Hal itu karena Jejak digital itu seolah menjadi sebuah pembenaran bagi publik pada suatu hal yang belum tentu kebenarannya. Sebab semua informasi di dunia ini bisa di akses oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun. Bukan itu saja meskipun menghapus jejak digital itu mungkin saja bisa dilakukan, akan tetapi jika sudah tersimpan dimemory seseorang bukan hal yang mustahil itu sangat sulit untuk dimusnahkan.
Maka sebelum semua terlanjur, akan lebih bijak kita selalu menerapkan prinsip saring dulu sebelum share, Â atau bertabayun terlebih dulu jika hal tersebut menyangkut pihak lain. Serta lebih hati-hati melakukan publikasi, apalagi terkait dengan dokumentasi yang memang harus menjadi sebuah privasi.
Kebanyakan manusia hanya melihat kulitnya, sebab tidak semua manusia mampu mencerna setiap isi yang terbalut kulit. Meskipun pada kenyataannya tidak selamanya kulit itu senilai dengan isinya. Selayaknya buah-buahan ada buah pisang, buah durian dan juga buah kedondong, ketiga buah ini cukup menjadi penggambaran masing-masing setiap insan yang ada di dunia nan fana ini.
Faktanya fatamorgana itu ada, namun nyatanya fatamorgana hanya ilusi semata. Tetap hati-hati dan waspada jangan sampai terlena tipu daya dunia. Maksud hati ingin mengabadikan sebuah momen dan membaginya dengan yang lain. Namun jika tidak hati-hati bisa jadi hasilnya tidak sesuai ekspektasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H