Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi bangsa kita adalah masalah keterbelakangan ekonomi. Kondisi seperti ini, dalam konteks perekonomian Islam global, tidak hanya dirasakan bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, melainkan hampir seluruh negara Islam juga merasakan hal yang sama. Realitas ini sejatinya bersebrangan dengan kondisi objketif dan ideal negara- negara Islam yang memiliki sumber daya alam yang besar dan potensial. Namun, kekayaan tersebut belum mampu dioptimalkan secara maksimal, berdampak pada kemunduran ekonomi di beberapa negara Islam.
Untuk membangun perekonomian bangsa Indonesia, masyarakat Islam dihadapkan pada problematika -- problematika konseptual. Dalam permasalahan ini, umat Islam seperti dihadapkan buah simalakama. Tentu ada alasan mendasar yang menjadikan kebingungan tersebut, disadari atau tidak, epistimologi Islam klasik belum menyediakan dokumen -- dokumen teoritis prihal ekonomi Islam secara definitif, sementara ekonomi barat, kapitalis dan sosialis, oleh sebagian pakar ekonom Muslim dan berdasarkan realitas sosial -- ekonomi, mengakibatkan permasalahan -- permasalahan sosial yang cukup membahayakan masa depan manusia dan kemanusian. Oleh karenanya, konsep ekonomi barat pada beberapa sisinya, bersebrangan dengan konsep ekonomi Islam, setidaknya dalam konsep keseimbangan dan keadilan sosial.
Teori kapitalis yang menitik beratkan kepentingan individu telah memunculkan permasalahan sosial, seperti kesenjangan, ketidak adilan, hilangnya etika sosial yang berdampak pada ketimpangan dan eksploitasi terhadap alam yang berlebih- lebihan (Soeroyo dan Nastangin, 1995:hal.2-8).  Di mana konsep kapitalis tersebut memiliki tiga gagasan yaitu usaha memperoleh atau memiliki, persaingan dan rasionalitas. Konsep kepemilikian tersebut mengacu pada kepentingan individual atau kelompok tertentu yang mengakibatkan jurang ketimpangan ekonomi kelas atas dan kelas bawah. Kemudian, konsep persaingan menjadi alasan terjadinya persaingan yang tidak sehat dan mendegradasi nilai -- nilai moral. Dan konsep rasionalitas mengakibatkan hilangnya dogma -- dogma agama, yang dengannya para pelaku ekonomi hanya mengedepankan kepentingan provan dan menyempingkan kesakralan dunia atau materi. Kemudian, teori ekonomi sosialis yang menitik beratkan prinsip- prinsip kepemilikian harta pada negara, kesamaan ekonomi dan dispilin politik yang ketat, berakibat pada hilangnya  hak -- hak personal, kediktatoran dan sama halnya konsep ekonomi Kapitalis yang cenderung mengesampingkan nilai -- nilai moral. Sehingga kedua konsep ekonomi tersebut tidak akan mewujudkan keadialn sosial dan kesejahteraan.
Pada sisi lain, sistem ekonomi Islam memberikan pandangan lain, sekaligus jawaban secara komprehensif terhadap permasalahan -- permasalahan muamalah yang terjadi di tengah -- tengah masyarakat, di mana paradigma yang dibangun atas dasar kemaslahatam dan keseimbangan umat yang diilhami oleh nilai -- nilai Islam yaitu kesejahteraan sosial dapat dimaksimalkan, jika sumber daya ekonomi dialokasikan secara porfesional dan proposional yang dibatasi dengan peraturan atau prinsip Syariah yang meliputi Alquran, As-sunnah, Ijma', qiyas, ijtihad. Karenanya, konsep tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan (integral) dari agama Islam adalah sistem kehidupan. Sebagai contoh, aktifitas yang menguntungkan dalam sistem ekonomi modern, namun dalam ekonomi Islam tidak dibenarkan, satu sisi produk tersebut memiliki keuntungan financial yang tinggi, namun di sisi lain menimbulkan pengaruh negatif atau kemadharatan bagi umat, terutama pada aspek pisikologi, kesehatan, sosial --budaya dan lain sebagainya (Mukhlis dan Didi, 2020: hal. 44-46).
Hal tersebut dipertegas oleh para Ekonom Muslim yang memahami bahwa sistem ekonomi Islam sebagai suatu teori yang dapat dipraktikan dalam setiap kegiatan ekonomi untuk menghindari semua transaksi yang mengandung unsur kebatilan, seperti riba, maisir (judi), gharar (spekulasi, dan ihtikar (monopoli) dan lainnya. Artinya ekonomi Islam selalu menjadikan kesadaran tauhid yang di dalamnya mencakup dasar- dasar keimanan dan ketakwaan kepada Allaw SWT, merupakan kebutuhan prinsipil ekonomi. Selanjutanya pada aspek sosiologis, seluruh kegiatan ekonomi merupakan suatu kebutuhan manusiawi, praktek ekonomi dilakukan untuk keperluan dan kepentingan kemanusiaan. Arti kemanusiaan di sini berbeda dengan konsep humanisme modern di mana nilai- nilai kemanusian tidak hanya berdasarkan hasil pemikiran manusia saja, melainkan didasari atas petunjuk (huda) yang telah menciptakan manusia, (Baznas  Kota Malang, 2014: Hal.3)  Â
Prinsip Sistem Ekonomi IslamÂ
Pandangan Islam  terhadap realitas kehidupan (Islamic worldview) berbeda dengan agama- agama lain, di mana Islam dilandasi postulat Iman dan Amal. Dalam setiap aktifitas kehidupan Islam secara bersamaan menginterpretasikan dalam diskursus pengetahuan ilmiah dan juga dapat dipraktekan tentang bagaimana seseorang menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Juga memandang prilaku individu dan masyarakat ke arah pengoptimalan setiap individu dalam memenuhi kebeutuhannya dengan menggunakan sumber daya yang tersedia sesuai dengan peruntukannya dan tidak melanggar aturan -- aturan syariat Islam.    Â
Metwally dalam Arifin (2012) menyatakan bahwa sistem ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip di antaranya:
- Dalam ekonomi Islam, semua Sumber daya merupakan pemberian dan titipan Allah SWT kepada manusia. Sehingga manusia yang ditugaskan sebagai khalifah di muka bumi harus memanfaatkan seefisien dan seoptimal mungkin dalam aktifitas ekonomi (produksi, distribusi dan konsumsi) guna memenuhi kesejahteraan bersama di dunia, yaitu diperuntukan pribadi dan orang lain.
- Islam mengakui kepemilikan personal terdapat batasan -- batasn tertentu, misalnya kepemilikian alat produksi dan faktor produksi. Kepemilikan pribadi (privat) dibatasi oleh kepentingan masyarakat (umum), serta Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh melalui jalan yang tidak sah, terlebih memberikan kemadharatan dan kehancuran masyarakat.
- Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah Syirqah (kerja sama). Syariat Islam menganjurkan kerjasama dalam setiap aktifitas bisnis yang bersih dan interaksi riba atau harta yang haram dalam untung-rugi. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat An-Nissa ayat 29 "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu."
- Kepemilikan kekayaan pribadi harus berkontribusi sebagai aset (kapital) produktif yang menunjang besaran produk nasional dan meningkatka kesejahteraan Masyarakat. Allah SWT menyampaikan dalam firmannya, Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.
- Kepemilikan publik atau masyarakat telah dijamin oleh syariat Islam dan penggunaanya direncanakan untuk kemasalahtan orang banyak. Prinsip ini dilandasi hadits Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa, "Masyarakat punta hak yang sama atas air, padang rumput, dan api." Â Dalam hal ini semua industri exstraktif yang ada kaitannya dengan produksi bahan tambang, air dan bahan makanana wajib dikelola oleh negara. Pun berbagai macam bahan bakar diperuntukan keperluan umum dalam negeri dan tidak boleh dikelola oleh individu.
- Seorang Muslim harus takut kepada Allah SWT dan hari Akhirat, di mana ia meyakini bahwa perjuangan yang dilakukan di dunia semata- mata hanya untuk beribadah kepada Allah SWT dan meyakani setiap perbuatan yang dilakukan di dunia akan menjadi pertanggung jawaban di akhirat kelak.
- Menunaikan zakat, seorang Muslim yang memiliki kekayaan atau aset melebihi ukuran tertentu (nisab) diwajibkan menunaikan zakat. Zakat adalah instrumen pemerataan harta, di mana orang muslim yang memiliki harta sudah mencapai nishab dan haul wajib mengeluarkan hartanya sesuai dengan syariat Islam. Menurut pendapat para fuqaha, zakat dikenakan 2,5 persen untuk semua kekayaan tidan produktif (idle assets), dan pendapatan bersih dari transaksi (net earning form transaction), dan 10 persen dari pendapatan bersih investasi.
- Islam melarang setiap transaksi ribawi dalam aktifitas ekonomi. Pelarangan riba secara jelas dan tegas kepada siapa saja yang melakukan transaksi ribawi, karena prilaku riba akan merusak ekosistem ekonomi dan salah satu penyebab kesenjengan ekonomi yang terjadi di masyarakat. Sebagaimana yang termaktub dalam surta Albaqarah ayat 275 "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya."
- Islam bukanlah satu- satunya agama yang melarang transaski riba. Aristoteles adalah orang yang sangat menentang dan melarang riba, Plato pun mengutuk praktik riba. Kemudian dalam perjanjian lama, pelarangan riba termaktub dalam Leviticus 25:27, Deutonomi 23:19, Exodus 25:25, kemudian dalam perjanjia baru terdapat dalam Lukas 6:35
Keadilan dan Kesimbangan dalam Ekonomi IslamÂ
Islam memandang kehidupan manusia tidak hanya ibadah transendental (hablu mina Allah) semata, namun terdapat ibadah sosial (hablu mina al-nas) sebagai aktifitas ibadah horizontol yang penting dilakukan relasi Manusia dan alam, sebagaimana Allah memberikan penegasan kepada kita untuk menyelesaikan transaksi -- transaksi yang berhubungan dengan manusia di antaranya jual beli, hutang piutang, akad amanah dan transaksi lainnya yang diperbolehkan oleh syariat Islam, yang termaktub dalam surat al- maidah ayat 1:
"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya." (Al Maidah: 1)
Pada surat al-maidah ayat 8 Allah swt berfirman: "Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." Ayat ini menyerukan kepada orang -- orang muslim untuk menegakan keadilan, yakni orang -- orang yang selalu dan bersungguh -- sungguh menjadi pelaksana yang sempurna terhadap tugas dan tanggung jawabnya, wanita- wanita dan lain- lain dengan menegakan kebeneran demi karena Allah SWT, serta menjadi saksi dengan adil. Ayat ini memberikan penegasan bahwa adil lebih dekat kepada takwa. Dan yang perlu digaris bawahi adalah keadilan merupakan subtansi dari ajaran agama Islam. Karena keadilan akan mengedepankan sesuatu pada tempatnya (Shihab, 2002: Jilid III hal 50).
Adapun konsep keadialan dalam Islam berimplikasi positif terhadap aktifitas kehidupan Manusia (Mukhlis dan Didi, 2020; hal 8-10), di antaranya:
- Keadialan Sosial
- Islam memandang umat manusia sebagai satu keluarga, di mana setiap individu dari keluarga memiliki derajat yang sama di hadapan Allah SWT. Hukum Allah SWT tidak membedakan berdasarkan golongan sosial masyarakat, kaya dan miskin, kulit hitam dan putih, dan lainnya. Namun Islam melihat sejauh mana tingkat ketaqwaan kepada Allah SWT, sebagai mana yang tercantum dalam surat Al-hujurat:13;
- "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Al-hujurat:13)
- Hal tersebut dipertegas oleh Rasulullah SAW dalam Mukhlis dan Didi (2020) haditsnya yang berbunyi: "Sesunggunya Allah SWT tidak melihat pada wajah dan kekayaanya, melainkan pada hati dan perbuatannya." (H.R Ibnu Majah)
- Keadilan Ekonomi
- Konsep keadilan sosial perlu diimbangi dengan keadilan ekonomi karena keduanya saling mengikat (integral). Keadilan sosial tanpa keadilan ekonomi akan kehilangan maknanya, pun sebaliknya. Dengan Keadilan ekonomi, setiap individu akan mendapatkan kehidupan yang layak sesuai dengan ikhtiarnya. Ajaran Islam secara tegas melarang seorang Muslim merugikan orang lain, sebagai mana yang termaktub dalam firman Allah SWT: "Dan janganlah kalian merugikan Manusia pada hak-haknya dan janganlah kalian merajalela di muka bumi ini dengan membuat kerusakan.
- Keadilan Distribusi Pendapatan
- Fenomena kesenjangan pendapatan saat ini, tidak terlepas dari pengaruh dari sistem ekonomi Modern yang berlawanan dengan spirit dalam konsep ekonomi Islam yang mengedepankan aspek persaudaraan dan keadilan dalam distribusi pendapatan. Adapaun hal- hal yang dapat mewujudkan keadilan tersebut di antaranya, menghapuskan monopoli, menjamin hak dan kewajiban semua pihak dalam proses ekonomi yang meliputi produksi, distribusi dan konsumsi. Melaksanakan amanah jaminan sosial -- ekonomi bagi yang tidak mampu atau lemah (Mustadh'afin), menjamin kebutuhan dasar setiap individu masyarakat. Dengan langkah tersebut, standar kehidupan setiap anggota masyarakat akan terjamin sisi manusiawi dan kehormatan setiap orang akan terjaga, sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi.
- Rasulullah SAW bersabda: "Bukan seorang muslim yang baik, orang yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya tidak tidur karena kelaparan." (H.R. At- Thabrani). Artinya kita sebagai seorang muslim harus memiliki kepekaan sosial terhadap orang -- orang di sekitar kita, serta Islam pun membenarkan seseorang memilki kekayaan yang lebih dari yang lain, selama kekayaanya didapatkan dengan cara yang halal dan benar, serta telah menunaikan kewajibannya dalam bentuk zakat maupun amal lainnya. Â Â
- Kebebasan dan kesejahteraan Individu
- Ajaran Islam memberikan gambaran melalui Alquran prihal tujuan utama dari misi kenabian adalah mengeluarkan manusia dari rantai kebodohan dan kemiskinan yang membelenggunya. Agama Islam memandang kebebasan individu erat hubungannya dengan kepentingan masyarakat di lingkungannya. Para cendikiawan muslim bersepakat terhadap beberapa prinsip di antaranya, kepentingan masyarakat harus didahulukan dari kepentingan individu, melepas kesulitan harus diprioitaskan dibanding memberi manfaat, kendati keduanya merupakan dari tujuan syariat, kemudian mudharat yang relatif lebih kecil harus diambil untuk menghindarkan mudharat yang lebih besar, dan maslahat yang relatif lebih kecil dapat dikorbankan untuk mendapatkan maslahat yang relatif lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zaenal. 2009. "Dasar -- Dasar Manajemen Bank Syariah. Tangerang. Azka Publisher Â
Baznas Kota Malang. 2014. "Kawasan Reservasi Produksi Ekonomi Terpadu dan penghijauan di Kelurahan Binaan Cluster I (Konsep KMKP). Malang.
Azis, Muklis bin Abdul dan Didi Suardi. 2020. "Pengantar Ekonomi Islam. Jakarta. Jakad Media Publishing
Soeroyo dan Nastangin. 1995. "Doktrin- Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 1. Yogyakarta. Dana Bhakti Wakaf.
Shihab, M. Quraish. 2011. "Tafsir Misbah Jilid III". Tangerang. Lentera Hati Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H