Mohon tunggu...
Ilana Rue
Ilana Rue Mohon Tunggu... Lainnya - Freelancer

Saya menyukai fiksi sedari kecil, namun butuh waktu lama untuk akhirnya bisa menulis. Saya mulai menulis pada tahun 2021 di akun wattpad. Awalnya saya menulis hanya sebagai media untuk healing dari rasa stres dan depresi yang saya rasakan. Di awal Juli 2023, nama saya tercantum pada penulis terpilih yang karyanya dibukukan di sebuah antologi cerpen. Sejak saat itu, saya aktif berkarya dan mengikuti lomba-lomba cerpen.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dalam Dekapan Kenangan

24 Agustus 2024   08:56 Diperbarui: 24 Agustus 2024   09:00 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kini kami hanya tinggal bertiga. Ayah kami sudah lama lepas dari tanggung jawabnya. Menghilang. Hidup dengan istri lainnya. Anak pertama yang diharapkan, meninggal karena bunuh diri. Sungguh keluarga yang berantakan.

#####

Namira berhasil mengajakku makan siang bersama. Setelahnya, aku sengaja mengajak mereka bersenang-senang. Dari mulai belanja bulanan, bermain di game centre, membeli baju serta makanan enak. Semua hal yang bisa aku lakukan, untuk membuat ibu dan Nami bahagia.

Saat Nami dan ibu pergi ke sebuah store pakaian. Ibu terlihat memandang ke sebuah gaun merah yang indah. Dia menunjuk gaun itu ke arahku.

"Lana bentar lagi ulang tahun, Nak. Ibu ingin membelikan gaun ini untuknya. Sepertinya ibu gak pernah kasih hadiah ke dia waktu dia ulang tahun. Lana pasti senang, ya kan Nak?" Ibu mendekati gaun itu, dan mengelus sisian kainnya.

"Ibu, kak Lana gak butuh itu lagi. Nanti setelah dari sini, kita ketemu dia ya. Janji." Ucapku sembari menahan perasaan sedih.

#####

Sepeninggal kami dari pusat perbelanjaan, aku sempatkan diri untuk membeli bunga. Aku akan membawa ibu untuk menemui kakak. Karena pasti ia sangat merindukan kakak, sama sepertiku.

Mobilku berhenti di sebuah tempat pemakaman umum. Tempat itu cukup luas dan dipenuhi bunga bakung serta kamboja. Saat itu sedikit mendung dan sunyi. Aku bawa ibu dan Nami ke arah pekuburan. Letaknya sedikit ke dalam.

"Kita ngapain kesini, Nak?" Tanya Ibu, raut kebingungan terlihat jelas.

Aku genggam erat tangan ibu. Tangan yang telah merawat kami sedari kecil. Tangan yang telah melawan kerasnya hidup selama ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun