Mohon tunggu...
Ilana Rue
Ilana Rue Mohon Tunggu... Lainnya - Freelancer

Saya menyukai fiksi sedari kecil, namun butuh waktu lama untuk akhirnya bisa menulis. Saya mulai menulis pada tahun 2021 di akun wattpad. Awalnya saya menulis hanya sebagai media untuk healing dari rasa stres dan depresi yang saya rasakan. Di awal Juli 2023, nama saya tercantum pada penulis terpilih yang karyanya dibukukan di sebuah antologi cerpen. Sejak saat itu, saya aktif berkarya dan mengikuti lomba-lomba cerpen.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dalam Dekapan Kenangan

24 Agustus 2024   08:56 Diperbarui: 24 Agustus 2024   09:00 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat akan meraih knop pintu kamar. Seseorang meraih lenganku.

"Kak. Tolong jangan diambil hati omongan Ibu. Kakak kan tahu, sejak kematian Kak Lana. Kesehatan ibu sedikit terganggu. Ibu lihat Kakak datang aja, Ibu udah senang banget. Ayo Kak. Balik ke meja makan." Ajak Nami.

"Kenapa kamu biarin Ibu kayak gitu? Kakak ga bisa ada disini karena harus kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup kita. Tapi kenapa kamu biarin Ibu begitu?" Tuntutku. Seolah menumpahkan semua kesalahan pada adik kecilku.

"Kak, Nami juga udah berusaha sebisa Nami. Tapi kalau Ibu sendiri yang menolak, gimana? Beliau gak mau melupakan Kak Lana. Sementara Kakak juga gak pernah ada disini. Aku sendirian jagain Ibu, Kak Damar. Aku juga capek, Kak. Aku juga sedih." Balas Nami. Tangannya sedikit gemetar kala menggenggam lenganku.

Aku membawa tubuh Nami dalam dekapanku. Dinding pada diri kami masing-masing seolah hancur. Adikku kini menangis sesenggukan. Bahunya bergetar.

Tak terasa air mataku ikut mengalir. Sambil membelai rambut Namira, mataku menerawang kosong. Seolah pikiran-pikiran, kenangan demi kenangan, berlomba merangsek masuk menguasai diriku.

Sepeninggal kakak perempuan kami, kehidupan kami berubah. Kakak perempuan kami yang selalu bisa diandalkan membantu perekonomian keluarga kami, kini sudah tak ada. Kakak yang selalu pulang ke rumah, menjaga ibu dan adiknya, kini tak mungkin bisa pulang ke rumah lagi.

Aku sudah bekerja di luar kota semenjak lulus SMA. Walau hubungan kami tak begitu dekat. Tapi hubungan kami bukan hubungan yang buruk. Tentu aku baru menyadari itu semua semenjak kakakku meninggal. Aku baru menyadari bahwa aku kehilangan saudariku.

Sementara bagi ibu, kakak perempuan kami adalah sosok pemberontak, keras namun sangat perhatian pada keluarganya. Kakak kami, sepertinya memiliki kemiripan dengan ibu. Sehingga mereka sering kali bertengkar.

Saat hari kematian kakak perempuan kami. Tidak ada tangis sedikitpun di wajah ibu. Namun sejak saat itu, tak ada pula senyuman.

Aku terus berusaha lari dari rasa sedihku dengan bekerja dengan giat. Menghasilkan lebih banyak uang. Karena kini sudah tak ada yang bisa membantu perekonomian kami seperti dahulu. Namun perasaan kehilangan itu tak hilang setiap aku kembali ke rumah ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun