Saya memberikan kegiatan yang dia sukai. Pun, walaupun jumlah siswa adalah 23 anak. Saya melakukan pendampingan anak berdasarkan kemampuan mereka. Inti pelajarannya sama, hanya latihan soal akan berbeda sesuai kemampuan mereka. Ada yang suka gambar? Saya biarkan dia bercerita dengan menggambar. Potensi anak yang difasilitasi, tanpa dikekang akan melejit.
Anak-anak di Pulau Rote, tentu dapat mendefinisikan apa itu bermain. Saya senang sekali mereka punya macam permainan yang seru. Tak peduli handphone habis, karena memang di desa tak ada listrik. Mereka bahagia, karena bermain adalah ruh kehidupan.
Dukungan orang tua, paling utama
Fenomena perundungan, sudah bukan hal baru. Sejak kecil, saya juga menjadi korban perundungan. Berat tentu, melepaskan bayang-bayang perundungan. Saya sampai tak pernah mau mengingat hal itu.
Beruntung, saya berada dalam keluarga yang mendukung apa yang ingin targetkan. Hal demikian, menjadi hal agak sulit di Rote. Bukan tak mungkin, hanya perlu pendampingan terus menerus kepada para orang tua.
Budaya mendidik dengan menggunakan kekerasan sudah sangat begitu dekat dengan keseharian. Pernah, saat saya sedang bermain di kecamatan lain. Saya sampai tak tega melihat seorang bapak memukul anaknya menggunakan bebak- batang dari pohon lontar. Anaknya menangis ketakutan dengan meminta maaf, di saat tersebut si bapak malah menaikan tempo memukulnya.
Mendidik dengan kekerasan hanya akan menghasilkan kekerasan-kekerasan berikutnya. Anak menjadi pendendam, pemarah dan tak sabar. Sebagai orang tua, kita harus selalu belajar. Tak ada kata pernah berhenti untuk belajar, termasuk mendidik anak. Mereka ini selayaknya kertas kosong. Setiap apa yang kita tulis, akan menjadi bekal mereka untuk kesiapan hidup.
Melalui gereja, saya bersama Pendeta Yefta selalu giat untuk memberikan pemahaman kepada para mama dan bapak bahwa mendidik anak itu harus dengan hati. Peluk mereka setiap saat, yakinkan bahwa mereka akan aman dengan bapak dan mama. Berkat pendampingan tersebut, para mama dan bapak mulai peduli dengan pendidikan anaknya.
Malam sudah gelap, tanpa listrik. Seorang bapak berkunjung ke rumah. Bertanya tentang anaknya yang ingin berkuliah tapi si bapak bingung bagaimana caranya. Si bapak yang bingung untuk pembiayaannya, menjadi yakin untuk menabung setiap hasil panen. Saat saya bercerita bahwa dengan kuliah, anaknya bisa membantu bapaknya untuk menghasilkan panen yang maksimal. Senyum merekah dari bibirnya. Saya bahagia sekali saat itu.
Hari anak nasional bukan hanya sekedar seremonial saja. Ini adalah cara kita semua untuk terus berikhtiar mendampingi anak-anak kita. Selamat hari nasional 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H