pajak yang akan berdampak pada laba akuntansi yang dapat dilihat dalam catatan atas laporan keuangan perusahaan. Effective tax rate (ETR) dapat dihitung dari beban pajak penghasilan (beban pajak kini) yang kemudian dibagi dengan laba sebelum pajak.

Tax avoidance dalam pandangan etika bisnis

Secara hukum, tax avoidance memang tidak melanggar ketentuan yang berlaku sehingga tidak bisa dikatakan sebagai pelanggaran, namun dalam perspektif etika bisnis, praktik tax avoidance tidak sesuai dengan etika karena dilakukan melalui skema dan cara tertentu, sehingga keuntungan yang diperoleh tercatat lebih kecil dari yang sebenarnya sehingga jumlah pajak yang dibayarkan lebih kecil. Berikut adalah analisa praktik tax avoidance berdasarkan pada teori-teori etika.
1. Teori Egoism - Berdasarkan pada teori ini, tindakan Tax avoidance (penghindaran pajak) yang dilakukan oleh perusahaan dikategorikan tindakan mementingkan diri sendiri.
2. Teori Etika Kewajiban (Deontology Theory) - Berdasarkan teori ini, dengan melakukan tindakan tax avoidance berarti perusahaan tidak melakukan kewajibannya dengan baik, karena jumlah pajak yang dibayarkan lebih kecil dari yang seharusnya.
3. Teori tindakan utama - Prinsip utama dalam bisnis adalah kejujuran, kewajaran, kepercayaan, dan keuletan. Berdasarkan pada praktik Tax avoidance (Penghindaran Pajak) maka tindakan ini dikategorikan melanggar etika karena tidak jujur, melanggar kepercayaan, dan bukan perbuatan wajar, baik yang dilakukan oleh wajib pajak maupun aparat pajaknya.
4. Teori etika teonom atau teori etika Ketuhanan - Berdasarkan teori ini, tax avoidance (Penghindaran Pajak) merupakan tindakan melanggar agama, karena dalam agama dianjurkan untuk berbuat jujur dalam kegiatan bisnis.

Jadi dapat disimpulkan bahwa para wajib paja atau pengusaha yang melakukan tax avoidance atau praktik penghindaran pajak, dapat dikatakan telah melupakan dan melanggar etika dala berbisnis. Hal ini karena pajak yang apabila dibayar dengan semestinya akan dapat mendukung pembangunan da ekonomi negara, namun karena adanya praktik penghindaran pajak, maka sumber pendapatan negara akan menurun dan akibatnya pembangunan ekonomi negara juga akan terhambat. Sehingga dapat dikatakan bahwa dengan adanya Tax avoidance (penghindaran pajak), maka perusahaan dapat dikatakan telah merugikan negara dan mengabaikan kesejahteraan negara.

Contoh kasus Praktik Penghindaran Pajak: PT Coca Cola Indonesia Tbk

Dilansir dari laman KOMPAS.com, pada tahun 2002-2006 PT Coca Cola Indonesia Tbk (CCI) diduga mengakali jumlah pajak yang dibayar nya sehingga menimbulkan kekurangan pembayaran sebesar Rp 49,24 miliar. Menurut perhitungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), total penghasilan kena pajak PT Coca Cola Indonesia Tbk pada periode 2002-2006 adalah sebesar Rp 603,48 miliar. Sedangkan berdasarkan perhitungan PT Coca Cola Indonesia Tbk, penghasilan kena pajak perusahaannya hanya sebesar Rp 492,59 miliar.

Adanya selisih kekurangan pembayaran pajak yang dilakukan oleh PT Coca Cola, menimbulkan kecurigaan Direktorat Jenderal Pajak dimana DJP menyakini bahwa PT Coca cola telah melakukan praktik tax avoidance. Kecurigaan DJP mengenai adanya praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh PT Coca cola semakin diperkuat dengan hasil penelusuran yang menemukan adanya pembekakan biaya yang besar untuk iklan produk minuman jadi, dari rentang waktu tahun 2002-2006 dengan total sebesar Rp 566,84 miliar. Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata pembebanan biaya iklan yang dilakukan oleh PT Coca cola tidak sesuai dengan bisnis perusahaan karena CCI tidak memiliki kaitan langsung dengan produk yang dihasilkan. Pada dasarnya, basis usaha Coca-Cola Indonesia ini terbagi menjadi tiga perusahaan, yakni yang fokus menangani konsentrat, pengemasan, dan distribusi. Dan Produk PT CCI adalah yang fokus menangani konsentrat, bukan produk minuman jadi. Tetapi mereka mengeluarkan biaya yang besar untuk iklan yang mana biaya iklan ini sewajarnya menjadi tanggungan perusahaan Coca-Cola lainnya.

Namun, pihak PT CCI membantah tuduhan tersebut dan mengajukan banding karena merasa sudah membayar pajak sesuai ketentuan dan menilai Direktorat Jenderal Pajak tidak konsisten dalam melakukan pemeriksaan. Dan akhirnya setelah melalui perjalanan sidang yang cukup panjang, Pada tanggal 14 Juni 2017 pengadilan memutuskan bahwa PT Coca Cola Indonesia Tbk hanya diwajibkan membayar kekurangan pajak sebesar 14,2 miliar. Keputusan ini tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung No.946/B/PK/PJK/2017.




DAFTAR PUSTAKA

Bosco dan Mittone dalam Sri Hutami, Jurnal Tax Planning (Tax Avoidance dan Tax Evasion) Dilihat Dari Teori Etika, (2013), h.57

Djumena, E. (2014, 06 13). Kompas.com. Retrieved from Kompas.com: https://amp.kompas.com/money/read/2014/06/13/1135319/coca-cola-diduga-akalisetoran-pajak

Hanlon, M., Maydew, E. L., & Saavedra, D. (2017). The taxman cometh: Does tax uncertainty affect corporate cash holdings? Review of Accounting Studies, 22(3), 1198–1228.

Hutchens, M., & Rego, S (2013). Tax Risk and The Cost of Equity Capital. Journal, Indiana University

Kessler, J. (2005). Tax Avoidance Purpose and Section 741 of the Taxes Act 1988. British Tax Review, 4, 375.

Midiastuty, P. P., Eddy, S., & Kristiana. (2017). Pengaruh Penghindaran Pajak Terhadap Struktur Modal Perusahaan, 37–61.

Novriyanti, Indah., & Dalam, W.W.W., (2020). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penghindaran Pajak. Journal of Applied Accounting and Taxation, 5(1), 24-35

Palan, Ronen. 2008. Tax Havens and The Commercialization of State sovereignty. Comell University Press. International Organization.

Putri, N., & Mulyani, S. D. (2020, April). Pengaruh Transfer Pricing dan Kepemilikan Asing Terhadap Praktik Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) Dengan Pengungkapan

Corporate Social Responsibility (CSR) Sebagai Variabel Moderasi. In Prosiding Seminar Nasional Pakar (pp. 2-4).

Rifai, A., & Atiningsih, S. (2019). Pengaruh leverage, profitabilitas, capital intensity, manajemen laba terhadap penghindaran pajak. ECONBANK: Journal of Economics and Banking, 1(2), 135-142.

Santa, S. L. L., & Rezende, A. J. (2016). Elisão fiscal e valor da firma : evidências do Brasil. Revista Contemporânea de Contabilidade, 13(30), 114–133.

Shevlin, T., Urcan, O., & Florin, V. (2013). Corporate Tax Avoidance and Public Debt Cost, 1–59.

Supramono, Theresia. 2015. Perpajakan Indonesia Mekanisme & Perhitungan. Yogyakarta : Andi.

Wijaya, S., & Hidayat, H. (2021). Pengaruh Manajemen Laba Dan Transfer Pricing Terhadap Penghindaran Pajak. Bina Ekonomi, 25(2), 61-79.

Wardani, D. K. (2020). Dampak Riil Penghindaran Pajak Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Akmenika: Jurnal Akuntansi dan Manajemen, 17(1).

Zaki, F., Ginting, B., Devi, K., & Bariah, Ch. (2019). Analisis Hukum Terhadap Tindakan Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) yang Dilakukan oleh Perusahaan Berdasarkan Hukum Pajak di Indonesia. Usu Law Journal, 7(6), 1-15.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun