Berdialektika mengenai Filsafat Stoikism yang mana 2 tahun terkahir ini menjadi salah satu topik yang populer dikalangan masyarakat Indonesia, terlalu banyak masyarakat yang merasa bahwa aliran filsafat ini menjadi salah satu acuan masyarakat untuk menciptakan sebuah prinsip kehidupan.Â
Namun asumsi mengenai pembahasan yang satu ini yaitu benar atau tidak bahwasanya aliran filsafat stoikism ini menjadi solusi dari banyaknya masalah hidup yang orang-orang jalani? atau malah ternyata banyak orang yang mengklaim bahwa dirinya adalah seorang stoik?, atau yang sebenarnya tidak terlalu tahu mengenai aliran filsafat stoikism ini hanya sekedar eksistensi dan euforia belaka?
Sedikit banyak mengenai sejarah dari aliran filsafat stoikism, bahwa stoikism ialah sebuah ajaran filsafat yunani kuno memiliki 3 tokoh utama dalam aliran filsafat ini yaitu Senecca, Epic Titus dan Marcus Aurelius.Â
Walaupun ini berupa ajaran kuno yang mana sudah ribuan tahun sejak pertama kalo stoikism dicetuskan, ajaran ini tetap eksis hingga saat ini. Stoikism mempelajari begitu banyak hal baik dan praktis yang bisa diterapin dikeseharian dan ada beberapa hal yang mana landasan berpikir dari aliran stoikism ini adalah fokus ke hal yang bisa kita kendalikan, jadi stoikism itu membagi hal itu menjadi dua eksternal dan internal.Â
Disisi lain aliran stoikism ini juga percaya bahwa sebuah impuls dalam diri manusia juga diluar kendali manusia itu sendiri yang mana memang terkadang otomatis muncul atau ada secara tiba-tiba. Jadi aliran stoikism ini mengajarkan kita untuk fokus terhadap apa yang bisa kita kontrol, dalam bahasa psikologi memiliki nama Focus of Control.Â
Yang mana memang manusia yang lebih bahagia itu tentu manusia yang memiliki Focus of Control tersebut, jadi manusia tersebut menenkan pada sesuatu jikalau dia gagal jikalau dia  sukses ya semua ini karena kepribadian diri, artinya memang fokus ke hal yang bisa dia kontrol sebagai manusia atas dirinya, bukan menuduh keadaan, nyalahin pemerintah, guru, bahkan nyalahin Tuhan sekalipun.
Kemudian mengenai landasan berpikir dari stokism ini mengajarkan bahwa hidup itu bukan hanya mengejar hal-hal ang duniawi saja, kerana dunia itu sebenarnya memang tidak dapat kita kontrol sebagai manusia. Ada lagi mengenai stoikism ini juga mengajarkan kita sebagai mansuia untuk fokus kepada perbuatan ataupun perilaku yang baik, bukan sebagai sikap bodo amat terhadap eksternal seperti di masa sekarang orang-orang yang telah salah mengartikan. Secara sederhana ajaran stoikism juga mengajarkan manusia untuk mementingkan nilai-nilai baik, bahkan stoiksm sendiri memang percaya bahwa manusia itu harusnya menyatu dengan alam.Â
Jadi manusia itu sudah ada logos-nya sendiri sebagai makhluk yang rasional, dan sebagai makhluk yang irasonal ya semestinya manusia terus melakukan hal baik meskipun dilaur sana banyak orang yang melakukan hal buruk dan ini banyak orang-orang tidak tahu. Dan prinsip berpikir yang berikutnya adalah istilah soal mementomori, mementomori ini ialah sebuah hal yang diajarkan oleh stokism bahwa kita itu harus ingat sama kematian.Â
Bahwa hal-hal materialistik bahkan seperti tubuh kita ini tidak adakan last forever. Secara sederhana aliran ini mengajarkan manusia untuk sadar bahwa didunia hidup itu tak akan bertahan selamanya, memang terkesan dark namun dengan menyadari bahwa one day kita bakal meninggal, kita bakal jadi lebih ikhlas menerima segala hal yang terjadi di kehidupan kita dan terpacu dalam mem-fokuskan diri ke hal-hal yamg sekiranya penting dalam kehidupan.Â
Dari beberapa prinsip pemikiran aliran stoikism ini memang terkesan revelan untuk diterapkan di kehidupan kita juga mengenai salah satu dari beberapa prinsip diatas dalam stoikism yakni percaya sana yang namanya takdir, bahwa hidup ini memang sudah takdirnya.
Nah di sinilah letak masalahnya sebetulnya sistem itu sekarang populer banget dan ketika sesuatu itu sudah terlalu populer atau bahkan sudah bukan lagi merupakan ajaran filsafat yang murni filsafat tapi juga adalah sebuah industri yang memang digunakan juga oleh orang-orang di self health, di sinilah sebetulnya akan muncul banyak kesalahan atau salah kaprahan gitu tentang stoikism.Â
Dapat kita pahami bersama bahwasanya ajaran filsafat itu sebetulnya bukan suatu hal yang simpel ya, walaupun bisa saja menjadi simpel juga. Namun jika kita mau mempelajari secara mendalam tentu kita harus banyak dalam membaca buku terkait filsafat, kadang kala buku dari buku yang membahas tentang buku. Disisi lain menurut standar masyarakat sepakat bahwa suatu hal yang mungkin terlampau simpel itu bisa jadi rentan salah.Â
Di masa sekarang ini tepatnya Era industry 5.0 manusia diberikan kemudahan dalam mengakses informasi apapun termasuk Filsafat ini, dengan mudah stokism jadi diikutin oleh semua orang dan di modifikasi menjadi tips hidup di dalam banyak hal misalnya sedang depresi ya stokisme, sedang bisnis ya stoikisme, sedang berduka ya stoikisme, sedang bingung ya stoikisme. Terkait semuanya sebetulnya tidak ada yang salah namun pertanyaanya apakah hal yang menjadi tips sederhana ini sudah sebenar-sebenarnya stoikisme?, apakah memang ini sistem terbaik dalam menghadapi kehidupan sehari-hari?.Â
Juga ada salah satu blogspot yang pernah saya baca yang berpendapat "stoik modern sekarang itu sering banget dipilah-pilah gitu, ya dipilih-pilih juga ajaranya Cuma diambil yang postifinya aja dan stoik modern itu seringkali juga ngemodif ajaran-ajaran sistem yang lama". Sebenarnya juga tidak apa seperti itu namun yang nyebelin adalah ketika orang sotoy gitu dalam artian Stoik Ortodoks yang berlandaskan nalarnya sendiri yang mana sebetulnya ajaran sesungguhnya tidak demikian.Â
Contoh dari salah satu tokoh Stoikism yakni Senecca beliau juga salah satu dari pencetus ajaran filsafat ini, beliau pernah kehilangan sahabatnya dan otomatis beilau juga dihadapkan sama situasi berduka, lalu saat-saat seperti itu gagasan dari Senecca meyatakan bahwasanya sedih itu haram jadi kita sebagai manusia tidak boleh sedih kerana sedih.Â
Padaha jika secara realita terkait manusia sendiri itu juga merupakan mahkluk yang emosional bukan hanya rasional saja. Adapun beberapa ajaran Stoikisme Modern. Dan maraknya lagi bahwa penganut aliran filsafat stokisme modern ini menutupi  hal itu, urgensi untuk masa sekarang ini terkait Stokisme Modern bahwasanya stokisme yang kita semua percaya itu belum tentu benar dan belum tentu cocok buat masing---masing individu apalagi dalam situasi tertentu dan belum tentu juga dengan berbagai riset Psikologi yang ada di masa sekarang ini, belum lagi fenomena poser yang dimaksud adalah orang yang ikut-ikutan tanpa tau hakikat dari ajaran ini.
nah yang jadi masalah dari poster juga tentang miskonsepsi yang sebetulnya buruk tapi dianggap bahwa ini adalah part of Souls / bahwa ini adalah alirannya memang seperti ini. Adapu gagasan yang paling populer yakni Bodo Amat sama eksternal, padahal prinsip ini busa dibilang sedikit bertentangan dengan aliran filsafat stokisme.Â
Sebagai contoh jika memang implus dari aharan filsafat stoik ada lah sikap bodo amat segala hal yang memang diluar kendali ya sudah bodo amat'in aja, maka jika seperti itu Marcus Aurelius tidak akan menjadi kaisar yang baik pada jaman kekuasaanya, padahal justru Marcus Aurelius itu peduli dengan eksternal namun kepedulianya pada eksternal hanya sebagai sarana berpikir dalam mengambil keputusanya.
Tapi pada dasarnya bahwa Stoikism itu bukan untuk semua orang, misalnya jika frutasi apakah itu karena tidak bisa menjadi stoik atau memang secara pribadi neurotik atau memang sangat peduli dengan berbagai macam kejadian eksternal, gampang nangis dan sebagainya. Menurut saya pribadi saya lebih setuju jika manusia itu tidak memiliki label-label tersendiri seperti hal nya misal oh saya paling stoik, oh ini yang paling stoik atau oh ini sipaling stoik saya lebih setuju seperti karena memang ada banyak banget aliran filsafat yang bisa kita anut atau pelajari bahkan kita bisa aja bikin aliran sendiri untuk diri sendiri seperti misalnya banyak hal baik dari suatu ajaran ya sudah diambil saja, sedang yang kurang cocok ya udah jangan dianut, diluar sikap merasa menganut suatu ajaran bahkan stoik maka kita secara batiniyah bebas melakukan apapun termasuk mengambiul sisi baik dari suatu ajaran yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H