Mohon tunggu...
Eka Arief Setyawan
Eka Arief Setyawan Mohon Tunggu... Penulis - Desainer Grafis

Saya adalah seorang yang memiliki hobi desain grafis, menulis, menggambar, melukis, dan lain sebagainya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menerawang Masa Depan Negeri: Alam Semakin Sempit dan Petani Semakin Langka (Sebuah Esai)

14 November 2024   14:45 Diperbarui: 14 November 2024   15:37 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mendobrak Tradisi "Baru" sebagai Solusi

Tentu belum hilang dari ingatan kita, ketika pandemi Covid-19 merebak di penjuru dunia, masyarakat "seolah" dipaksa untuk tetap beraktivitas meski hanya dari dalam rumah, termasuk kegiatan rapat atau diskusi. Di tengah bencana yang seolah meredam mobilitas manusia, sebuah inovasi pun muncul, yakni rapat/diskusi jarak jauh berbasis video call seperti Zoom Meeting dan Google Meet. Solusi itu dianggap sebagai masa peralihan menuju teknologi tanpa sekat, karena memudahkan manusia di seluruh dunia untuk saling berdiskusi, mengadakan rapat, hingga menciptakan konten media sosial.

Didasari fenomena itu, bukan tidak mungkin pada suatu saat, manusia akan kembali mengalami masa "transisi" pada bidang tertentu. Ketika sebuah aktivitas baru tiba-tiba lahir, sehingga "memaksa" aktivitas sebelumnya menjadi usang, kita pun --- mau tidak mau --- "dipaksa" beradaptasi agar mampu melakukan aktivitas baru itu dengan baik.

Maka itulah, kita tidak dapat memaksa masyarakat (khususnya generasi muda) agar tertarik bekerja di dunia pertanian, mengingat zaman telah banyak mengubah selera dan preferensi mereka. Tetapi salah satu solusi yang dapat ditawarkan adalah beradaptasi; baik beradaptasi untuk bertani dalam platform baru, atau beradaptasi dengan pertanian sebagai model bisnis baru.

Beradaptasi untuk bertani dalam platform baru memiliki beberapa contoh (meski sebetulnya tidak dianggap "baru" juga) seperti misalnya urban farming atau memanfaatkan bagian rumah untuk ditanami tumbuhan komoditas pangan, seperti cabai, terong, serta tomat, atau bisa menggunakan media pot seperti stroberi dan jeruk. Selain itu, kita juga mengenal hidroponik alias bertanam tanpa media tanah, hingga budidaya tumbuhan rambat sebagai "taman vertikal" pada bangunan dan gedung.

Sedangkan beradaptasi dengan pertanian sebagai bisnis baru, dapat diwujudkan seperti bisnis logistik bahan pangan berbasis daring dan berskala regional, lalu ekspor produk pertanian secara massal, seperti seperti sarang burung walet, pakan ternak, susu, kelapa, mentega, hingga biji kopi. 

Sebetulnya dua jenis bisnis tersebut sudah dimulai oleh beberapa orang atau perusahaan, hanya saja belum menjadi masif, karena belum banyak yang mengetahui peluang pada dua bisnis tersebut yang masih begitu luas, khususnya bidang ekspor, sehingga masih dimonopoli oleh negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam.

Pada akhirnya, sudah saatnya generasi muda kita ikut memahami dan turut serta dalam membawa dunia pertanian ke arah yang lebih baik, sehingga ketika suatu saat kita menerawang masa depan negeri ini, kita tak akan dihadapkan dengan realita bahwa alam semakin sempit dan petani semakin langka, tetapi alam dapat diolah semakin luas, dan pelaku bisnis pertanian semakin banyak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun