Mohon tunggu...
Eka Herlina
Eka Herlina Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Seorang teman bagi temannya, seorang anak bagi ibu, dan seorang perempuan bagi dirinya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Lalu, Kasih Sayang seperti Apa yang Sudah Diberikan Kepada Ibu?

30 Juli 2024   12:34 Diperbarui: 27 Agustus 2024   17:28 781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar : Kasih sayang ibu dalam genggaman kehidupan ( Sumber foto : Freepik)

“Coba tes DNA deh, jangan-jangan Kakak anak pungut ibuk !” begitu adik melontarkan kata setiap kali melihat aku kena marah dengan ibuk. 

Tak ada kedamaian saat kami dipertemukan di satu ruangan ; entah ruang tamu ataupun keluarga. Selalu ada perdebatan berujung keributan yang tidak ku pahami setiap kali kami sekeluarga bercengkrama menghabiskan hari - hari di rumah. 

Amarah ibu adalah seperti makanan sehari - hari sejak aku memutuskan menghabiskan banyak waktu di rumah – dan mungkin ini menjadi alasan kenapa bawaan ibu selalu terpancing emosi memarahiku.

Seperti malam ini, ketika ibu kembali mempertanyakan langkahku menjalankan peran sebagai orang dewasa. Tentang pernikahan dan kehidupan selanjutnya seiring waktu yang membuatku menua. 

“ Usiamu sudah berapa? Kamu bukan anak - anak lagi, “ keluh ibu saat ia rebahan di ruang keluarga. 

Aku yang sedang sibuk mengunyah nasi hanya menarik napas. Sebuah topik yang selalu menjadi bahan pertengkaran akhir - akhir ini. Apa ibu sudah benar - benar bosan melihat wajahku tiap hari di rumah? 

Ini sungguh waktu terlama aku berada di rumah sejak usia 10 tahun beranjak pergi dari rumah dan berlabuh di rumah nenekku dan kemudian beranjak ke perantauan lainnya. Selama lima belas tahun berada di luar rumah ibu, aku menyadari ibu tidak sepenuhnya mengenal anaknya selain yang bisa ia lakukan adalah menghujani dengan kata - kata penuh amarah.

Keputusan untuk kembali melangkah memasuki rumah, ku pikir dapat menggantikan waktu yang ‘hilang’ selama ini. Nyatanya rumah tak ubah bagaikan hiruk pikuk pasar malam yang menyesakan.

Dari mulai cara aku berpakaian ada saja yang salah di mata ibu. Dari cara aku berbicara, selalu ada kritikan yang menyakitkan hingga cara aku berusaha membantu beliau. Selalu ada omelan terkesan hujatan yang melelahkan hati.

Ibu lupa, usiaku bukan usia awal belasan tahun yang masih bisa diberi nasehat soal bagaimana berpakaian dan bagaimana bersikap baik dalam berbicara. Hampir separuh perjalanan menuju dewasa ku lalui dengan seorang diri tanpa pengaturan yang jelas dari orang -orang sekeliling selain pengaturan tak tertulis soal kehidupan sosial. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun