Bulan Ramadhan, sebuah bulan yang suci bagi umat Muslim di seluruh dunia. Bukan hanya sekadar bulan penahan lapar dan dahaga, bulan ramadhan memiliki makna yang spesial bagi umat muslim sebagai sebuah momentum untuk refleksi diri dan mengabdikan diri kepada Allah SWT.
Di bulan ini, umat muslim berbondong-bondong melaksanakan ibadah demi meraih rahmat dan berkah sang ilahi. Namun, dibalik makna dan keberkahan yang terdapat di Bulan Ramadhan, terdapat pula perjuangan yang tak terelakan bagi sebagian umat muslim, termasuk para mahasiswa yang tetap berjuang sekuat tenaga dalam menjalani rutinitas akademik.
Salah satunya seperti yang dialami Aththar (20). Pada pagi hari, sebelum matahari terbit, Aththar harus sudah bersiap untuk memulai perjalanan panjangnya menuju kampus. Dengan sepeda motornya, Aththar menempuh jarak 30 kilometer demi mengais ilmu di perguruan tinggi di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Akibatnya, Aththar memerlukan waktu hingga lebih dari 2 jam untuk sampai di kampus, terlebih ketika macet.
Tentu saja, hal tersebut menjadi tantangan yang memerlukan ketabahan dan tekad yang kuat. Terlebih, ketika terdapat tugas yang menumpuk dan mengharuskannya untuk mengorbankan waktu istirahatnya, ditambah jadwal pagi yang mengharuskannya untuk bersiap-siap menuju kampus, bahkan sebelum adzan subuh berkumandang.
“Tantangannya ngantuk di jalan, apalagi kalau malamnya nugas sampai larut, terus bangun sahur. Kadang karena mepet jadi gak tidur sama sekali, alhasil ngantuk berat dijalan dan di kampus.” Ucap Aththar.
Tentu, Aththar sadar itu semua melelahkan. Beliau mengungkap, sebenarnya beliau memiliki opsi lain selain harus menghadapi terik matahari maupun gerimis hujan ketika mengendarai motor. Salah satunya dengan menggunakan kendaraan umum seperti kereta api dan angkot. Namun, opsi tersebut mengharuskan dirinya untuk mengeluarkan dua kali lipat pengeluaran ketimbang mengendarai motor, sehingga pada akhirnya, akibat keterbatasan ekonomi, mau tidak mau Aththar memutuskan untuk mengendarai motor, dan hanya menjadikan kendaraan umum sebagai opsi kedua.
Aththar mengungkap, terkadang satu-satunya kesempatan bagi dirinya untuk beristirahat atau tidur ialah ketika jeda antar mata kuliah. Ketika terdapat jeda, Aththar mengungkap dirinya seringkali menyempatkan diri untuk beristirahat, baik itu di Masjid maupun di salah satu kosan temannya.
“Semisal jam matkul 7-12, kurang lebih jam 12 udah keluar, (lalu) ada lagi jam 4, jam 12 setelah sholat tidur di kosan temen atau di masjid.” Jelas Aththar.
Tak hanya itu, Aththar bercerita, bahkan untuk mengatur antara waktu tidur dan waktu studi saja, dirinya mengalami kesulitan. Aththar mengungkap, terkadang dirinya tak memiliki waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas, sehingga terpaksa memangkas waktu istirahat yang dimilikinya. Entah itu akibat kelelahan, waktu yang terpangkas oleh lama tempuh yang harus dirinya lalui ketika pulang dari kampus, dan beragam rintangan yang harus dihadapinya.
“Iya, kalau bisa sih pas pulang ngerjain (tugas). Kalau gak bisa yah nasib, kadang pulang malem juga suka langsung ketiduran soalnya. Jadi misal bangun lagi jam 11, dari situ lanjut ngerjain tugas sampe kuliah lagi.” Keluh Aththar.
Aththar juga bercerita, terkadang dirinya memang harus pulang hingga larut malam. Sebagai contoh, setiap hari rabu, terdapat program sanlat bagi mahasiswa yang mengharuskan dirinya untuk pulang pada pukul 5 lebih. Aththar mengungkap, sejujurnya dirinya merasa terbebani akibat kegiatan ini. Alasannya, jalanan mengalami kemacetan di jam-jam tersebut, sehingga mengharuskannya untuk berbuka di jalan, atau mencari masjid terdekat.
“Jadi (ketika pulang) nunggu dulu di kampus. Tapi kalau pas udah keburu dijalan, ya terpaksa buka puasa di jalan. Meskipun begitu gak buruk juga kok, karena sering ada orang baik yang bagi-bagi takjil gratis di bulan Ramadhan. Kadang buat dijalan juga ada yang memberi kepada pengendara yang dalam perjalanan pulang.” Ujar Aththar dengan penuh optimisme.
Optimisime Dalam Menjalani Hidup
Meskipun harus menempuh perjalanan hingga 30 kilometer, dan meskipun harus menahan lapar dan dahaga di bulan ramadhan, Aththar tetap berpikir positif. Memang, terasa berat dan melelahkan, namun dengan penuh semangat, Aththar tetap menjalani lika-liku kehidupan di bulan ramadhan dengan penuh ketulusan dalam menghadapi setiap ujian yang Allah berikan.
Rasa optimisme tersebut lahir dari motivasinya yang membara untuk mengejar ilmu. Meskipun begitu, hal tersebut bukanlah satu-satunya motivasi yang mendorong dirinya. Aththar mengungkap, motivasi bisa didapatkan dimana saja.
“Motivasi kadang bisa didapetin dimana aja sih, sesederhana meskipun menyebalkan di jalan, tapi kadang bisa liat moment bagus di jalan. Kayak misal naik kereta liat anak smp yg nangis nangis karena baru pertama kali naik kereta, terus dibantu temannya biar berani. Atau pas lagi bawa motor liat bapak bapak juru parkir yang ketemu sama anaknya di tengah pekerjaannya, atau misal setelah baca komik dapet nilai positif yg bisa bikin motivasi.” Ungkap Aththar dengan antusias.
Bagi Aththar, terkadang kita harus mencari motivasi, ketimbang harus menunggu motivasi mendatangi kita. Dan terkadang, di kesempatan-kesempatan yang mungkin tak terduga, kita bisa mendapat ilham atau motivasi meskipun sesederhana melalui sebuah pemandangan di perjalanan.
Dalam setiap langkahnya, Aththar dan mereka para mahasiswa yang memiliki nasib serupa membuktikan bahwa di tengah lika-liku dan ujian hidup, dengan kekuatan iman dan ketekunan, tak ada rintangan yang tidak dapat diatasi. Dengan semangat yang menggebu-gebu, mereka tetap melangkah maju dan berjuang dalam menempuh pendidikan. Demi meraih gelar sarjana, dirinya berdiri menghadapi segala ujian yang Allah berikan kepadanya. Dalam cahaya bulan Ramadhan yang penuh berkah, mereka terus melangkah maju, demi meraih cita-cita kelak di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H