Ada sebuah pernyataan menarik dari novel berjudul Welcome To The Hyunam-Dong Bookshop, karya Hwang Bo-reum, penulis Korea Selatan yang membuat saya sepenuhnya setuju.
“Dengan terus membaca buku, aku yakin aku bisa menjadi orang yang baik,” ujar Yeong-ju, tokoh utama dalam novel tersebut.
Membaca memang tidak menjamin seseorang memiliki kehidupan fancy ala Syahrini tanpa khawatir soal kondisi finansial. Membaca juga tidak memastikan seseorang bisa sepintar Xaviera Putri, peserta Clash of Champions. Tapi, dengan membaca dapat mengasah sisi humanis seseorang sebagai makhluk sosial.
Setidaknya itu yang saya rasakan sebagai pribadi yang tumbuh dengan kebiasaan membaca. Saya tidak bisa mengatakan membaca adalah sebuah hobi, tapi lebih dari sekedar akan sebuah kebutuhan emosi di dalam diri ini.
Meskipun akhir - akhir ini minat membaca saya tidak se-addict saat masih duduk di bangku sekolah, setidaknya dalam satu bulan ada buku yang saya selesaikan. Jika saat kecil hingga kuliah saya lebih banyak terjebak pada bacaan jenis fiksi, beranjak dewasa saya lebih tertarik pada buku pengembangan diri atau self improvement.
Baiknya pribadi seseorang tentu tidak bisa dinilai oleh diri sendiri tapi oleh lingkungan. Namun, tak bisa dipungkiri proses kepribadian saya berkembang tak lepas dari bacaan yang saya nikmati sedari kecil hingga memasuki usia dewasa saat ini.
Dan, melalui buku self improvement saya belajar untuk lebih mencintai diri sendiri serta melihat sesuatu permasalahan dari berbagai sudut pandang – tidak egois pada pendapat pribadi.
Peran Keluarga dalam Literasi
Bagi saya membaca dapat membentuk karakter diri menjadi pribadi yang lebih humanis. Dan, saya bersyukur Allah menganugerahi seorang Ibu yang mengajarkan saya membaca sejak usia lima tahun. Memiliki ayah yang bekerja keras sehingga kami punya privilege untuk membeli banyak buku.