Akhir-akhir ini sering banyak  kita jumpai atau menemui fenomena-fenomena yang mudahnya orang atau sekelompok mengatasnamakan agama, apalagi jika di kait-kaitkan dengan politik.Â
Saat-saat ini agama memang menjadi bahan yang sangat mudah untuk membuat orang atau kelompok-kelompok masyarakat terpengaruh. Mengaitkan politik dengan agama seperti merasa terdzalimi dan membela diri dengan menagatasnama agama, dan sikap-sikap lainnya.Â
Padahal kondisi-kondisi tersebut seringkali tidak sepenuhnya benar. Misalkan, ketika mereka mengatasnamakan ulama-ulama untuk merumuskan atau merekomendasi capres dan cawapres atau yang lain-lainnya.
Agama saat ini menjadi bahan yang mudah atau gampang untuk memanipulasi atau membuat orang-orang atau sekelompok orang untuk mudah terpengaruh. Di tambah lagi dengan adanya kondisi-kondisi saat ini pasca pemilihan umum.Â
Misalnya adalah  banyaknya orang-orang awam atau masyarakat umumnya semangat ingin mengetahui agama tapi di sisi lain mereka tidak mau repot-repot belajar dengan cara yang benar dan tepat.Â
Selain itu juga, banyak generasi-generasi milineal saat ini yang sangat tergantung dengan adanya kecanggihan tekonologi. Dengan kondisi tersebut, membuat pihak-pihak yang mengatasnamakan agama mudah "mencari kawan" dengan memanfaatkan teknologi saat ini untuk memenuhi kepentingannya.
Dalam perkembangan politik di Indonesia saat ini, agama memegang peranan yang penting dan tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Dimana simbol-simbol keagamaan masih memegang peranan-peranan dalam bidang politik.Â
Agama berbondong-bondong meraih peran dalam dunia perpolitikan dan dunia perpolitikan juga meraih dukungan dari agama. Hanya saja dalam kondisi masyarakat yang majemuk seperti di Indonesia ini, peranan agama tidak selalu memberikan kontribusi positif dalam dunia perpolitikan ini. Selain berkaitan dengan agama, politik juga berkaitan dengan ekonomi, sehingga dunia politik itu memiliki hubungan antara agama, ekonomi dan politik.
Banyak orang yang beranggapan bahwa agama memberikan banyak kontribusi positif di dalam masyarakat dan itu memang bisa terjadi. Tetapi, peran agama juga bisa memberikan kontribsi negatif dan juga dapat menimbulkan perpecahan. Agama tidak hanya memainkan peranan yang integrative dan menciptakan harmoni sosial saja di dalam masyarakat, tetapi juga peranan yang  memecah.Â
Agama merupakan lembaga produksi kekuasaan-pengetahuan yang dahsyat, terutama dalam masyarakat seperti di Indonesia. Dia tidak bisa di lepaskan dari mekanisme dan teknik kekuasaan normatif dan disipliner.Â
Kenyataan kehidupan masyarakat Indonesia penuh dengan intrik politik dan ironisnya institusi agama yang seharusnya memajukan dan memanusiakan manusia terlibat dalam intrik politik, yang mana pada masa modern ini atau masa sekarang ini, institusi agama di banyak Negara tidak memiki peranan-peranan begitu nyata dalam dunia perpolitikan.
Jika hal tersebut di bairkan terus-menerus di masyarakat Indonesia ini, maka kemajemukan masyarakat akan terancam dan akhirnya bisa menuju banyaknya perpecahan yang ada.Â
Dalam sejarah peradaban manusia, agama memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat juga dalam perpolitikan yang ada di negara. Tidak dapat dipungkiri kerajaan-kerajaan dan institusi agama pada zaman dahulu membentuk hubungan-hubungan mutualisme simbiosis, yang mana kerajaan menjamin keberlangsungan institusi agama dan insititusi agama memberikan pengesahan bagi kerajaan tersebut. Tapi, dalam perkembangan modern saat ini, agama mulai di tinggalkan dan simbol-simbol keagamaan digantikan dengan simbol-simbol Negara.
Terjadinya intrik politik, dan interaksi fungsional maupun konflik merupakan makanan sehari-hari dalam kancah perpolitikan di Indonesia ini. Tentunya agama memiliki pengaruh positif terhadap kehidupan individu maupun kelompok masyarakat tapi saat bergandengan dengan politik, maka bisa menimbulkan ekses-ekses negatif. Pemberangusan kebebasan beragama atas nama mayoritas bisa terjadi.Â
Hal ini menunjukkan betapa agama sudah menjadi topeng bagi manusia yang rakus akan kekuasaan yang dimana untuk memenuhi kepentingan individu. Situasi perpolitikan di Indonesia amat sarat dengan intrik yang berbalut agama, sudah mengganggu proses kehidupan berbangsa dan bernegara.
Setidaknya ada beberapa faktor-faktor  yang menyebabkan seseorang atau beberapa kelompok masyarakat yang mudah mengatasnamakan agama dalam kehidupan sehari-hati khususnya dalam bidang politik ini.Â
Pertama, perasaan merasa terdzalimi yang diinternalisasikan kedalam diri dan mengaitkan identitas diri dengan agama. Perasaan frustasi yang muncul akibat persaingan hidup yang semakin ketat dan tingkat kesulitan hidup makin tinggi.
Kedua, motif mencari pendukung dan melegalkan keinginanya. Untuk dapat mempengaruhi orang lain untuk berada di pihaknya, maka mengatasnamakan agama mejadi salah satu teknik yang dianggap mampu.Â
Terlebih lagi, agama merupakan suatu hal yang sakral dan bersifat dogmatis dan jika digunakan akan mampu mempengaruhi banyak orang dengan berbagai latar bekang sosial. Motif mencari pendukung ini kemudian mudah tercapai karena banyak masyarakat awam agama namun memiliki semangat beragama yang tinggi.
Pada dasarnya, semangat keberagamaan yang tinggi dan menginternalisasikan nilai-nilai keagamaan dalam diri kemudian mengakulturasikannya pada kehidupan sehari-hari adalah sikap yang patut untuk diapresiasi dan didukung. Akan tetapi, semangat keberagamaan ini juga hendaknya diikuti dengan perilaku mempelajari agama dengan benar. Di sisi lain, juga berhati-hati dalam menggunakan agama agar tidak memberikan kesan agama menjadi alat untuk mencapai kepentingan pribadi dan golongan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H