"Nah...Radit main dulu sama Icha ya. Biar mama yang cari papa" katanya menenangkan anak - anaknya.
Ita pun bangkit melangkah keluar dari kamar. Dia semakin kesal dengan pola pikir suaminya itu.
"Anak - anak sangat membutuhkannya dan sangat dekat dengan dia. Kenapa sekarang dia malah tidak peduli anak - anak juga?" pikirnya dengan kesal karena anak - anaknya yang tidak tahu apa - apa pun ikut dikorbankan juga.
"Apaan sih" emosi Ita makin memuncak saat dibukanya jendela dan didapatinya suaminya masih saja disana. Posisi duduknya belum berubah, dan majalah itu masih di tangannya. Dia melirik ke arah jam, seharusnya suaminya itu sudah siap - siap  mau berangkat kerja.
"Apaan sih maksudnya ini. Sedangkal itukah pola pikirnya sampai semua harus jadi korban?" emosi tidak tertahannya lagi. Dengan kasar pintu dibukanya. Ita mendekat dan mendorong punggung suaminya.
"Hei!!! Maumu apa sih? Kau mau..." bentakannya tiba - tiba tertahan.
"Gedebuk!!!" tubuh suaminya yang sudah kaku ambruk dari kursi.
Ita tersentak kaget. Detak jantungnya tiba - tiba semakin kencang. Dia tidak bisa mengontrol pikirannya yang teramat kalut dan hatinya yang tidak karuan.
"Hei!! Hei!! Pa!!!" suaranya semakin kuat.
Digoyangnya terus tubuh suaminya itu. Tetapi sudah sangat kaku. Ita bingung apa yang sudah terjadi. Hatinya terus menolak apa yang terpikirkan olehnya.
"Hei!! Pa!!! Bangun!!!"
"Pa!!! Jangan pergi!!!"
"Jangan pergi!!!" ratap Ita tak berhenti.