Mohon tunggu...
Arsyad Iriansyah
Arsyad Iriansyah Mohon Tunggu... Administrasi - Pengalaman adalah guru, setiap orang adalah murid dan guru.

Arsyad Iriansyah sudah menyukai dunia blog atau menulis saat duduk di kelas 1 SMA. Blog pertamanya masih ada yaitu arsyadiriansyah.com . Lebih banyak menulis pengalamannya menjadi relawan guru, toleransi, kehidupan sehari-hari, dan tak jarang menulis hal serius tentang isu kebijakan publik. Selain itu, ia tidak lebih dari anak muda lainnya yang hanya ingin belajar, belajar dan belajar. Dapat dihubungi via surel arsyadiriansyah@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Berpuasa di Keluarga Kristiani

8 Juni 2017   23:48 Diperbarui: 10 Juni 2017   21:33 2830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

"Kak, su mulai buka ko? Lama sampe!" ucap mama sambil kesal dan khawatir akan kesehatan anaknya yang berpuasa di tengah panas yang meradang.

Perkenalkan, mamaku bernama mama lina sedangkan bapak bernama Whelhemus Keti. Mereka adalah kristen taat, tak pernah sekalipun saya melihat mereka absen untuk ke gereja dan selalu terlibat aktif di acara gereja seperti ibadah rumah tangga. Bapak, sosoknya sangat pendiam beda dengan ibu yang ceriwis. Saat ini bapak sedang sakit, entah apa sakitnya, tiba-tiba meriang dan sampai suatu hari pendengarannya berkurang. Mama, wanita tangguh yang tak pernah lelah mengurusi urusan domestik sampai lengan-lengannya begitu kekar karena memikul air dari penampungan sumber air dusun kami.

Ini adalah puasa pertama saya sekaligus hal baru buat mama dan bapak tentang konsep puasa. Semuanya pertama. Pertama bagi saya untuk menjalankan puasa di rumah dan pertama buat mama dan bapak karena kini anaknya beragama Islam.

Jelang puasa, mama selalu bertanya apa yang harus dipersiapkan agar saya kuat berpuasa, apalagi mama khawatir dengan matahari di Pulau Rote yang begitu terik, lalu muncul akal-akalan mama, "Sudah kaka pi minum air di belakang sa," gemas dan lucu bukan?

"Mama, nanti kaka ada namanya sahur. Sahur itu kotong makan jam 3 trus berhenti makan dan minum sampai jam 4," begitu penjelasan saya kepada mama tentang sahur dan berbuka. Mama pun mengangguk-angguk paham dengan penjelasan yang saya utarakan sampai pada kesimpulan mama bahwa "Oh, jadi puasa sonde hanya tahan makan dan minum sa e kakak tapi ju tahan baomong orang deng son berbuat jahat," senyum lebar dari saya ketika mama akhirnya tahu tentang puasa.

Sahur hari pertama. "Kakak, pi bangun mama su ada buat makan di meja," teriak mama dari dapur.

Saya yang baru tenggelam dari mimpi berusaha mengenali instruksi mama tadi, khawatir itu hanya mimpi belaka. Setelah yakin bahwa sumber suara itu benar dari mama, saya pun bergegas bangun sambil meraba-raba senter yang ada di meja. Iya, rumah kami alias dusun kami tidak ada listrik sehingga senter dan sehen -sebutan untuk lampu dari panas matahari, pada umumnya kita sebut solar cell-.

"Awii mama ni....."

Ternyata mama punya inisiatif tinggi dan tingkat kekhawatiran akut. Saya dibangunkan sahur pada pukul 2 pagi dengan alasan takut terlewat sahur jadinya lebih cepat lebih baik dari pada terlambat atau tidak sama sekali kata mama saat itu.

Oh ya, bapak juga suporter terbaik selama puasa. Kalo saya sedang mengerjakan tugas di ruang tamu, bapak akan langsung menyodorkan bantal tanpa berkata-kata hanya dengan senyuman kecil, terharu. Ada lagi cerita lainnya, saat saya dari kota, bapak yang sedang makan di ruang tamu buru-buru ke dapur, katanya dia berdosa kalo makan di depan saya.

Sayur marungga, si sayur penangkal setan.

Berbukalah dengan yang manis. Kalo sekarang berbukalah dengan yang bisa menangkal setan, hehee. Berbuka di desa berarti berbuka dengan menu sederhana. Tak ada es pisang ijo atau aneka gorengan, hanya kelapa muda yang masih bisa saya santap karena di belakang rumah berjejer pohon kelapa.

Di Rote, sayur ini atau tumbuhan ini jarang sekali dikonsumsi di Jawa. Beberapa mitos dari sayur ini juga aneh-aneh dari penangkal jin atau setan bahkan kalo ada orang yang menggunakan aji-ajian dari jin trus kena daunnya maka lenyaplah kekuatannya.

Sebagian besar wilayah Rote ditumbuhi sayur marungga atau biasa di Jawa disebut sebagai daun kelor. Setiap rumah dapat dipastikan memiliki tumbuhan ini, apalagi tidak begitu susah merawatnya. Marungga, sayur yang nikmat dihidangkan bersama nasi panas dan sambal khas Rote Ndao yaitu perasan jeruk nipis, nikmatnya maknyusss.

Saya begitu sayang dengan bapak dan mama. Mungkin kami berbeda, saya Islam dan mereka Kristen tapi bukankah kita semua adalah manusia yang sama. Manusia yang seharusnya saling menyayangi dan memberi kasih kepada siapa saja tanpa harus melihat dari mana asalnya, agama dan daerah?

Keluarga Whelhemus Keti mengajarkan banyak hal kepada saya. Setahun sebagai guru bantu di Rote mengubah definisi saya tentang keluarga itu tidak hanya dari pertalian darah. Bagaimana makna ramadanmu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun