Mohon tunggu...
Eikal Halim
Eikal Halim Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pengaruh Hoax dalam kehidupan bermasyarakat, Berbahaya?

24 April 2017   09:46 Diperbarui: 25 April 2017   04:00 33336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

         Sebelum berbicara lebih jauh mengenai definisi atau istilah apa itu hoax dan bagaimana ciri – ciri dari hoax tersebut dan bagaimana cara membedakan berita asli dengan hoax, mari kita kilas balik sejenak dan melihat kondisi sosial media saat ini. Akhir – akhir ini diberbagai sosial media sering kali kita temui beberapa berita, baik berupa opini dari artikel web dan sekedar opini yang bersertakan gambar yang menurut saya sendiri tidak ada kaitannya dengan opini tersebut. Hal ini tentunya sangat mengkhawatirkan untuk waktu kedepannya.

          Jauh sebelum kata “hoax” itu sendiri berkembang dan “viral”,kita sering menemukan penggunaan kata isu untuk berita – berita yang sebenarnya masih diragukan kebenarannya. Kata isu juga dikaitkan dengan kata gosip yang sebenarnya makna artinya tidak sama atau berbeda. Namun, hanya saja pada waktu ini penggunaan kata hoax itu sendiri lebih populer dan dimengerti dikalangan masyarakat kita.

Hoax sendiri memiliki definisi yaitu suatu berita atau pernyataan yang memiliki informasi yang tidak valid atau berita palsu yang tidak memiliki kepastian yang sengaja disebar luaskan untuk membuat keadaan menjadi heboh dan menimbulkan ketakutan. Akan tetapi, ada juga hoax yang sengaja dibuat untuk membuat cara berpikir tentang suatu hal menjadi sesat karena tertipu berita atau opini hoax. Jika sebelumnya hoax – hoax ini disebar luaskan lewat sms ataupun email dengan banyak, maka hoax sekarang ini lebih banyak beredar di dalam sosial media seperti Instagram, facebook, Twitter, Path, Whatsapp, serta blog – blog tertentu. Maka dari itu dibutuhkan kehati – hatian dalam menerima suatu berita atau opini.

Penyebaran berita hoax pada periode akhir – akhir ini membuat para pengguna internet atau biasa disebut sebagai netizen sangatlah khawatir. Dengan keadaan seperti ini, maka Menurut Ketua Dewan Pers, Stanley Adi Prasetyo, Dewan Pers akan memberlakukan sistem verifikasi media massa, mulai 9 Februari 2017, bersamaan dengan Hari Pers Nasional, seperti dikutip oleh Kaskus.co.id.Dengan demikian, dapat kita ketahui jumlahnya berapa banyak media massa yang abal – abal dan media yang bersertifikasi.

Hal tersebut tentunya sangat baik, mengingat dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh hoax. Dikutip dari indolinear.com,ada 4 hal dampak negatif yang dapat ditimbulkan yaitu hoax sebagai pembuang – buang waktu, pengalihan isu, penipuan publik dan pemicu kepanikan sosial.

Pertama adalah pembuang – buang waktu, seperti dikutip dari cmsconnect.com, menyatakan bahwa dengan melihat hoax di sosial media bisa mengakibatkan kerugian bagi individu itu sendiri maupun kelompok di kantor tempat ia bekerja. Hal ini dikarenakan hoax tersebut yang mengakibatkan efek mengejutkan sehingga sangat berpengaruh terhadap produktivitas kelompok di kantor tersebut. Dengan penurunan prodoktivitas tersebut, maka apa yang dihasilkan semakin berkurang sedikit demi sedikit atau bahkan dengan jumlah besar.

Kedua adalah sebagai pengalihan isu. Di media sosial ataupun internet khususnya para penjahat internet atau biasa dipanggil cyber crime,hoax biasa dimanfaatkan sebagai pelancar aksi kejahatan mereka di internet atau di sosial media. Sebagai contohnya, para penjahat cyberakan mengirimkan sebuah hoax yang berisikan bahwa telah terjadi kerentanan sistem dalam pelayanan internet seperti gmail dan ymail. Lalu, para penjahat tersebut akan mengirimkan sebuah tautan berupa link kepada para user atau pengguna yang berisikan saran meng-klik tautan tersebut agar akun pengguna akan terhindar dari kerentanan sistem gmailataupun ymail. Padahal, pada kenyataanya tautan tersebut merupakan virus yang bisa membajak gmailmaupun ymail para pengguna yang biasa kita sebut hacking.

Selanjutnya, adalah sebagai penipuan publik. Jenis penipuan ini biasanya bertujuan untuk menarik simpati masyarakat yang percaya dengan hoax tersebut, lalu ketika dianjurkan untuk menyumbangkan sejumlah uang dan anehnya ada saja yang mau menyumbangkan uang tersebut tanpa mau berpikir lebih dalam ataupun detail apakah berita tersebut terbukti benar ataupun salah. Banyak orang yang akhirnya tertipu dengan hoax tersebut dan pada akhirnya terlanjur mengirimkan sejumlah uang yang sangat besar. Salah satu contoh kasusnya seperti dikutip dari indolinear.combeberapa waktu yang lalu yaitu sebuah pesan yang beredar lewat aplikasi chat yaitu Whatsappberisi pesan pembukaan pendaftaran CPNS nasional. Setelah berita hoax tersebut viral terserbar, akhirnya pemerintah langsung memberikan klarifikasi bahwa pemerintah tidak membuka pendaftaran CPNS pada waktu itu.

Berikutnya yang terakhir adalah sebagai pemicu kepanikan publik. Biasanya hoax yang satu ini memuat berita yang merangsang kepanikan khalayak publik, dan beritanya berisikan tentang tindak kekerasan atau suatu musibah tertentu. Salah satu contohnya adalah hoax tentang kecelakaan hilangnya pesawat Garuda Indonesia dengan tujuan Jakarta – Palu beberapa waktu lalu. Hoax ini begitu cepat menyebar sampai media massa maupun media online harus mengklarifikasi berita tersebut agar masyarakat tidak panic ataupun percaya dengan hoax tersebut.

Selanjutnya, saya akan menjelaskan ciri – ciri yang terdapat pada berita atau opini hoax. Hal ini tentunya sangat bermanfaat untuk masyarakat yang notabenenya sering menggunakan sosial media untuk meng-updateinformasi lebih dalam, akan tetapi tidak terjebak oleh berita – berita palsu yang beredar. Dengan demikian, kita dapat menjadi pembaca yang cerdas, bijaksana dan tidak termakan angin lalu.

Ciri yang pertama adalah Judul dalam suatu berita biasanya berbumbu provokatif dan disertai denga isu – isu terkini. Hoax juga biasanya menggunakan judul berita sensasional sehingga dapat memicu emosional para pembacanya. Pada umumnya berita hoax juga bisa diambil sumbernya dari media massa atau media online yang resmi akan tetapi isi dar beritanya diubah mula dari dikurangi hingga ditambahi sedikit agar membuat isi berita semakin sensasional. Oleh karena itu jika anda merasa menemukan berita yang memiliki judul ataupun isinya yang sedikit sensasional, ada baiknya untuk mencaritahu lebih dalam lagi dan cocokan dengan berita aslinya apakah terlihat perbedaanya atau tidak agar bisa kita lihat sama atau tidak isi berita tersebut.

Selanjutnya, cara yang ampuh untuk mengetahui berita hoax adalah dengan memeriksa fakta yang ada sebelum percaya akan suatu berita. Biasanya jika suatu berita tidak disertai dengan sumber yang jelas, maka sudah dipastikan bahwa berita tersebut adalah hoax. Dan biasakan kita memeriksa berita yang kita baca, apakah berita tersebut adalah fakta ataupun hanya sebuah opini semata.

Karena definisi serta dampak negatif dan ciri dari berita hoax sudah dipaparkan oleh penulis, maka penulis akan menjelaskan keresahan sesungguhnya. Keresahan ini timbul karena di era milenial ini, sangat mudah sekali menyebarnya hoax dikalangan masyarakat. Hal ini menyebabkan terjadinya sesat pikir atau fallacy terhadap suatu permasalahan sosial yang ada dan menimbulkan salah kaprah atau semacamnya.

Padahal di zaman sekarang, globalisasi sudah terjadi. Internet dan media sosial khususnya merubah jarak sesungguhnya menjadi dekat karena tidak ada batasan informasi yang didapatkan oleh para penggunanya. Sehingga menyebabkan konflik di dunia digital dan memengaruhi kondisi sosial di dunia nyata.

Mengapa ini bisa terjadi? Alasan pertama menurut penulis adalah kurangnya etika dalam menggunakan sosial media maupun sejenisnya. Hal ini diperkuat dengan bebasnya para netizen mengungkapkan pendapat mereka di dalam media sosial manapun yang mereka mau. Dengan keadaan seperti itu, wajar saja akhir – akhir ini media sosial yang biasa digunakan untuk penyebaran hoax seperti Twitter, Instagram, dan Whatsapp di timeline-nyaselalu muncul berita – berita sensasional yang tidak bersumber sama sekali.

Contoh saja di Instagram,dibagian menu explore,bisa kita dapati berbagai macam berita hoax yang disertai foto yang sebetulnya tidak ada hubungan dan kaitannya sama sekali. Akan tetapi, untuk para pengguna aplikasi tersebut yang tergolong baru – baru  ini menggunakannya biasanya begitu mudahnya percaya dan terpengaruh dengan hoax tersebut. Saya sempat berpikir bahwa mengapa begitu banyaknya masyarakat yang masih banyak mempercayai hal tersebut, padahal seharusnya mereka menelaah terlebih dahulu informasi apa yang mereka dapatkan.

Lantas dengan wawasan terkini mereka yang terkesan “apa adanya”, mereka dengan cepatnya kembali menyebarkan ulang berita yang sama. Kendati demikian, tidak semua pengguna sosial media yang seperti itu. Ada saja mereka yang menggunakan sosial media dengan bijak dan tidak terpengaruh oleh hoax terkini dikarenakan banyaknya pengetahuan dan wawasan tentang hoax tersebut, sehingga para netizen yang bijak tersebut langsung membuat “berita tandingan“ berupa klarifikasi terhadap suatu hoax yang sedang dibahas atau panas – panasnya. Setelah itu timbulah semacam psywar di media sosial tentang siapa yang paling benar.

Sebagai contoh, masalah pilkada DKI Jakarta tahun ini merupakan pilkada yang begitu “berisik” bahkan pasca selesai pilkada DKI Jakarta yang dimenangkan oleh pasangan nomor urut 3 Anies baswedan dan Sandiaga Uno pun masih bertebaran hoax yang menjelekkan pasangan nomor urut 3 tersebut. Tidak hanya itu, pasangan dengan nomor urut 2 yaitu basuki tjahja purnama dan Djarot pun tidak luput sebagai objek hoax sehingga mencemarkan nama mereka. Perang hoax tersebut diduga adalah perang antar pendukung kedua pasangan calon tersebut. Kendati demikian, penyebaran hoax yang terjadi di salah satu media sosial yaitu Instagram tidak melulu tentang hoax antar kedua paslon tersebut.

Saya sebagai penulis berpendapat bahwa dengan menyebarnya berita hoax di media sosial manapun jika penggunanya atau yang mendapat informasinya tidak membaca berita tersebut secara bijak, maka bisa dipastikan dia akan selamanya terjebak arus berita hoax. Tidak hanya itu, mereka yang tidak bijak dalam membaca beritapun akan ikut membuat hoax tandingan sehingga antara kubu dengan yang lainnya tidak akan pernah habis untuk saling serang di media sosial. Sudah bisa dipastikan, orang atau kelompok tersebut sudah memiliki perspektif pemikiran yang salah dan hanya bisa saling menyalahkan tanpa menyeimbangkan pemikiran mereka.

Berdasarkan permasalahan di atas yang sudah kita ketahui, seharusnya pemerintah bisa mencegah para penyebar hoax dengan memberikan sanksi lagi dari UU yang sudah ada atau menyempurnakan kembali UU Pasal 27 ayat (3), Pasal 31 ayat (4), Pasal 5 ayat (1) dan (2), Pasal 43 ayat (5), Pasal 26 dan Pasal 40. Namun menurut penulis, para pembuat hoax – hoax di media sosial tetap tidak kunjung ada habis – habisnya. Bahkan jumlah user yang menyebarkan hoax semakin banyak bahkan berkembang.

Akhir kata saya sebagai penulis mengingatkan para pembaca untuk selalu berpegang teguh pada kebenaran. Mengingat zaman sekarang sudah sulit sekali membedakan mana yang benar dan mana yang sesungguhnya salah. Terima kasih.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun