Mohon tunggu...
Eka DelaRofita
Eka DelaRofita Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Pentingnya Distribusi dalam Sistem Ekonomi Islam

2 Maret 2019   22:34 Diperbarui: 2 Maret 2019   22:50 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Islam sebagai sistem hidup dan merupakan agama yang universal sebab memutar segala aspek kehidupan baik yang terkait dengan aspek ekonomi, sosial, politik dan budaya. Seiring dengan maju pesatnya kajian tentang ekonomi islam dengan menggunakan pendekatan filasafat dan sebagainya pendorong kepada terbentuknya suatu ilmu ekonomi berbasis keislaman yang terfokus untuk mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai islam. (Munthe Marabona, 2014: 1-2)

            Adapun bidang kajian yang terpenting dalam perekonomian adalah bidang distribusi. Distribusi menjadi posisi penting dari teori ekonomi mikro baik dalam sistem ekonomi islam maupun kapitalis sebab pembahasan dalam bidang distribusi ini tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi belaka tetapi juga aspek sosial dan politik sehingga menjadi perhatian bagi aliran pemikiran ekonomi islam dan konvensional sampai saat ini.

            Kasus busung lapar yang mencuat dua tahun silam bisa menjadi salah satu contohnya. Sebagaimana disitir Menkes Siti Fadilah Supari, ada sekitar 1,67 juta anak-anak dibawah usia lima tahun di Indonesia yang menderita gizi buruk. Merebaknya kasus busung lapar jelas bukan disebabkan oleh minimnya persediaan pangan. Buktinya pada saat yang sama banyak orang mengalami obesitas karena kelebihan lemak dan kalori. Bukti lainnya, kasus busung lapar juga terjadi di beberapa daerah yang dikenal sebagai lumbung padi, seperti NTB. Di Profinsi tersebut, ada sekitar 49.000 anak balita yang menderita busung lapar. Realita itu menjadi bukti nyata bahwa kelaparan bukan disebabkan oleh minimnya alat pemuas kebutuhan, namun karena buruknya distribusi.

            Beberapa fakta diatas menunjukkan, problem utama dalam ekonomi sesungguhnya adalah masalah distribusi kekayaan. Oleh karena itu, kelaparan dan kemiskinan tidak bisa diatasi hanya dengan melimpahnya jumlah kekayaan. Akan tetapi harus ada sebuah sistem ekonomi yang mengatur distribusi kekayaan hingga terpenuhinya kebutuhan tiap-tiap orang-orang. Mereka yang terlanjur menguasai sumber daya semakin giat mengukumulasikan asset dalam genggamannya. Sementara mereka yang mengalami kesulitan mengakses sumber daya, semakin tidak berdaya.

Rasulullah sangat menganjurkan umat Islam mendistribusikan sebagian harta dan penghasilan mereka untuk membantu saudara-saudara mereka yang berkekurangan di bidang ekonomi. Distribusi yang dimaksut Nabi terbagi menjadi dua jenis yaitu distribusi barang dan jasa yang berupa penyaluran atau penyimpanan barang atau jasadari produsen ke konsumen dan para pemakai dan penyaluran sebagian harta kepada orang-orang yang membutuhkan sebagai wujud solidaritas sosial. (Idri, 2017: 132-137)

            Rasulullah juga melarang umat Islam menimbun barang dan tidak mendistribusikannya kepasar. Penimbunan barang (ihtikar) biasanya dilakukan dengan tujuan untuk dijual ketika barang sudah sedikit atau langka sehingga harganya mahal. Penimbunan termasuk aktivitas ekonomi yang mengandung kezaliman dan karenanya berdosa.

: :< >( )

Artinya: "Dari Ma'mar ia berkata, Rasul SAW bersabda: barang siapa yang menimbun barang maka ia bersalah (berdosa)" (HR. Muslim)

            Rasulullah menyatakan bahwa mendistribusikan harta dengan cara memberikannya kepada orang lain dapat mencegah pelakunya dari siksa api neraka, sebagaimana sabdanya:

: :< >( )

Artinya: "Dari Adi bin Hatim RA berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: takutlah pada api neraka walaupun hanya dengan (memberikan) satu biji kurma" (HR. Bukhari)

            Nafkah yaitu sesuatu yang diberikan seseorang kepada orang-orang atau sesuatu yang menjadi tanggungannya. Nafkah tersebut ditujukan untuk enam orang; diri sendiri, istri, saudara, pembantu wanita, budak dan hewan peliharaan. Seseorang kepala rumah tangga berkewajiban memberi nafkah kepada orang-orang atau sesuatu yang menjadi tanggungannya.

: ( )

 Artinya: "Abi Mas'ud al-Badri dari Nabi SAW bersabda: sesungguhnya seorang muslim jika memberikan nafkah kepada keluarganya berasal dari jerih payahnya, hal itu merupakan sedekah baginya"(HR. Muslim).

            Jika seseorang memberikan nafkah kepada orang lain, maka orang tersebut juga akan mendapatkan nafkah dari Allah. Sesuatu yang yang diberikan kepada orang lain tidaklah hilang percuma, tetapi akan mendapatkan ganti dari Allah baik berupa pahala maupun ganti materi dala waktu yang lain

(Harahap Isnaini, 2015: 143-145)

            Persoalan distribusi berhubungan erat dengan pertanyaan: untuk siapa diproduksi? Bagaimana produksi ditrisbusikan diantara faktor-faktor produksi yang berbeda-beda? Bagaimana mengatasi problem ketidaksamaan sebagai akibat dari distribusi? Ini merupakan tiga pertanyaan utama yang dihadapi oleh setiap masyarakat dengan sistem ekonomi apa pun yang menjadi anutannya.

            Distribusi sebagaimana dirujuk oleh istilah dulah dalam Al-Qur'an (QS. Al-Hasyr [59]: 7) merupakan landasan penting peredaran harta, kekayaan dan pendapat agar tidak terkonsentrasi di tangan orang-orang tertentu yang sudah kaya atau berkecukupan secara ekonomi. Di samping pernyataan langsung tentang perlunya pendapatan dan kekayaan didistribusikan sehingga tidak terjadi konsentrasi, Al-Qur'an juga menyebutkan tiga macam tindakan yang mencegah terjadinya proses distribusi yang adil, yakni larangan menimbun harta, bermegah-megahan  yang melailaikan, dan celaan atas penumpukan harta yang terlalu.

            Untuk menjalankan proses distribusi dibutuhkan kriteria atau prinsip yang menentukan dan berlaku bagi siapa saja yang memiliki hubungan dengan kekayaan dan pendapatan. Kriteria distribusi yang memungkinkan cukup banyak, sehingga menyebabkan berbedaan perolehan antara individu. Kriteria itu meliputi: pertukaran, kebutuhan, kekuasaan, dan sistem sosial atau nilai etis. Kriteria pertukaran dan kebutuhan berbeda dengan prinsip balas jasa yang memandang "usaha" dan "kontribusi actual" sebagai dasar distibusi. 

Kriteria usaha diterima oleh Al-Qur'an karena "setiap orang tidak akan menerima kecuali apa yang diusahakan". Namun kriteria kontribusi actual tidak sepenuhnya diterima karena beberapa alasan : bahwa dalam harta dan kekayaan seseorang ada hak bagi mereka yang kurang beruntung; mereka yang memiliki tanggung jawab memberi nafkah kepada keluarga dengan sendirinya memperoleh tunjangan lebih daripada mereka yang bujangan; dan dengan ketulusan dan kesukarelaan seseorang dibolehkan berkorban untuk orang lain sehingga sebagiannya ia distribusikan kepada mereka yang membutuhkan.

            Skema distribusi perlu didefinisikan melalui kebijakan distribusi berdasarkan aturan-aturan Syariah dengan seluruh implikasi ekonominya. Skema distribusi itu meliputi dua macam: macam pertama, ditribusi praproduksi atas sumber daya atau kekayaan alam, antara lain:

(1) kemitraan untuk mengatasi kesenjangan antar individu yang diakibatkan oleh perbedaan kuantitas asset produktif, baik berupa kepentingan publik maupun beberapa jenis sumber daya alam

(2) larangan membatasi akses ekonom karena bertentangan dengan prinsip kemitraan atas manfaat kekayaan alam dari tanah yang tidak bertuan

 (3) merampas tanah yang tidak produktif untuk tujuan produktif melalui mekanisme iqta'

(4) regulasi barang tambang untuk kesejahteraan publik

(5) efisiensi sumber daya air dan sumber daya alam terbarukan.

Kedua, regulasi distribusi output produksi (kekayaan dan pendapatan) antara lain:

  • sebagai surplus pemanfaatan modal produksi
  • warisan untuk pemerataan kekayaan
  • zakat sebagai solidaritas sosial
  • wakaf sebagai filantropi sosial
  • hadiah tanpa pamrih
  • fay, ghanimah, dan rikaz untuk kesejahteraan bersama.

Daftar Pustaka

Marabona, M. (2014). Konsep distribusi islam. Jurnal Syariah, 2, 72-88

Idri, 2015. Hadis Ekonomi, Ekonomi dalam Perspektif Nabi. Jakarta: Kencana

Harahab, Isnaini. 2015. Hadis-Hadis Ekonomi. Jakarta: Prenadamedia Group

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun