Tumbuh dalam keluarga besar yang memiliki keyakinan berbeda-beda membuat saya memahami cara-cara umat lain menajamkan ibadah mereka. Bukan sekadar teoritis dari buku pelajaran.Â
Seperti saat diundang ke acara keluarga di mana pemilik rumah memimpin doa dengan keyakinan yang berbeda. Kami hanya diam saja.Â
Sebaliknya mereka menghargai kami dengan menyediakan makanan halal yang bisa kami nikmati tanpa merasa khawatir.Â
Jadi menurut pendapat saya memang semua berawal dari keluarga. Anak-anak diberikan pemahaman tentang konsep toleransi beragama dan tentang konsep hidup rukun bertetangga. Bagaimana bersikap dalam kegiatan agama lain pun sebaiknya dibekali sejak kecil.Â
Penerimaan yang dimulai sejak masa anak-anak akan terbawa hingga dewasa. Sehingga akan menyikapi segala perbedaan dengan santai. Tak perlu ribut-ribut mencari celah untuk beradu argumentasi. Karena pada dasarnya sudah berbeda ya diterima saja dengan lapang dada.Â
Perbedaan Bukan untuk Menjadi Jurang Pemisah
Sejak kecil saya diajarkan oleh orang tua untuk menghormati orang lain. Siapapun dia, bagaimanapun latar belakangnya dan apapun agamanya. Oleh karena itu sampai sekarang terus terbawa dalam kehidupan sehari-hari.Â
Oma tetangga sebelah selalu mengirimkan dodol ranjang setiap Imlek. Tante depan rumah kalau lebaran pasti mengirimkan bermacam-macam kue kering. Sebagai tetangga yang baik saya membalas dengan mengirimkan makanan khas lebaran untuk mereka nikmati. Â
Dalam bersosialisasi kita harus saling bertenggang rasa agar hidup tentram. Dalam beragama mengembangkan sikap toleransi adalah jalan untuk mencapai kedamaian.Â
Masing-masing umat beragama menjalankan ibadah sesuai keyakinan. Tak perlu mencampur adukkan hal-hal yang terkait peribadatan dengan hubungan antar manusia, karena itu urusan seorang umat dengan Tuhannya.Â
"Lakum diinukum wa liyadiin"
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!