Pria itu termenung menatap kolam ikan di halaman belakang rumahnya yang luas. Usianya sudah lewat setengah abad tapi beban tanggung jawabnya belum juga berkurang. Dia teringat kehidupannya saat susah dulu. Mencari uang dengan bekerja serabutan.Â
Hingga suatu hari dia mendapat pekerjaan di sebuah toko kelontong milik keluarga terkaya di kampung. Meski bukan pekerjaan impian setidaknya gaji yang diberikan setiap minggu mampu menyambung hidup ibu dan adik-adiknya. Sepeninggal ayah mereka hidup semakin susah. Dulu ibunya buruh cuci yang berkeliling dari rumah ke rumah. Sementara ayahnya buruh bangunan yang mendapat uang saat ada proyek pembangunan saja.Â
Seraya menyelesaikan sekolah dia bekerja di toko kelontong itu. Tugasnya termasuk mengantarkan pesanan ke pembeli dengan gerobak.Â
Setidaknya tugas itu membuatnya mengenal orang-orang kaya lainnya. Juragan beras, juragan minyak dan para petinggi kampung.Â
Betapa nyaman kehidupan orang kaya. Tak perlu bekerja keras, ingin apapun langsung tersedia.Â
Keinginan menjadi orang kaya tertanam kuat di hati dan pikirannya. Bekerja keras dan bersekolah hingga dia memiliki modal untuk merantau dan berusaha di kota besar.Â
Dari usaha percetakan kecil yang dimulai bersama beberapa kawannya kini dia sudah memiliki banyak usaha besar. Perusahaan yang bergerak di berbagai bidang dari mulai tambang hingga perhotelan.Â
Targetnya sudah tercapai, menjadi orang kaya. Ibu dan adik-adiknya pun hidup terjamin tak kurang suatu apapun. Hanya saja ternyata menjadi orang kaya tidak otomatis memberinya hak untuk bersantai dan menikmati hidup.Â
Justru tanggung jawabnya semakin berat. Mempertahankan pencapaian bukan hal mudah. Kerja keras sangat dibutuhkan. Selain itu juga harus memahami jalur-jalur yang tepat untuk mendapatkan proyek.Â
Uang yang dipertaruhkan untuk proyek kali ini sangat besar.Â