Mohon tunggu...
Eka D. Nuranggraini
Eka D. Nuranggraini Mohon Tunggu... -

membaca hidup

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Laut Kembali Sunyi (Bagian 27)

27 Juli 2016   10:21 Diperbarui: 27 Juli 2016   10:27 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Tangis Wulan akhirny pecah seetelah sampai rumah, dia sudah menahannya sejak dari rumah sakit.

            “Sudah, sudah, tidak usah menangis. Sebaiknya kita berdoa untuk kesembuhan si Taufan. Ayah tidak mengira dia menderita penyakit yang cukup parah.”

            “Dia memang anak bodoh! Sudah aku bilang kalau dia itu sakit dan perlu ke dokter! Tapi dia bilang dia tidak apa-apa, baik-baik saja!” tukas Wulan diantara tangisnya. “Aku heran, kenapa aku bertemu dengan dua orang bodoh secara bersamaan! Baruna dan Taufan! Dua-duanya bodoh! Tidak mempunyai semangat hidup dan mudah menyerah!”

Syamsul memeluk Wulan untuk menenangkannya. Dia menyuruh Wulan berisitirahat.

***

Keesokan  harinya, setelah menyelesaikan tugasnya, Wulan pergi ke rumah sakit. Semalaman dia tidak bisa memejamkan matanya, mengingat apa yang terjadi dengan Taufan. Papa, Mama dan Bayu masih menunggu di depan UGD. Selain itu sudah ada Sekar dan Lintang dengan perut besarnya yang duduk dengan dirangkul suaminya, matanya nampak sembab. Mereka tertunduk lesu.

 Wulan duduk di samping Sekar. “Terima kasih, kamu telah menolong Taufan. Mas Bayu memberitahuku,” ucap Sekar, dengan mata yang juga sembab, lalu menanyakan apa yang sebenarnya terjadi dengan Taufan. Wulan pun menceritakan bagaimana Taufan tidak sadarkan diri di pantai.

Sekar teringat saat kemarin dia mencium Taufan di atap gedung kantor. “Semoga itu bukan ciuman terakhir,” gumamnya lirih.

            “Ada apa?” tanya Wulan karena mendengar Sekar yang bergumam tidak jelas.

            “Tidak apa-apa.” Sekar mencoba tersenyum.

            Keduanya kemudian terdiam sesaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun