Kini kami hanya tinggal bertiga. Ayah kami sudah lama lepas dari tanggung jawabnya. Menghilang. Hidup dengan istri lainnya. Anak pertama yang diharapkan, meninggal karena bunuh diri. Sungguh keluarga yang berantakan.
#####
Namira berhasil mengajakku makan siang bersama. Setelahnya, aku sengaja mengajak mereka bersenang-senang. Dari mulai belanja bulanan, bermain di game centre, membeli baju serta makanan enak. Semua hal yang bisa aku lakukan, untuk membuat ibu dan Nami bahagia.
Saat Nami dan ibu pergi ke sebuah store pakaian. Ibu terlihat memandang ke sebuah gaun merah yang indah. Dia menunjuk gaun itu ke arahku.
"Lana bentar lagi ulang tahun, Nak. Ibu ingin membelikan gaun ini untuknya. Sepertinya ibu gak pernah kasih hadiah ke dia waktu dia ulang tahun. Lana pasti senang, ya kan Nak?" Ibu mendekati gaun itu, dan mengelus sisian kainnya.
"Ibu, kak Lana gak butuh itu lagi. Nanti setelah dari sini, kita ketemu dia ya. Janji." Ucapku sembari menahan perasaan sedih.
#####
Sepeninggal kami dari pusat perbelanjaan, aku sempatkan diri untuk membeli bunga. Aku akan membawa ibu untuk menemui kakak. Karena pasti ia sangat merindukan kakak, sama sepertiku.
Mobilku berhenti di sebuah tempat pemakaman umum. Tempat itu cukup luas dan dipenuhi bunga bakung serta kamboja. Saat itu sedikit mendung dan sunyi. Aku bawa ibu dan Nami ke arah pekuburan. Letaknya sedikit ke dalam.
"Kita ngapain kesini, Nak?" Tanya Ibu, raut kebingungan terlihat jelas.
Aku genggam erat tangan ibu. Tangan yang telah merawat kami sedari kecil. Tangan yang telah melawan kerasnya hidup selama ini.