Pasca putusan Mahkamah Konstitusi berkaitan dengan syarat capres dan cawapres, istilah politik dinasti kembali mewarnai perbincangan publik di Indonesia. Putusan MK dianggap memuluskan langkah Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi, untuk maju sebagai Cawapres Prabowo Subianto.Â
Presiden Jokowi dianggap mengintervensi keputusan MK agar mampu memuluskan permainan politiknya menuju berakhirnya masa jabatan presiden. Saat ini, Presiden menempatkan keluarganya dalam posisi-posisi politik yang tidak pernah mampu dibayangkan sebelumnya.Â
Pertama, sang anak sulung sebagai Wali Kota Solo, lalu ada menantunya, Bobby Nasution, sebagai Wali Kota Medan, putra bungsu Presiden, Kaesang Pangarep, sebagai ketua umum PSI, hingga iparnya, Anwar Usman, sebagai Ketua MK.Â
Capaian ini dianggap melampaui seluruh yang terjadi di pemerintahan orde baru Presiden Soeharto. Pada artikel ini, penulis tidak akan membahas mengenai apakah politik dinasti dibenarkan atau tidak, namun akan membahas mengapa politik dinasti sering terjadi di Indonesia, mulai dari politik nasional, hingga politik ditingkat terkecil masyarakat, yaitu RT.
Politik dinasti hanyalah sebuah gejala yang ditimbulkan dari kegagalan partai politik dalam melakukan kaderisasi yang baik. Fenomena seperti diusungnya artis sebagai kandidat adalah bukti bahwa partai gagal dalam membentuk jenjang karier politik di dalam partai politik itu sendiri.Â
Partai politik tidak pernah melibatkan publik dalam seleksi kandidat yang hendak diusung. Seluruh kesepakatan terjadi, entah berdasarkan popularitas lembaga survei, ataupun deal-deal elite politik yang ada.Â
Keadaan ini pada akhirnya mereduksi identitas partai politik, dan juga membiarkan pragmatisme politik terjadi dalam setiap momen pemilihan umum.
Salah satu mekanisme kaderisasi yang baik ditunjukkan oleh Partai Komunis China. Tidak akan istilah rising star dalam internal partai. Seluruh kader harus melewati proses kaderisasi yang panjang mulai dari pengabdian di tingkat desa hingga nantinya bisa bergabung di dalam komite pusat PKC.Â
Selain itu, seluruh kandidat calon presiden yang diusulkan di dalam rapat besar partai, wajib untuk berpidato mempresentasikan gagasan politik, ekonomi, sosial, dan budaya, sesuai dengan ideologi partai dan negara, yang nantinya akan menjadi pertimbangan bagi seluruh kader partai yang diwakilkan untuk memilih satu di antara kandidat yang ada.
Di Amerika Serikat, terdapat mekanisme konvensi sebelum partai resmi mengusung kandidat tertentu sebagai calon kepala daerah ataupun presiden. Konvensi ini akan memperlihatkan kualitas dari kandidat yang akan diusung beserta gagasan yang akan dilakukan apabila terpilih sebagai pejabat publik. Di Indonesia, tidak ada mekanisme ini karena terhalang oleh ambang batas yang ada di dalam UU.