Mohon tunggu...
Egi Sukma Baihaki
Egi Sukma Baihaki Mohon Tunggu... Penulis - Blogger|Aktivis|Peneliti|Penulis

Penggemar dan Penikmat Sastra dan Sejarah Hobi Keliling Seminar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merosotnya Penghargaan pada Nyawa, Salah Kaprah dalam Memaknai Jihad

23 Mei 2018   19:58 Diperbarui: 23 Mei 2018   20:05 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup itu sangat berharga.  Banyak orang sampai harus mengeluarkan begitu banyak uang untuk menyembuhkan penyakit karena ingin tetap sehat dan hidup. 

Belakangan penghargaan terhap nyawa baik diri sendiri maupun orang lain mulai merosot.  Nyawa dan kehidupan seolah tidak lagi berharga. Manusia bahkan terkadang bertindak layaknya malaikat penjemput nyawa, yang dapat menjemput nyawa seseorang di manapun dan kapanpun. 

Maraknya kasus pembunuhan dan bunuh menjadi cerminan bahwa nyawa seseorang kadang tidak dianggap berharga sehingga persoalan menghilangkan nyawa seseorang dianggap sebagai sesuatu yang sepele. 

Belakangan mulai muncuk di Indonesia aksi-aksi terorisme mulai dari kasus penyerangan terhadap aparat hingga pengeboman pada tempat-tempat tertentu termasuk rumah ibadah.  

Tindakan terorisme tersebut mereka lakukan dengan alasan memerangi kedzaliman dan pemerintah yang dianggap sebagai thagut oleh mereka. 

Apapun alasannya, tindakan terorisme tidak dibenarkan oleh agama manapun. Tidak ada agama yang mengajarkan umatnya untuk merusak tatanan sosial apalagi tatanan kehidupan.  

Meski mengatasnamakan agama dan ajaran agama, aksi yang mereka lakukan adalah bentuk penyelewengan dari kesucian agama dan ajarannya. 

Perenungan Ilustrasi Pribadi
Perenungan Ilustrasi Pribadi
Jihad kerap kali dijadikan sebagai kambing hitam dan dalih pembenar atas tindakan teror mereka. Label jihad inilah yang mereka tanamkan sebagai doktrin untuk pengobar semangat dan merekrut orang lain agar mau ikut bergabung bersama mereka dalam melakukan aksi. 

Ada jaminan surga dan bidadari yang mereka tanamkan dalam setiap aksi teror yang dilakukan.  Sehingga kematian mereka meski telah merusak, menyerang dan membunuh orang lain dianggap sebagai jihad membela agama dan akan menghantarkan mereka ke surga. 

Sungguh pemahaman yang miris dan mengkhawatirkan. Doktrin yang begitu kuat ditanamkan hingga membuat orang rela melakukan tindakan tidak terpuji membunuh orang lain, bahkan membunuh dirinya sendiri dengan cara menjadi pengantin bom bunuh diri. 

Aksi bom bunuh diri didasari karena niat untuk jihad.  Akan tetapi sebenarnya yang dilakukannya adalah bentuk dari keputus asaan dari rahmat Tuhan. 

Penghargaan terhadap perbedaan sebagai sebuah keniscayaan yang tidak bisa diingkari.  

Jihad dalam Islam tidak selalu diidentikkan dengan peperangan melawan orang kafir. Jihad sendiri memiliki banyak makna dan varian bentuk pelaksanaannya.  

Dalam literatur riwayat misalnya disebutkan bahwa kepulangan para sahabat dari perang Badar yang begitu melelahkan dengan jumlah yang tidak sebanding, oleh Rasulullah masih disebut sebagai jihad kecil, sedangkan jihad yang besar adalah jihad melawan hawa nafsu.

Jihad memiliki aturan yang sangat ketat, tidak mudah untuk dilakukan. Para ulama fiqih sendiri menerapkan syarat-syarat dan rambu-rambu yang harus dipatuhi.  Jihad tidaklah boleh merusak lingkungan sekitar, tidak boleh menyentuh atau menyerang wanita, anak kecil dan orang tua. 

Tetapi aksi terorisme rupanya tidak memperdulikan semua itu dan berbuat semau mereka. Maka penting kiranya untuk kembali menelaah kitab-kitab dan pemikiran para ulama yang moderat dan tidak radikal. Sehingga wawasan agama kita menjadi luas dan tidak sempit apalagi kaku. 

Bahkan jihad dan peperangan melawan orang kafir hanya dilakukan sebagai bentuk perlawanan bukan untuk memulai. Al-Qur'an sendiri memberikan kriteria tersendiri berkaitan tentang peperangan sebagaimana Qs.  Al-Baqarah ayat 190-193 yang membahas bahwa perang dilakukan jika umat Islam dalam hal ini diserang. 

Sedangkan pada Qs.  Al-Mumtahanah ayat 8-9 peperangan itu dilakukan jika umat Islam diusir dari negaranya. Maka memerangi kelompok yang mengusir atau membantu mereka terusir diperbolehkan. 

Jika umat tidak terusir maka peperangan itu dilarang dan umat diperbolehkan untuk berinteraksi dengan orang-orang kafir sebagaimana biasanya. 

Dalam Qs. Al-Maidah ayat 32 sendiri sudah dipertegas bahwa membunuh seseorang tanpa alasan yang dibenarkan oleh agama orang tersebut sama saja telah mendapatkan dosa membunuh semua umat manusia di bumi.  

Membunuh orang yang beriman maka balasannya kekekalan di neraka jahanam sebagamana disebut dalam Qs.  An-Nisa ayat 32, dan membunuh orang kafir dzimmi, mu'ahad dan musta'man akan mendapat balasan tidak akan mencium baunya surga. 

Nyawa seseorang sangat dihormati dan dihargai dalam Islam.  Bahkan, prinsip melindungi dan menghormati nyawa manusia telah dirumuskan di dalam Maqasih al-Syari'ah.

Dakwah sendiri adalah ajakan.  Hidayah adalah kuasa Tuhan.  Karena itu agama hanya membolehkan para penyeru untuk mengajak orang lain untuk mengikuti ajaran agama tertentu dengan cara yang santun, aman dan damai.  

Tidak boleh memaksa orang lain untuk menerima, mengikuti dan masuk agama tertentu. Dalam Islam sendiri bukankah Allah memang menciptakan manusia beragam dan tidak menjadi satu kaum saja dengan tujuan untuk saling mengenal. 

Jika Allah menghendaki semua manusia untuk kufur atau semuanya beriman, Dia dapat melakukannya. Tetapi ia biarkan semuanya berjalan sesuai dengan garis takdirnya masing-masing. Agama bukanlah paksaan, tapi kesadaran. 

Agama mengajarkan kedamaian, bukan kekerasan.  Terorisme adalah musuh bersama semua agama dan semua bangsa, karena ia merusak tatanan kehidupan.  

Indonesia sendiri bukanlah negara yang berstatus sebagai negara kafir (Dar al-Kafir) atau negara peperangan (Dar al-Harb), Indonesia adalah negara kedamaian (Dar al-Salam). 

Sangat salah kaprah jika tindakan terorisme di Indonesia dianggap sebagai bagian atau bentuk dari jihad. Karena Indonesia adalah negara yang damai dan bukan negara peperangan.

Dengan keragaman yang dimilikinya, Indonesia mampu bertahan dalam setiap kondisi.  Semua sudah hidup dengan aman dan damai.  Tentu keamanan dan kedamaian yang sudah tercipta sejak dahulu yamg merupakan warisan nenek moyang harus dijaga dengan baik. 

Tidak boleh ada pihak-pihak yang berusaha mengotori bahkan memisahkan persatuan kita sebagai sebuah bangsa. Kekerasan dan aksi terorisme yang mengatasnamakan agama tidak mencerminkan ajaran agama tertentu.  Hal itu merupakan kesalahan individu manusianya.

Jangan sampai dalam kondisi seperti ini membuat hubungan antar umat beragama menjadi tidak harmonis, penuh ketakutan dan kecurigaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun