Saat membuka lembaran kertas suara DPRD Provinsi, DPR dan DPD, penulis sendiri merasa kebingungan Karena ada banyak wajah asing yang muncul di sana. Faktanya, alat peraga kampanye untuk para peserta pemilu di tingkat DPRD Provinsi, DPD dan DPR tidak banyak ditemukan bahkan mungkin tidak ada.Â
Sat memilih DPD banyak wajah baru yang asing dan tidak dikenal dari sekian banyak itu hanya satu yang menarik perhatian karena  orang tersebut sering muncul di TV dan setelah momen pencoblosan.
Banyak status di media sosial yang mengalami nasib yang sama mempertanyakan siapa sosok-sosok itu dan mereka memilih sosok yang familiar itu  sebagai anggota DPD meski tidak melakukan kampaye hingga tingkat pelosok.
Ancaman serius bagi proses demokrasi kita adalah praktik politik uang. Sayangnya, berdasarkan hasil survei ditemukan masih ada praktik poltik 28-29% masih menerima pemberian uang barang atau jasa.
Dan mereka yang menerima 37% mempertimbangkannya saat memilih termasuk juga tokoh 83% juga mempertimbangkannya. 47,4 % banyak terjadi dan 46,7 memaklumi dan menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar.
Menyikapi hal ini, Djayadi Hanan berpandangan bisa jadi masyarakat kita menganggap bahwa praktik politik uang bukan sesuatu yang salah.Â
Ia mencontohkan penelitian yang dilakukan Frederic Schaffer pada masyarakat Sinegal dalam Democracy in Translation yang mencoba memahami posisi uang menurut masyarakat dalam demokrasi. Kesimpulan yang didapatkannya adalah masyarakat menganggap demokrasi itu bagi-bagi rejeki
Selama ini yang ditangkap adalah berupa uang, lantas bagaimana dengan jasa yang marak yang dianggap biasa di tengah-tengah masyarakat. Politik uang mungkin bisa dicegah dan orang tidak mau menerimanya, tetapi bagaimana dengan jasa? Sedangkan kebanyakan jasa yang diberikan oleh para calon dibutuhkan oleh masyarakat.
Ancaman dan Pemanfaatan Politik Identitas
Dari hasil survey untuk permasalahan politik identitas, untuk pembahaaan mengenai memilih wakil rakyat yang berbeda etnis dan agama dengan pemilih, hasilnya publik hampir di atas 50 – 67,5 % tidak mempermasalahkan perbedaan etnis dan agama.Â