Tetapi itu jadi kata - kata terakhir yang diucapkannya secara langsung pada suaminya karena suaminya langsung diam dan berlalu, memilih keluar rumah. Sementara Ita hanya bisa menggerutu dengan dirinya sendiri dalam kamar.
"Diam. Diam terus. Memangnya aku ini dukun yang bisa tau pikiranmu?" begitulah gerutu Ita. Entah masih didengar suaminya atau tidak, dia tidak peduli. Yang dia tahu, dia begitu emosi. Dia begitu kesal dengan suaminya itu. Dan pikirannya terus memaksanya menggerutu sepanjang malam sebelum akhirnya dia bisa tertidur.
Dia merasa suaminya tidak mencintainya lagi. Dia merasa hanya dijadikan sebagai pembantu dirumah itu. Tidak ada perhatian, tidak ada kasih sayang. Bahkan dia sampai berpikir suaminya mungkin punya wanita lain di luar sana. Entah apalagi yang dipikirkannya malam itu.
Pagi itu pun Ita bangun dan masih dengan perasaan yang sama. Emosi dan kesalnya masih sama, makanya dia langsung mencari suaminya. Berharap bisa menyelesaikan perdebatan mereka tadi malam. Dia ingin jawaban. Dia tidak mau lagi perdebatan mereka menggantung seperti yang sebelum - sebelumnya.
"Selesaikan hari ini. Aku mau jawaban sekarang juga" begitu terus pikirannya sambil mencari suaminya.
"Klik" dibukanya pintu rumah ke teras. Langkahnya terhenti di batas pintu mendapati suaminya ada disana. Hatinya begitu hancur melihat suaminya begitu santai duduk disana seolah tidak ada masalah apa - apa. Seolah tidak ada yang perlu dibicarakan dengan dirinya. Seolah semua uneg - uneg yang disampaikannya selama ini hanya berlalu begitu saja.
"Ya. Saya tahu sekarang. Saya ga pernah dianggap ada di sini kecuali sebagai pembantu" gumamnya dalam hati menyimpulkan yang terjadi. Niatnya untuk mendebat suaminya itu pun urung dilakukannya.
"Nasi sudah jadi bubur. Hatiku sudah hancur. Bodoh amat dengan dia yang sama sekali tidak menjaga perasaanku. Aku ga peduli lagi. Aku akan melanjutkan hidupku sendiri. Tanpa dia!!!" tegasnya lagi dalam hati penuh emosi.
Ita memutar langkahnya kembali ke rumah. Sama sekali tidak ada percakapan antara mereka. Pun suaminya, tidak sekali pun menoleh ke dia. Tidak peduli dengan kehadirannya.
Langkah Ita tergesa kembali ke kamar. Dipeluknya kedua anaknya. Isak tangisnya membangunkan Radit anak sulungnya.
"Ma, kenapa nangis?" tanya Radit yang masih berumur 4 tahun.