musik Tarawangsa serta Jentreng mengisi seluruh ruangan di rumah itu.
Di bawah sunyi rembulan, di saat masyarakat pada umumnya telah mengistirahatkan diri, lantunan dari petikan dan gesekan alatDengan gemulai, baik pria maupun wanita berdansa dengan bebas mengikuti lantunan musik. Sebuah pemandangan yang unik, memang. Namun tidak untuk masyarakat Rancakalong, Sumedang.Â
Di sana, kegiatan tersebut telah menjadi budaya yang biasa dilakukan masyarakat setempat dalam merayakan beragam acara. Mulai dari perkawinan, hingga penyambutan hasil panen yang melimpah dari para petani.Â
Masyarakat berbondong bondong ikut dalam merayakan hal tersebut melalui kesenian ini. Bukan hanya demi merayakan, namun juga untuk memanjatkan rasa syukur kepada Tuhan yang maha esa.Â
Tarawangsa, alat musik tradisional khas Sumedang
Rancakalong merupakan sebuah daerah di Sumedang, Jawa Barat, yang dikenal dengan kekhasan budaya dan keindahan alamnya. Terletak di dataran tinggi, udara segar dan suasana pedesaan yang tenang menambah daya tarik daerah ini bagi para wisatawan. Dengan hamparan sawah serta bukit dan pepohonan, ditambah dengan kekayaan budayanya, tak pelak desa ini didapuk sebagai sebuah desa wisata.
Sebagai salah satu kesenian di Rancakalong, keberadaan Tarawangsa telah tercatat dalam kitab-kitab kuno di Bali sejak abad ke-10 dengan kata trewasa atau trewangsah. Selain itu, keberadaan Tarawangsa juga tercatat dalam naskah kuno sewaka darma yang telah menyebut kesenian ini sebagai sebuah alat musik.
Biasanya, Tarawangsa dimainkan dengan diiringi dengan Jentreng, alat musik tradisional khas sunda. terdapat dua dawai dalam alat musik Tarawangsa. Meskipun demikian, hanya satu dawai saja yang digunakan dalam memainkan alat musik ini. Dengan leher yang panjang dan ukiran yang khas, Tarawangsa menjadi salah satu alat musik yang sangat unik dibandingkan alat musik serupa.Â
Sebagai alat musik religius, hampir setiap benda maupun persiapan yang dilakukan dalam kesenian ini memiliki makna tersendiri. Sebagai contoh, dua buah dawai dalam Tarawangsa melambangkan dua kalimat syahadat. Sementara itu, tujuh senar jentreng dimaknai melambangkan 7 lapis bumi dan 7 lapis langit.
Prosesi Tarawangsa
Sebelum memulai prosesi Tarawangsa, terdapat beberapa hal yang perlu dipersiapkan terlebih dahulu. Mulai dari sesajen, dekorasi ruangan, dan beragam hal lainnya sebagai syarat pelaksanaan prosesi Tarawangsa.Â
Sesajen tersebut ada bukan tanpa tujuan. Setiap elemen yang disajikan dalam sesajen memiliki makna tersendiri. Sebagai contoh, buah-buahan memiliki makna bahwa hidup kita di dunia harus berbuah sesuatu. Bukan untuk menjadi buah yang busuk, melainkan untuk menjadi satu buah yang baik.
Prosesi Tarawangsa dilaksanakan selama kurang lebih 9 jam, mulai dari waktu isya, hingga waktu subuh. Selama itu, baik pria maupun wanita bergantian satu sama lain untuk menari. Selama itu pula, musik Tarawangsa terus menerus dimulai hingga waktu menyentuh pagi.
Setiap tarian dan doa yang mengiringi lantunan musik Tarawangsa menggambarkan rasa syukur dan hati yang tulus daru para penari. Dalam Tarawangsa, prosesi ini merupakan bentuk komunikasi batin terhadap yang maha kuasa.
"Dalam seni Tarawangsa, nomor satunya adalah berdoa ke allah, menyebutkan asma Allah," ungkap Abah Pupung, Sesepuh Sanggar Tarawangsa Sunda Lugina.
Mereka berbondong-bondong memanjatkan doa mereka kepada sang khaliq dalam senandu tarian. Doa tersebut disimbolkan dengan sebungkus kemenyan, yang kemudian dibakar diatas bara api yang disebut parukuyan.Â
Asap yang membumbung ke atas merupakan pertanda doa dari setiap penari yang mulai disampaikan. Sementara itu, hilang nya asap menandakan doa yang dipanjatkan telah diterima oleh yang maha kuasa.Â
Abah Pupung mengungkap, tarian yang dilakukan selama berlangsungnya seni Tarawangsa bukanlah merupakan sebuah bentuk ritual mistis, melainkan sebuah bentuk kesucian dan kebersihan hati dari para penari yang bersyukur atas rahmat yang diberikan Allah.Â
Fenomena kesurupan yang terjadi selama berlangsungnya kesenian semata-mata merupakan penghayatan atas lantunan musik selama berlangsungnya kesenian. Bilapun terdapat fenomena kesurupan yang benar-benar terjadi dalam kesenian ini, fenomena tersebut terjadi karena kurangnya iman sang penari
Secercah Harapan di Masa Depan
Sebagai sebuah seni tradisional yang sarat akan makna dan nilai kesakralan, Tarawangsa akan senantiasa hidup dan terus diturunkan dari generasi ke generasi. Hingga saat ini, kesenian Tarawangsa telah berkembang hingga ke daerah-daerah lain.Â
Menurut Syifa, sebagai  salah seorang pemuda pegiat seni Tarawangsa, salah satu hal yang membuat dirinya tertarik mempelajari Tarawangsa adalah nilai filosofis yang dikandungnya. Baginya, Tarawangsa dapat menjadi sebuah wadah tersendiri bagi pemuda yang tengah dalam proses untuk mencari  jati diri.Â
"Kenapa anak muda harus jauh-jauh mencari jati diri sampai sampai menekuni budaya luar? Padahal di kita (Tarawangsa) juga tidak kalah hebat dalam urusan mencari jati diri," ungkap Syifa.
Karena itulah, bagi yang tertarik untuk mempelajari budaya Tarawangsa, Sanggar Sunda Lugina terbuka bagi siapa saja yang berniat untuk mempelajari seni ini bersama-sama sebagai sebuah komunitas pecinta budaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H