Sebuah video yang memperlihatkan anak-anak berseragam putih abu-abu viral di jagad sosial media. Dalam video tersebut, empat siswa berseragam SMA diminta untuk menyebutkan nama negara di Eropa.
Siapa sangka, salah satu siswa menjawab Garut. Mirisnya, tiga anak lainnya pun tidak langsung menjawab dengan benar. Alih-alih lucu, video viral milik konten kreator Boyke Aldysha tersebut justru mengundang keprihatinan. Banyak yang mulai cemas dengan generasi muda yang minim literasi.
Bukan hanya miskin literasi, fakta bahwa banyak pelajar di Indonesia yang tidak bisa berhitung juga begitu mencengangkan. Beberapa unggahan di media sosial memperlihatkan ketidakmampuan pelajar Indonesia dalam membaca dan berhitung. Â
Bahkan, merespons fenomena ini, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti mengatakan bahwa Presiden Prabowo berniat mengenalkan matematika untuk anak-anak tingkat TK. Namun, benarkah fenomena rendahnya minat belajar para pelajar saat ini hanya semata-mata masalah metode pembelajaran?
Masalah Sistemik
Masalah seputar minat belajar siswa bukan semata tanggung jawab guru di sekolah. Berbagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan minat belajar siswa akan sia-sia jika tidak dibarengi  dukungan orang tua dan keluarga.
Sementara saat ini, sistem sekuler kapitalis yang menciptakan kemiskinan terstruktur mencabut fungsi penting orang tua sebagai pendidik utama anak-anak di rumah. Banyak orang tua yang lepas tangan akan pendidikan anak-anaknya karena sibuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Selain itu, faktor lingkungan juga tidak kalah penting. Anak-anak gen Z dan gen alfa yang akrab dengan gadget dan dunia digital, seolah dibesarkan oleh kecanggihan teknologi. Sayangnya, media informasi saat ini justru semakin memperparah minat belajar anak. Mereka disibukkan dengan dunia gim, hiburan, bahkan seksualitas alih-alih dicetak menjadi pribadi yang bertakwa dan berbudi luhur. Akhirnya, karakter malas belajar menjadi umum di kalangan generasi muda.
Keringnya pendidikan dari agama juga buah dari pendidikan ala sistem sekuler. Pasalnya, pendidikan dalam sistem ini diselenggarakan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang kompatibel dengan dunia kerja dan industri. Itulah mengapa literasi, sains, dan numerasi selalu menjadi standar kemajuan pendidikan. Padahal, ada tujuan pendidikan yang lebih mendasar yakni mencetak manusia bertakwa dan berkualitas unggul.
Dengan demikian, memfokuskan solusi hanya pada metode pembelajaran bukanlah solusi yang menyentuh akar masalah. Sebab, akar masalah kacaunya minat belajar siswa ada pada penerapan sistem sekuler kapitalistik. Â
Minat Belajar Siswa dalam Kacamata Islam
"Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim" (HR. Ibnu Majah no. 224).