Mohon tunggu...
Einila Dilla Ainila
Einila Dilla Ainila Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab

Ada yang harus berjuang, namanya aku | Ambigunya rasa tanpa kata | Selamat bertumbuh | Hukum tarik-menarik | Dinamika awan | 私は幸せだったよ.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

3/4/18

4 Maret 2018   07:48 Diperbarui: 4 Maret 2018   08:32 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tidak tahu harus memulai dari mana. hanya saja aku juga tak terlalu paham, ini tentang mimpi atau hanya pembenaran kasar yang aku buat seolah-olah nyata dengan memejamkan mata. Terlihat benar-benar nyata.

Saat itu aku mendengar nenekku dibawa pulang untuk melakukan sesuatu (entah aku juga tidak tahu). Aku mendengar bapak mengeluhkan pelayanan rumah sakit, yang katanya kalau malam selalu tidak memberikan selimut kepada nenek. Mereka pun membantah kalau beliau tidak mau, dengan berdalih bukti saat mereka bertanya nenek hanya mengangguk. (Bisa jadi panas sih) Aku memotongnya "Kan nenek emang nggak bisa bicara". Aslinya bukan nggak bisa bicara cuma saat sakit nenekku lumpuh.

Tak lama kemudian aku keluar rumah (teras rumah) tak sengaja ada tamu, entah mengapa aku merasa sangat aneh dengan mereka, namun mereka sangat ramah. aku ajaklah masuk rumah, dalam keadaan gaduh (saat iru entah kenapa ibu dan adikku nggak mau keluar kamar; sibuk berdebat tontonan) Aku sempat kaget. Kalau tidak salah aku hanya melihat seorang bapak dan 3 orang anak perempuan dan ternyata masih ada 2 orang lagi yaitu anak laki-lakinya yang menggondang adiknya. Mau tidak mau aku berpindah tempat duduk, harapanku dapat mengajak ngobrol namun ternyata masih tak ada suara. Kala itu aku hanya memandang laki-laki itu. Memang tampan dan tinggi  mungkin 175 cm dengan kuliah sawo matang.

Kali ini aku ada di depan rumah temanku, secara tak sengaja melihat proses yang entah aku juga tak bisa menjelaskannya.

Berkumpullah banyak orang dari semua kalangan dan aku hanya mengenal laki-laki tadi "Alan". Sebenarnya kita disini hanya sibuk buang waktu sampai ada beberapa orang yang mondar-mandir dengan membawa boneka mirip sekali nenekku, aku hanya diam. entah kenapa perkataanku terlepas, "Boneka itu mirip nenekku." Sontak si Alan mengalihkan pembicaraan, aku hany atidak tahu apa itu. Entah kenapa juga ada banyak orang yang berkerumun di depan kelompokku tentang pernyataan, jangan sampai orang luar tahu perbuatan kita (semacam rahasia negara). Dan saat itu pula aku tahu salah satu kerabatku juga ikut andil besar dengan menyamar, mungkin untuk membeli sesuatu yang penting atau malah untuk misi yang mustahil, aku sama sekali kacau.

Percakapan itu tak lama berselang dan memulai per-misi-an. Anehnya sengaja atau tidak sengaja aku melihat seorang ninja, asli ninja. Aku hanya membatin, itu ninja telat. Tapi disisi lain aku berpikir mungkinkah itu mata-mata. 

Ah, entahlah aku nggak tahu. Selama ini toh juga baik-baik saja. Entah tanpa persetujuan atau bagaimana, orang-orang yang bersamaku tadi mendirikan tentang dan pembagian misi, Alan selalu memulai pembicaraan ini. Mungkin karena dia cakap aku ingin mempercayainya, mungkin aku mengaguminya. 

Sejujurnya di tempat ini tidak semua saling mengenal. Saat Alan membicarakn langkah apa saja yang nanti kita lakukan, aku mencoba mendekat, dan secara tak sengaja lagi-lagi aku melihat ninja itu yang sedang mengawasi kami, aku berpikir aneh; mungkinkah dia memang mata-mata atau hanya sedang mengawasi. Dan saat aku berpikir seperti itu Alan menghilang entah kemana seperti tersapu angin tanpa bekas. 

Saat dia nggak ada, aku merasa ada banyak hal yang salah. Dengan sengaja aku memberanikan diri untuk makan di tengah tenda, padahal tidak ada seorangpun yang menyentuh makanan di tengah tenda. 

Saat itu aku menemukan teman sepermainan yang katanya ia akan selalu bersamaku. Jujur saja aku sama sekali tidak mengerti maksudnya padahal ini kali pertama kita berbicara dan saling tahu. Perasaan aneh pun tetap berlanjut, kali ini ada seseorang yang berada disekitarku dan dia menempelkan pistolnya di kepalaku. Ya itu Alan, sontak saja aku kaget. Seorang Alan yang aku kagumi, yang ingin aku percaya ternyata berkhianat. Dia memcoba membunuhku, katanya. 

Aku masih saja tak percaya, aku hanya menghadap dengan dengan melihat wajah-wajah yang rasanya lebih pucat daripada aku. Aku pun berbicara dengan mereka, tak apa biar aku saja yang mati, kalian tetap bertahan disini. Namun mereka menolak, Alan pun menyeru kalau begitu setengah kalian tetap disini dan setengahnya ikut aku nanti.  Alan pun melepaskanku, dan aku masih saja tak bergeming dari tempat. Tiba-tiba aku sudah ada dibarisan yang akan mengikuti Alan dan rasanya begitu aneh, seseorang yang menyatakan akan bersamaku, ia memilih untuk tinggal. Aku juga tidak merasa berkecil hati, dan aku tidak ingin membenarkan hal ini.

Tak begitu lama, kami pun mengikuti langkah Alan dan anehnya si ninja itu masih ada di atas genting. Bisa jadi aku saja yang bisa melihat dia, atu dia juga bisa melihatku, aku ragu. Dia tak begitu mencolak, bahkan mata kita tak pernah bertemu, apalagi bahasa tubuh. ia sama sekali tak bergerak.Kami pun berpisah dengan mereka. 

Anehnya kita itu ditempatkan ke sebuah rumah, dan rasanya ini sangat asing. Tidak ada apa-apa. oa mungkin ia mencoba melindungi kami, bagiku ini masih saja ambigu. Entah juga saat aku keluar rumah dengan seseorang dan secara kebetulan aku melihat Alan berjalan dengan seorang lelaki yang aku nela, namanya Thohar. Aku mendengar percakapan mereka, 

Alan pun memutuskan untuk tak melanjutkan perjalanan dengan Thihar, dengan sifat Thohar yang selalu ingin tahu. Dia tak begitu saja melepaskan Alan, namun Alan pun menyadari niat Thoohar, dia pun memukulnya beberapa kali dan tak sengajanya mataku bertemu dengan matanya yang terlihat kesal, entah dengan kelakuannya aku rak punya petunjuk. Rasanya aku disini baik-baik saja.

Sampai disini dulu ya, aku bingung mau menambahkan apa lagi, tapi memang itu murni ending dari cerita ini. Mungkin saja tak akan terulang lagi, namun untuk tokoh Alan ini masih menjadi misteri, aku masih tak bisa menebaknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun