Mohon tunggu...
Egia Azhari Sitepu
Egia Azhari Sitepu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Seni

Kenapa Seni Seperti Tarawanga Harus Tetap Dilestarikan di Era Modern

16 Juli 2024   00:46 Diperbarui: 16 Juli 2024   00:49 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesenian Tarawangsa (Dokumentasi Pribadi)

Meskipun di berbagai negara budaya mulai kembali digaungkan sebagai bentuk kritik terhadap modernisme yang hanya mementingkan nilai praktikalitas dan mengabaikan sepenuhnya nilai dan makna yang terkandung dalam budaya, namun sayangnya di Indonesia, budaya universalisme masih merajalela. 

Tak jarang, masyarakat di Indonesia cenderung menjunjung tinggi satu nilai budaya tertentu, tanpa memandang budaya lainnya. Uniknya, peristiwa demikian sesungguhnya dapat diamati dengan cukup mudah dalam kehidupan sehari-hari. 

Sebagai contoh, beberapa dari kita mungkin menganggap bahasa inggris jauh lebih keren dan ekspresif untuk digunakan ketimbang bahasa daerah/indonesia. Atau, kita cenderung mengikuti cara berbusana dan arus Fashion di negeri-negeri eropa ketimbang mengenakan ragam pakaian asli khas Indonesia. 

Tanpa sadar, seringkali kita menerima narasi-narasi yang menggambarkan kedua budaya tersebut sebagai sesuatu yang "keren", atau "gaul", entah itu dari iklan, content creator yang kita tonton, dan lain-lain. Dan tanpa sadar, kita menerima narasi tersebut tanpa pikir panjang demi dapat mengikuti trend sosial di sekitar kita.

Akibatnya, mereka "yang lain" dan berbeda dari arus perlahan mulai tergerus oleh zaman, tergantikan oleh "yang satu"; sebuah awal dari kematian pluralisme. 

Sesungguhnya, kritik serupa telah digaungkan oleh filsuf postmodern terdahulu. Menurut Jean Francois Lyotard, narasi tersebut dikenal sebagai narasi agung. Narasi agung merupakan sebutan untuk sebuah cerita besar yang mengklaim memiliki kekuatan untuk menjelaskan seluruh sejarah dan pengetahuan manusia secara komprehensif. 

Narasi ini bertujuan untuk menyatukan semua aspek kehidupan manusia di bawah satu teori atau ide besar. Sebagai contoh, sains modern dianggap sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang sah, mengesampingkan bentuk-bentuk pengetahuan lain seperti mitos atau tradisi. 

Lyotard mengkritik hal tersebut. Menurut Lyotard, pengalaman manusia terlalu beragam dan terfragmentasi untuk dijelaskan oleh satu narasi tunggal. Ia berpendapat bahwa realitas lebih baik dipahami melalui cerita-cerita kecil yang lebih spesifik dan lokal. Pasalnya, sifat narasi agung cenderung untuk mengabaikan konteks lokal dan spesifik. Padahal, setiap komunitas, budaya, dan individu memiliki pengalaman uniknya masing-masing, yang mungkin tak kalah "keren" dibandingkan seni yang terdapat dalam narasi agung.

Mengapa kita harus melindungi Tarawangsa dari zaman

Sebagai sebuah seni khas Sumedang yang sarat akan makna, tarawangsa dapat menjadi wadah bagi siapapun yang sedang mencari jati diri, maupun sekedar ingin memahami keunikan budaya tersebut. 

Dengan melindungi budaya lokal seperti Tarawangsa, tak hanya menghormati kekayaan warisan budaya sekitar, namun kita juga dapat memperkuat rasa identitas dan keberagaman yang membentuk landasan bagi inklusivitas dan kreativitas dalam masyarakat kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun