Mohon tunggu...
Eka Herlina
Eka Herlina Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Seorang teman bagi temannya, seorang anak bagi ibu, dan seorang perempuan bagi dirinya.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Memahami Peran Ayah Dalam Proses Pendidikan Anak

7 Februari 2024   11:25 Diperbarui: 7 Februari 2024   17:14 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ayah turut terlibat dalam pengasuhan anak ( sumber foto : freepik/Jcomp)

Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya selain pendidikan yang baik (HR. Al Hakim:7679)

Ada yang menarik dari sebuah video yang di upload seorang teman di story sosial medianya. Sebuah video yang memperlihatkan ibu-ibu yang mengendarai motor dan berhenti di depan gerbang sekolah untuk menurunkan sang anak. Yup, hampir sebagian besar gambaran video tersebut adalah kegiatan para ibu yang setiap pagi mengantar anaknya ke sekolah.  

Tidak. Saya tidak mencoba kembali membahas tentang isu fatherless yang sudah menjadi rahasia umum di negeri ini. Dan, juga tidak ingin berspekulasi terhadap video tersebut. Hanya saja ingin  membahas dan mempertanyakan ulang peran ayah dalam keluarga, khususnya terhadap pendidikan anak.

Saya mungkin satu diantara ratusan anak yang tumbuh dimana ayah berperan mutlak sebagai pencari nafkah bukan sebagai penanggung jawab penuh terhadap urusan anak. Karena begitulah konstruksi sosok ayah dalam budaya sosial masyarakat patriarki. Tanggung jawab utama ayah tak lebih sebagai memenuhi kebutuhan keluarga secara finansial dan mengasuh anak diisi saat waktu luang saja.

Saya – mereka yang tumbuh dalam budaya patriarki erat – lebih banyak berdiskusi soal urusan sekolah kepada sosok ibu. Saya tidak mungkin lupa cibiran beberapa tetangga, apakah ayah saya pernah memperhatikan dan mengurus sekolah saya. Pada saat itu, tetangga saya sedang sibuk mengurus pendaftaran sekolah anaknya. 

Namun, yang tidak disadari oleh tetangga saya adalah peran ibu saya saat itu. Saya beruntung memiliki ibu yang terkadang melibatkan sosok ayah dalam proses pengasuhan lewat komunikasi. Ibu adalah jembatan antara hubungan anak dan ayah sehingga entah kenapa saya tidak merasa ‘kehilangan’ ayah secara emosional pada saat kecil sekalipun ayah saya sibuk dan kerap bepergian ke luar kota untuk membeli barang dagangan.

Pada dasarnya tak ada orangtua yang sempurna termasuk ayah saya tentunya.  Tapi, tak bisa dipungkiri ayah adalah satu orang yang turut andil dalam membentuk karakter diri ini dengan nilai-nilai kebaikannya.

Posisi Ayah dalam Pendidikan Anak 

Percakapan Satria Maulana dan sang anak, Emir (sumber foto : screenshoot video reels @svatria)
Percakapan Satria Maulana dan sang anak, Emir (sumber foto : screenshoot video reels @svatria)

Dalam buku berjudul Home Schooling: Rekam Jejak Perjalanan Pendidikan Rumah yang ditulis oleh DK. Wardhani dan Ario Nugroho memaparkan bahwa hubungan orangtua dan anak di dalam Alqur’an lebih didominasi hubungan antara sosok ayah dan anaknya. Sebagaimana Lukman memperingatkan bahaya kesyirikan kepada anak-anaknya. 

Wardhani dan Nugroho juga menyatakan bahwa keterlibatan ayah secara aktif dalam pendidikan keluarga juga akan membuka keran komunikasi antara orangtua. seperti ibu yang tidak lagi merasa ragu mengutarakan masalah yang dijumpai karena ayah merespons dengan tanggung jawab. 

Tertutupnya komunikasi karena “ayah sudah lelah mencari nafkah” dinilai Wardhani dan Nugroho akan menyebabkan masalah yang tidak terselesaikan, berujung pada dampak negatif pada diri anak.

Saya teringat sebuah video reels instagram milik akun Satria Maulana (@Svatria) yang kerap melakukan komunikasi dua arah dengan anaknya. Salah satu video yang menarik adalah ketika menjelaskan soal ‘orang miskin’. Ia membuka obrolan dengan pertanyaan kepada Emir, anaknya, apakah pernah mendengar kata fakir. KetikaEmir menjawab 'tidak', ia pun mulai menjabarkan makna kata tersebut.

Svatria : Fakir itu orang yang hidupnya berkekurangan dan miskin. Kita ini fakir bukan?

Emir : Bukan

Svatria : Punya apa emang?

Emir : Mobil. Motor. Rumah.

Svatria : Tapi, tau nggak di Quran surah Fatir Allah bilang sebenarnya kita itu fakir lho, Mir.

Emir : Iya gitu. 

Kemudian Svatria membacakan ayat dari surat Fatir tersebut dan menjelaskan maknanya kepada sang anak. “Jadi kita itu fakir dihadapan Allah. ayat ini ngegambarin gimana kita sebagai manusia butuh sama Allah dari semua sisi. Pertama kita itu ada dari yang tadinya nggak ada. Emir ada diciptakan sama siapa?”

Svatria memberikan pandangan sebagai seorang ayah, obrolan dengan sang anak adalah sarana untuk membangun kedekatan. Orangtua perlu jadi guru pertama anak-anak untuk mengenal perasaan mereka. Kenyamanan anak-anak yang perasaan diakui akan jadi pondasi untuk obrolan-obrolan yang dilakukan.

Peran ayah dalam keluarga tidak saja bertanggung jawab terhadap pencari nafkah bagi keluarga, tapi juga berperan dalam pendidikan, terutama terkait persoalan Tauhid. Beban yang dipikul oleh sosok Ayah memang terasa berat, tapi ingatlah Allah memberi kesempatan untuk memperberat timbangan amal kelak. 

Sumber : 

- DK. Wardhani dan Nughroho.(2022). Home Schooling : Rekam Jejak Perjalanan Pendidikan Rumah. Jawa Barat:Sigi Kata.

- https://www.instagram.com/svatria/ 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun